Sesap Harap dari Roman Bunga di Hari Lalu: 10 Kata-kata Inspiratif!
Sampul Bunga di Hari Lalu yang kupandangi selalu. Setelah menyelesainkan bacaanku ini, ilustrasinya melekat selalu dalam pikiran. Liburan panjang antara Isra' Mi'raj hingga Imlek, menjadi momentum untuk menyelesainkan sebuah buku...
Liburan panjang antara Isra' Mi'raj hingga Imlek, menjadi momentum untuk menyelesainkan sebuah buku novel yang kudapat sebagai hadiah dari teman 'komunitas membaca.' Ga usah kusebut namanya yaa :D
Secara kebetulan, aku suka sekali dengan novel berlatar sejarah. Selain Umar Kayam, Pramoedya juga punya kekuatan yang sama dalam setiap tulisannya. Dan ini lagi, penulis yang baru kukenal, Galih Pranata dengan novel romannya, Bunga di Hari Lalu yang secara iseng kucoba tamatkan setelah sebulan lalu tersimpan rapat.
Novel ini macam teenlit yang dibumbui plot suka cita hingga derita percintaan Soediro dan Prilie. Tapi yang aku mau gambarkan adalah semangat dan kebesaran dari kekuatan tulisan penulis yang diselipkan dalam adegan atau gagasan dalam novel gubahannya. Yang tentunya, relate dengan keadaan hidupku.
Ayo, kita mulai:
1. "Membaca adalah modal penting dari seorang manusia untuk memenuhi rasa keingintahuannya. Membaca menolong manusia untuk menembus batasan-batasan tertentu" (Bunga di Hari Lalu, hal. 66)
Mungkin kalimat ini sederhana, tapi Galih sudah membawa pembaca untuk mengimajinasikan kehidupan zaman dulu tentang sebuah harga yang mahal untuk dapat memiliki kemampuan 'membaca'. Kalo baca lebih jauh, akan lebih terasa kedalaman maknanya. Next!
2. "Ya, begitulah kehidupan dunia, Ro, berisi tentang kepiluan dan penderitaan yang bersifat fana dan sementara." (lek Cholies pada Soediro, hal.98)
Bagiku pandangan ini umum, tapi berhasil memberi penyadaran langsung buat aku yang kadang banyak khilafnya hehe. Mau ga mau, aku perlu katakan ini kerap kali relate sih, karena banyak juga orang yang mengalaminya di dunia ini. Tentang rasa pilu dan derita, tapi itu semua fana dan sementara.
3. "Kau harus belajar, kau harus bisa membaca, kau harus bisa berhitung, dan kau harus bisa menulis. Agar kepintaranmu bisa menyaingi mereka, kau hebat dan tak bisa mereka kalahkan..." (Soediro pada siswa-siswanya, hal. 103)
Siswanya mungkin siswa SD, tapi buatku maknanya luas sih. Ini jadi satu syarat yang sarat makna untuk mendorong kita menjadi manusia yang adaptif dan mau terus belajar. Di lingkungan yang mengucilkan kita, tapi kita tetap bisa tunjukkan bahwa kita tak semudah itu direndahkan!
4. "...pengerjaan karya seni yang baik hanya ada dalam level kualitas. Tidak ada perbincangan waktu di dalamnya.... Hanya berharap pengerjaan yang memberikan detil kerut wajah yang memakan waktu cukup lama, tapi kecantikannya tiada berkurang meski sedikit." (Penggarapan karya lukis Prilie, hal. 122)
Biar paham aja sih, deadline bisa aja kok, cuma harus lebih masuk akal aja ya. Demi kualitas lohh :D
5. "Prilie yang kusayangi: Katamu, guru jangan hanya berhenti jadi guru. Guru juga harus menulis. Maka kau minta ajari kau untuk menulis. Atau setidak-tidaknya, kau minta agar aku tak berhenti untuk terus menulis." (Soediro pasca kepergian Prilie, hal. 184)
Ini ngingetin aku ke tahun 2009 dulu, waktu awal masuk SMP. Ketemu guru inspiratif yang sampe sekarang masih dikenang banget dan namanya abadi karena beliau rajin nulis, bahkan sampai beliau meninggal beberapa tahun lalu, karyanya masih bisa dibaca :'(
6. "....teguhkan ini dan tancapkan dalam hati. Apa pun yang akan terjadi hari ini, hari depan, masa mendatang, dan sampai kau senja nanti, semuanya pasti berlalu." (Nasihat lek Cholies pada Soediro, hal. 190)
Dalemmmm. Kadang kita khawatir dengan yang kita alami sekarang, kepikiran dengan hal yang belum kejadian. Tapi kuncinya: ikhlas. Percaya semuanya akan berlalu.
7. "... Jika ada kata yang lebih tepat untuk melukiskan perasaanku, kutempatkan ia di atas kahyangan dari segala kata rindu yang ada di alam semesta. Aku memintal seluruh perasaanku hingga kini terkumpul bertumpuk, menjadi gumpalan resah yang seketika pecah, engkau kirimkan surat yang menenangkanku..." (Surat Soediro pada Prilie, hal. 202)
Love it! Gak tahu, rasanya suka aja sama diksinya :)
8. " ... Keluarlah! Tengadahkan kepala! Bukan untuk menang dan melupakan, tapi melawan dan menulis semua keresahan. Tentang sakitmu. Tentang luka batinmu. Semua perlu kau rasai lebih dalam. Lihatlah mereka, orang-orang besar sebelummu... hidupnya tak berakhir demikian, ia harus lebih besar dari keterpurukannya. Karena mereka menulis! ..." (Nasihat lek Cholies pada Soediro, hal. 222)
9. "...Menulis tidak hanya kau beroleh dari buah pikiran, tapi menulis juga perlu penuh penjiwaan... Ungkapkan sebanyak mungkin penyesalan hidupmu, maka hanya mesin ketik itu yang sedia mendengar seluruh racau hidupmu. Jangan mau mati ditumpas cinta, kau harus tetap hidup dengan obati luka." (Nasihat lek Cholies pada Soediro, hal. 223)
Untuk kata-kata yang poin 8 dan 9, the best sih! Sebagai seorang yang hobi nulis, aku jadi ikut tergugah dengan nasihat dari plot paman, lek Cholies di roman ini. Aku setuju! Pun, Soediro bangkit lagi dari segala kegalauan jiwa mudanya yang membuatnya hampir depresi.
10. "... aku tetap harus memeluk imanku. Bersahabat dengan salatku. Karena dari sana sumber-sumber kebahagiaan kujumpai." (Soediro, dalam Bunga di Hari Lalu, hal. 246)
Satu penutup yang membuatku ingat selalu bahwa sumber kebahagiaan paling utama dalam hidup adalah 'salat.' Soediro hanya ingin menyebut 'salat' dengan sederhana: sahabat. Salat kewajiban, tapi dalam istilah sahabat, dialah yang selalu ada dalam suka dan duka.
Selesai sudah pembacaanku terhadap novel yang luar biasa ini. Semoga terus dibaca banyak orang sehingga dapat menginspirasi masyarakat yang perlu akan novel sejarah yang sarat nilai relektif di dalamnya. Sukses selalu Galih Pranata untuk novelnya, Bunga di Hari Lalu. Sesap harap untuk hidup yang terus berlanjut!
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.