Dinkes DIY Menduga Keracunan Massal di Sleman karena Faktor Kebersihan dan Sanitasi yang Buruk

Hasil analisis Dinkes DIY menyebut makanan yang dikonsumsi korban memiliki jeda waktu sekitar enam jam dari proses memasak hingga penyajian.

Dinkes DIY Menduga Keracunan Massal di Sleman karena Faktor Kebersihan dan Sanitasi yang Buruk

TRIBUNNEWS.COM, SLEMAN - Kasus keracunan massal yang terjadi di dua wilayah di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yaitu Krasakan, Lumbungrejo, Tempel, dan Tlogoadi, Mlati, tengah menjadi sorotan.

Baca juga:

Dinas Kesehatan (Dinkes) saat ini melakukan investigasi epidemiologi untuk mengidentifikasi penyebab utama insiden yang menyebabkan ratusan warga mengalami gejala keracunan.

Kepala Dinkes DIY, mengungkapkan bahwa evaluasi menyeluruh sedang berlangsung untuk memastikan faktor-faktor yang menjadi penyebab dalam kasus ini.

“Upaya dari kami pertama dilakukan evaluasi atau pemeriksaan epidemiologi. Kami ingin mengetahui penyebab pasti mengapa terjadi keracunan makanan. Apakah masalahnya ada pada sanitasi yang buruk atau memang makanan dibuat tanpa memenuhi standar yang ada,” ujarnya, Senin (10/2/2025).

Kasus di Sleman terjadi di dua wilayah. Pertama terjadi di Padukuhan Krasakan, Tempel, Sleman dalam acara pernikahan pada Sabtu (8/2/2024).

Mayoritas korban mengalami keluhan diare dan demam. Beberapa diantaranya harus menjalani rawat inap di rumah sakit.  Kasus kedua terjadi di Dusun Sanggrahan, Kelurahan Tlogoadi, Mlati, ketika puluhan warga mengalami mual, diare, dan nyeri sendi bahkan sebagian ada yang muntah setelah mengkonsumsi siomay yang disajikan dalam sebuah pertemuan arisan, Sabtu (8/2/2025).

Baca juga:

Berdasarkan analisis awal yang dilakukan Dinkes DIY, makanan yang dikonsumsi korban memiliki jeda waktu sekitar enam jam dari proses memasak hingga penyajian. Hal ini membuka kemungkinan adanya kelalaian dalam menjaga kebersihan selama proses pengolahan dan distribusi makanan.

“Bisa jadi makanan dimasak terlalu pagi, atau sanitasi saat pengolahan kurang terkontrol. Apakah catering yang menyajikan makanan ini memiliki sertifikat layak sanitasi? Apakah penjamah makanan menjaga kebersihan saat mengolahnya?” tambah Pembajun.

Dinkes DIY menegaskan pentingnya sertifikasi higienitas dan sanitasi bagi penyedia jasa katering. Sertifikat ini memastikan bahwa catering memahami dan menerapkan standar keamanan pangan, termasuk pengaturan waktu memasak dan penyajian yang tepat.

“Jika katering sudah memiliki sertifikasi, mereka akan memahami standar keamanan pangan, termasuk kapan harus memasak dan menyajikan makanan agar tetap dalam kondisi baik,” jelasnya.

Baca juga:

Selain mengevaluasi kualitas makanan, Dinkes DIY juga memeriksa aspek lain seperti kondisi ruang pengolahan makanan, pencahayaan, kebersihan lingkungan, serta alat dan sarana transportasi yang digunakan untuk mengangkut makanan.

“Sarana transportasi juga penting. Makanan harus diangkut menggunakan kendaraan yang tertutup dan higienis. Selain itu, bahan mentah dan makanan jadi harus dipisahkan, bahkan harus keluar dari pintu yang berbeda untuk menghindari kontaminasi,” ujar Pembajun.

Hingga Senin (10/2/2025) pukul 13.13 WIB, tercatat sebanyak 160 orang menjadi korban keracunan.

Dari jumlah tersebut, 39 pasien masih menjalani perawatan inap, 14 orang dalam observasi, dan 107 lainnya telah mendapatkan perawatan jalan.

Sebagian besar korban dirawat di berbagai fasilitas kesehatan di DIY dan Magelang, Jawa Tengah.

Baca juga:

Sebagai langkah pencegahan, Dinkes DIY menekankan pentingnya penggunaan alat pelindung diri seperti masker dan sarung tangan bagi para penjamah makanan serta pemeriksaan kesehatan rutin untuk mencegah penularan penyakit menular dari penjamah makanan kepada konsumen.