Hipertensi tak Terkendali Bisa Picu Aneurisma Berujung Stroke
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Hipertensi atau tekanan darah tinggi sering dianggap sebagai pembunuh senyap karena gejalanya yang sering kali tidak terasa. Di balik senyapnya, hipertensi menyimpan ancaman serius bagi kesehatan, salah...
![Hipertensi tak Terkendali Bisa Picu Aneurisma Berujung Stroke](https://static.republika.co.id/uploads/images/inpicture_slide/hipertensi_210826132113-509.jpg)
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Hipertensi atau sering dianggap sebagai pembunuh senyap karena gejalanya yang sering kali tidak terasa. Di balik senyapnya, hipertensi menyimpan ancaman serius bagi kesehatan, salah satunya adalah risiko munculnya aneurisma.
Dokter spesialis syaraf lulusan Universitas Sam Ratulangi dr Jeffry Foraldy Haryanto SpN mengatakan bisa menjadi salah satu risiko munculnya aneurisma. Menurut Jeffry, seseorang yang memiliki hipertensi dalam waktu yang lama dan tidak terkontrol bisa memengaruhi dinding pembuluh darah melemah, hal ini biasanya dialami salah satunya oleh yang sudah berusia lanjut.
"Padahal dia tidak punya aneurisma, tapi karena dia sudah hipertensi lama tak terkontrol, usianya makin tua kondisi dalam tubuh menurun, dinding pembuluh darahnya sudah mulai lemah. Ketika dia tekanan darahnya tidak terkontrol bisa muncul aneurisma," kata dr Jeffry Foraldy Haryanto SpN baru-baru ini.
Dokter yang praktik di Rumah Sakit Hermina Bitung itu, mengatakan aneurisma adalah pelemahan dari dinding pembuluh darah. Ketika terjadi kelemahan muncul benjolan-benjolan didinding pembuluh darah. Jika pembuluh darah tersebut pecah, salah satunya bisa menyebabkan stroke perdarahan.
"Ketika pembuluh darah itu pecah, pendarahan di kepala nah itu yang kita bilang sebagai bom waktunya sudah muncul," kata dia.
Dokter Jeffry mengatakan penyakit metabolik, seperti diabetes, kolesterol, obesitas, juga bisa memicu risiko munculnya karena bisa memengaruhi dinding pembuluh darah lemah.
Selain itu, dokter Jeffry menjelaskan penyebab lain munculnya aneurisma adalah adanya kelainan pembentukan. Pada beberapa kasus aneurisma ini bisa muncul pada usia yang muda karena terjadi kelainan pembentukan pembuluh darah itu pas masih kecil.
"Biasanya sifatnya genetik jadi keturunan, misalnya ada riwayat keluarga bahkan beberapa generasi di atas sebelumnya yang kita tidak tahu punya aneurisma, nah itu bakat genetiknya yang diturunkan," kata dia.
Dokter Jeffry menyebut aneurisma tidak memiliki gejala yang khas jika ukurannya masih kecil. Namun, aneurisma biasanya bisa terdeteksi jika ukurannya semakin besar.
"Sulit sebenarnya kita bilang gejala khas dari aneurisma, contoh kita punya aneurisma ukurannya masih kecil tidak akan ada gejalanya, kecuali misalnya nanti punya aneurisma tapi seiring jalannya waktu ukurannya semakin besar, ketika di ukuran besar itu ternyata dia ada menyenggol struktur lain di otak misalnya kena ke saraf atau pembuluh darah nah itu bisa menimbulkan gejala," ujarnya.
"Nanti gejala yang muncul tiba-tiba apa, ya itu tadi sakit kepala mendadak, bisa pingsan mendadak, atau ada muncul keluhan neurologis lain, aneurisma itu biasanya pasti hampir mendadak. Jadi kalau kita bilang gejala khasnya tidak ada," kata dia. Dokter Jeffry mengatakan pemeriksaan aneurisma dapat dilakukan salah satunya dengan periksa MRI (magnetic resonance imaging) pembuluh darah otak sebagai langkah mendeteksi lebih awal sebelum pecah.