PSPK Beri Catatan Rencana Perubahan PPDB: Pertahankan KK dan Kuota sebagai Syarat Zonasi
Masalah mendasar PPDB selama ini adalah kurangnya daya tampung sekolah negeri di sebagian besar kabupaten/kota di Indonesia.
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan () Nisa Felicia memberikan sejumlah catatan mengenai rencana pemerintah mengubah kebijakan penerimaan peserta didik baru (). Menurut dia, masalah mendasar PPDB selama ini adalah kurangnya daya tampung sekolah negeri di sebagian besar kabupaten/kota di Indonesia.
Nisa pun memberi apresiasi atas rencana pemerintah menguatkan pelibatan sekolah swasta dengan meminta pemerintah daerah mendukung pembiayaannya. Sebab, menurut dia, bila hanya mengandalkan sekolah negeri, masih terdapat 241 Kabupaten/kota yang mengalami kekurangan daya tampung jenjang SMP/MTs/Sederajat. Pun masih terdapat 345 Kabupaten/Kota dengan isu yang sama untuk jenjang SMA/MA/Sederajat.
Baca berita dengan sedikit iklan,
"Pelibatan sekolah swasta memang dapat menjadi bagian dari solusi untuk sebagian daerah," kata Nisa dalam keterangan resmi, Selasa, 28 Januari 2025.
Namun, Nisa mengatakan pemerintah pusat bersama pemerintah daerah perlu merancang solusi jangka panjang untuk menyediakan daya tampung yang merata dan adil. Untuk sebagian daerah, terutama di jenjang SMA/sederajat, solusi jangka panjang tersebut sangat mungkin melibatkan pembangunan kelas dan unit sekolah negeri baru.
Dengan pembangunan itu diharapkan tidak ada lagi anak Indonesia yang terpaksa menempuh jarak yang jauh bahkan harus menyebrang pulau untuk dapat bersekolah di SMA Negeri. "Apalagi pemerintah berencana untuk memperluas Wajib Belajar menjadi 13 tahun termasuk jenjang SMA. Maka komitmen wajib belajar ini perlu diawali dengan penyediaan layanan SMA yang dibiayai penuh oleh Pemerintah secara adil dan merata," kata dia.
Selain itu, Nisa mengatakan perlu ada kejelasan tentang kriteria sekolah swasta yang boleh terlibat dalam PPDB. Pemerintah juga perlu menetapkan kriteria terkait mutu.
PSPK merekomendasikan kriteria akreditasi, kualitas pembelajaran literasi-numerasi, lingkungan belajar, sarana prasarana, kualitas guru, serta indikator pendukung perkembangan karakter murid menjadi pertimbangan. "Tujuannya, agar murid yang kemudian ditampung ke sekolah swasta juga mendapat lingkungan belajar yang aman, inklusif, menyenangkan, dan menantang bagi pertumbuhan secara utuh," kata dia.
Nisa juga menyoroti jalur zonasi yang masih menjadi masalah karena kurangnya daya tampung. Menurut Nisa, perlu kriteria dan pembuktian yang digunakan untuk merangking calon murid yang tinggal di wilayah yang sama. Kriteria jarak dari tempat tinggal ke sekolah, yaitu berdasarkan data Kartu Keluarga ataupun data kependudukan lainnya harus tetap menjadi kriteria yang dipilih pemerintah. "Kriteria ini tidak secara sistematis menguntungkan atau merugikan kelompok mana pun," kata dia.
Menurut Nisa, bila akan ada kriteria baru untuk jalur zonasi/domisili, perlu dicermati kriteria baru tersebut apakah memberi kesempatan yang adil bagi semua kelompok di sebuah wilayah untuk mengakses pendidikan di sekolah negeri. "Selain itu, cara pembuktian kriteria tersebut juga perlu meminimalkan risiko kecurangan seperti sempat terjadi dalam beberapa kasus sebelumnya," kata dia.
Pada jalur zonasi, perlu pula antisipasi terhadap dampak dari wacana perubahan kuota jalur zonasi/domisili di tingkat SMP. Kuota yang relatif besar saat ini, yaitu minimal 50 persen untuk SMP secara empiris telah memberi ruang yang lebih luas bagi masyarakat kurang mampu untuk dapat mengakses layanan pendidikan sekolah negeri.
Nisa lantas memberikan ilustrasi pada kasus Provinsi Jakarta. Persentase anak miskin yang masuk ke sekolah negeri di Jakarta meningkat signikan sejak 2020, dan pada tahun 2022 mencapai 30 persen, mengurangi kesenjangan antar sekolah, serta secara umum menurunkan biaya transportasi.
Secara nasional, jalur zonasi juga berkontribusi menurunkan kesenjangan hasil belajar antar sekolah. Sebelum PPDB 2017, kesenjangan hasil belajar numerasi jenjang SMP berdasarkan performa sekolah setara dengan 21 bulan pembelajaran dan turun menjadi 6 bulan pembelajaran setelah diberlakukannya kebijakan PPDB 2017.
"Pengurangan minimal kuota zonasi sangat mungkin mengurangi dampak positif dari jalur Zonasi yang dihasilkan sebelumnya," kata Nisa.
Selain itu, pada jalur prestasi, PSPK berharap definisi prestasi akan terus memberi penghargaan kepada keragaman bakat dan minat murid, dengan mendefinisikan prestasi secara luas. Kriteria yang mendefisikan prestasi secara sempit pada ranah akademik, misalnya nilai rapor atau tes mata pelajaran, kurang memberi penghargaan pada murid yang berbakat dan berprestasi di bidang olahraga, seni, bahasa, agama dan keorganisasian atau kemasyarakatan.
Menurut Nisa, saat ini kriteria prestasi akademik dan nonakademik telah diterapkan dengan cukup baik di beberapa kabupaten/kota, seperti Kota Bandar Lampung, Kota Kupang, Kabupaten Berau, dan Kota Pontianak. Pun telah memotivasi murid untuk mengembangkan kompetensi dan minat bakat mereka secara lebih menyeluruh.
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) akan melakukan perubahan terhadap sistem PPDB tahun ajaran 2025/2026. Pengumuman perubahan itu akan disampaikan oleh Mensesneg Prasetyo Hadi.
Ahli Bidang Regulasi dan Hubungan Antar Lembaga Kemendikdasmen Biyanto mengungkapkan secara konsep, pemerintah tidak akan merombak keseluruhan sistem. Ia memberi contoh, pada proses seleksi siswa, pemerintah berencana mengganti sistem PPDB zonasi dengan sistem domisili. Menurut dia, dengan skema ini, potensi manipulasi dokumen kependudukan seperti kartu keluarga (KK) yang kerap terjadi pada pelaksanaan PPDB zonasi di tahun-tahun sebelumnya bisa diantisipasi.
Biyanto menjelaskan, sebelumnya, dalam proses pendaftaran pada PPDB zonasi, area tempat tinggal yang tertera di dokumen kependudukan seperti KK menjadi tolok ukur utama sekolah. Namun, dengan sistem yang baru, seleksi siswa akan dilakukan sekolah dengan melihat jarak antara sekolah dan rumah, bukan lagi berdasarkan dokumen kependudukan.
Biyanto mengatakan PPDB akan diganti dengan istilah baru yakni Sistem Penerimaan Murid Baru atau SPMB. “Namanya diganti SPMB, Sistem Penerimaan Murid Baru,” ujarnya ketika ditemui di kawasan Jakarta Selatan pada Rabu, 22 Januari 2025.
Adapun Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) Suharti menyatakan konsep PPDB teranyar akan diumumkan usai pelaksanaan rapat terbatas dengan Presiden Prabowo Subianto. Untuk saat ini, kata dia, pelaksanaan rapat tersebut sedang dikomunikasikan dengan Sekretaris Negara atau Setneg.
Hanin Marwah berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: