Trump Akan Deportasi WNA Pro-Palestina dan Pro-Hamas yang Kritik Serangan Israel di Gaza
Presiden AS Donald Trump akan mendeportasi orang-orang pro-Palestina dan pro-Hamas yang mengikuti demo solidaritas untuk Gaza dan anti-Israel.
TRIBUNNEWS.COM - Presiden (AS), akan menandatangani perintah eksekutif yang dapat membatalkan visa pelajar bagi mahasiswa asing dan warga negara asing di AS yang bersimpati kepada Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas) atau mengikuti demonstrasi pro-Palestina.
Kabar ini muncul di tengah meluasnya demonstrasi pro-Palestina yang mengkritik dukungan penuh, baik militer mau pun finansial, dari pemerintah AS kepada sekutunya, .
"Kepada semua penduduk asing yang bergabung dalam protes pro-jihadis, kami memberi tahu Anda: mulai tahun 2025, kami akan menemukan Anda, dan kami akan mendeportasi Anda," kata dalam lembar fakta pada perintah tersebut.
Keputusan tersebut mencakup deportasi mahasiswa asing dan penduduk asing lainnya yang berpartisipasi dalam protes pro-Palestina selama agresi brutal di .
"Saya juga akan segera membatalkan visa pelajar semua simpatisan di kampus-kampus, yang telah dipenuhi dengan radikalisme yang belum pernah terjadi sebelumnya," lanjutnya.
Donald Trump mengklaim perintah tersebut untuk memerangi "anti-Semitisme" yang bertujuan melindungi Yahudi Amerika.
"Presiden AS akan mengarahkan perintah kepada Kementerian Kehakiman untuk menindak tegas ancaman teroris, pembakaran, vandalisme, dan kekerasan terhadap orang Yahudi Amerika,” menurut laporan Reuters, Rabu (29/1/2025) mengutip lembar fakta yang tercantum dalam perintah tersebut.
Seorang pejabat Gedung Putih mengatakan mungkin akan menandatangani perintah tersebut pada Rabu malam.
Dewan Hubungan Amerika-Islam, sebuah kelompok advokasi muslim besar, akan mempertimbangkan untuk menantang perintah tersebut di pengadilan jika Trump mencoba menerapkannya.
Perintah ini muncul beberapa hari setelah kembali ke Gedung Putih setelah upacara pelantikannya sebagai Presiden ke-47 pada 20 Januari 2025.
Sehari sebelumnya, Israel dan Hamas mulai menerapkan perjanjian gencatan senjata di Jalur Gaza dengan membebaskan tiga tahanan wanita Israel dengan imbalan 90 tahanan Palestina.
Baca juga:
Amerika Serikat menyaksikan protes mahasiswa yang meluas untuk mendukung rakyat Palestina di , yang menjadi sasaran perang genosida yang dilakukan oleh pendudukan selama 15 bulan setelah 7 Oktober 2023.
Pemerintah AS merupakan sekutu utama dan pendonor terbesar untuk militer sejak pendirian negara tersebut di Palestina pada 1948 dan menyalurkan bantuan militer per tahun ke .
Saat ini proses pencarian korban tewas di masih berlangsung sejak gencatan senjata -Hamas mulai berlaku pada 19 Januari lalu, yang menambah jumlah kematian warga Palestina.
Jumlah kematian warga Palestina meningkat menjadi lebih dari 47.417 jiwa dan 111.571 lainnya terluka sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Rabu (29/1/2025) menurut Kementerian Kesehatan Gaza, sementara itu pencarian korban yang tertimbun reruntuhan masih berlanjut, menurut laporan Anadolu Agency.
Sebelumnya, mulai menyerang setelah Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas) memulai Operasi Banjir Al-Aqsa pada Sabtu (7/10/2023), untuk melawan pendudukan dan kekerasan di Al-Aqsa sejak pendirian di Palestina pada 1948.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait