ICW Desak DPR Hentikan Seluruh Proses Revisi UU Minerba

ICW mendesak DPR menghentikan seluruh proses RUU perubahan keempat Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba)

ICW Desak DPR Hentikan Seluruh Proses Revisi UU Minerba

Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menghentikan seluruh proses RUU perubahan keempat Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba)

Peneliti ICW Yassar Aulia menyampaikan, sedikitnya ada dua hal mengapa proses revisi tersebut mesti ditolak. Pertama, ICW menilai motivasi di balik rancangan revisi kental dengan nuansa politik patronase atau sekadar untuk "bagi-bagi kue" bagi loyalis pemerintah sebagai bentuk balas budi.

Di dalam Pasal 51 ayat (1), 51A ayat (1), dan 75 ayat (2) rancangan tersebut, subjek penerima Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) diperluas sehingga dapat diberikan kepada organisasi masyarakat (ormas) keagamaan dan perguruan tinggi melalui badan usaha yang dimilikinya.

"Sama sekali tidak ada urgensi memberikan hak mengelola tambang bagi ormas keagamaan maupun perguruan tinggi yang jelas-jelas tidak memiliki kompetensi maupun pengalaman di sektor pertambangan," kata Yasser dalam keterangan tertulis yang diterima Katadata.co.id, Sabtu (25/1).

Kedua, revisi UU Minerba juga membuka celah korupsi baru. Di dalam Pasal 51A, 51B, dan 75 RUU Minerba 2025, WIUP mineral logam atau batu bara, WIUP mineral logam atau batu bara dalam rangka hilirisasi, dan IUPK diberikan dengan cara prioritas. Dengan kata lain, kata Yasser, izin tambang melalui RUU Minerba 2025 dapat diberikan tanpa melalui proses lelang sebagaimana diatur sebelumnya.

"Misalnya, agar dapat diprioritaskan, para badan usaha, baik itu swasta, ormas keagamaan, maupun perguruan tinggi, yang hendak mendapatkan izin akan berdagang pengaruh atau bahkan memberikan suap pada kepala daerah maupun pihak kementerian yang mengurus perizinan tambang," Yasser menjelaskan.

Dengan skema lelang seperti sekarang pun, risiko korupsi di sektor pertambangan sudah sangat tinggi. Berdasarkan hasil penelusuran ICW dari penindakan kasus oleh aparat penegak hukum, sepanjang 2016-2023, negara merugi sekitar Rp24,8 triliun dari kasus korupsi di sektor pengelolaan sumber daya alam secara umum.

"Ketimbang menambah risiko korupsi dengan menghilangkan proses lelang dan memperluas pemberian izin tambang ke perguruan tinggi ataupun ormas keagamaan, lebih urgen bagi pemerintah untuk mengevaluasi total tata kelola sektor pertambangan. Khususnya pada titik-titik rentan saat proses lelang WIUP atau WIUPK," Yasser menambahkan.

Sebelumnya, pengesahan RUU Minerba 2025 menjadi usul inisiatif DPR. Hal tersebut diputuskan dalam Rapat Paripurna ke-11 DPR Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025, Kamis (23/1).

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, pengesahan itu baru permulaan dan belum menjadi draf. "Nanti itu dibahas, kemudian juga ada partisipasi publik. Hasil itu kemudian dimasukkan ke dalam rumusan," katanya.

Ketua Ketua Badan Legislasi DPR, Bob Hasan mengatakan, RUU Perubahan ketiga terkait UU Minerba ini memiliki empat poin pembahasan utama. Pertama, hilirisasi di Indonesia harus dipercepat untuk mencapai swasembada energi dan hilirisasi.

Kedua, pengundangan prioritas bagi ormas keagamaan untuk mengelola pertambangan. “Ketiga, demikian pula dengan perguruan tinggi, dan keempat tentunya UMKM,” kata Bob dalam rapat pleno, Senin (20/1).