Kampung Kopi Luwak, harum liberikanyshingga ke mancanegara
Aroma kopi liberika yang khas menyeruak di udara, berpadu dengan kicauan burung dan keasrian hutan Kalimantan di tengah ...
Kampung Kopi Luwak telah menjadi destinasi agrowisata andalan Kabupaten Kutai Kartanegara
Samarinda (ANTARA) - Aroma kopi liberika yang khas menyeruak di udara, berpadu dengan kicauan burung dan keasrian hutan Kalimantan di tengah rimbun pepohonan Desa Prangat Baru, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara.
Di kawasan itu terhampar sebuah perkebunan kopi yang tak biasa. Di sanalah Kampung Kopi Luwak, sebuah destinasi agrowisata yang memadukan kenikmatan kopi dengan proses alami, lahir dan berkembang.
Kisah Kampung Kopi Luwak bermula dari empat pohon kopi yang dibawa oleh seorang transmigran asal Lamongan pada tahun 1986. Ahmad Hassim Albarkati, seorang pengelola Kampung Kopi Luwak, mengenang kisah sang ayah bernama Rindoni, Ketua Kelompok Tani Kapak Prabu, yang memulai semuanya.
"Awalnya hanya empat pohon kopi, dibawa oleh teman ayah dari Jawa," kata Hassim mengenang.
Perlahan namun pasti, pohon-pohon kopi itu tumbuh dan berbuah. Kopi liberika yang dipanen awalnya hanya untuk konsumsi keluarga. Tahun 2000-an, Rindani sekeluarga lantas mulai jarang membeli kopi di luar. Mereka mengonsumsi kopi hasil panen sendiri.
Titik balik terjadi pada tahun 2012. Seorang pengunjung yang mencicipi kopi mereka menyadari cita rasa unik yang berbeda. "Katanya kopinya enak, beda. Ternyata setelah ditanya ke ayah, kopi ini memang hasil kebun sendiri," ujar Hassim.
Keunikan rasa kopi tersebut ternyata berasal dari proses alami yang melibatkan luwak. Hewan nokturnal itu memakan buah kopi berjenis liberika, dan biji kopi yang keluar bersama kotorannya memiliki cita rasa khas.
"Dulu kami tidak tahu kalau kopi luwak itu berharga. Setelah ada pengunjung yang memberi tahu, barulah kami sadar," kata Hassim menjelaskan.
Sejak saat itu, kopi luwak menjadi primadona. "Orang-orang malah lebih senang kopi luwak," kata Hassim.
Kopi luwak di Kampung Kopi Luwak berbeda dengan kopi luwak pada umumnya. Di sini prosesnya diolah secara organik. Hewan luwak yang liar memilih buah kopi sendiri di kebun. Mereka mengumpulkan biji kopi dari kotoran yang ada di bawah pohon.
Keberadaan Kampung Kopi Luwak menarik perhatian Bupati Kutai Kartanegara Edi Damansyah pada tahun 2019. Saat itu, Bupati sedang meresmikan lahan di desa tersebut dan beristirahat di kebun kopi milik keluarga Hassim. Terkesan dengan cita rasa kopi yang disajikan, Bupati mendorong pembentukan kelompok tani.
Dengan dukungan Pertamina Hulu Kalimantan Timur melalui program corporate social responsibility (CSR), kelompok tani pun dibentuk. "Kami berdiskusi, nama apa yang bagus? Kampung Kopi Luwak. Sepertinya hanya ada satu di Indonesia," cerita Hassim.
Kampung Kopi Luwak pun berkembang pesat. Pada tahun 2021, mereka meraih penghargaan Proper Emas dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
"Kami mendapat penghargaan karena dinilai berhasil memberdayakan masyarakat dan menjaga kelestarian lingkungan," ungkap Hassim dengan bangga.
Reputasi Kampung Kopi Luwak semakin menanjak. Wisatawan dari berbagai daerah, bahkan mancanegara, berdatangan untuk menikmati kopi luwak dan merasakan suasana pedesaan yang asri.
"Sudah ada pengunjung dari turis internasional, termasuk Brasil, Spanyol, dan Belanda," ujar Hassim.
Kampung Kopi Luwak juga menjadi tujuan studi banding dan kunjungan dari berbagai instansi. "Banyak yang datang untuk belajar tentang budidaya kopi liberika dan proses alami kopi luwak," kata Hassim.
Keandalan Kampung Kopi Luwak terletak pada tiga hal, di antaranya jenis kopi liberika, proses alami dengan luwak liar, dan suasana pedesaan yang alami.
"Kopi liberika di Kalimantan Timur hanya ada di sini. Rasanya unik, perpaduan antara robusta dan arabika," kata Hassim.
Kolaborasi dengan Pertamina
Siapa sangka, di balik secangkir kopi luwak yang nikmat, tersimpan kisah inspiratif tentang pemberdayaan masyarakat dan pelestarian lingkungan.
Berkat kolaborasi PT Pertamina Hulu Kalimantan Timur (PHKT) dengan kelompok petani kopi Kapak Prabu, kampung ini menjelma menjadi destinasi wisata edukasi yang menarik.
Tidak hanya menawarkan cita rasa kopi luwak yang autentik, Kampung Kopi Luwak juga memberikan edukasi tentang proses budidaya kopi liberika yang ramah lingkungan dan konservasi luwak.
"Dulu, luwak dianggap hama. Sekarang, masyarakat sadar bahwa luwak berperan penting dalam menghasilkan kopi luwak yang bernilai ekonomi tinggi," ungkap Dony Indrawan, Manager Communication Relations & CID Pertamina Hulu Indonesia.
Perubahan paradigma itu berdampak positif pada peningkatan jumlah wisatawan. Rindoni, Ketua Kelompok Tani Kapak Prabu, mengungkapkan bahwa kunjungan wisatawan domestik dan mancanegara melonjak lebih dari 200 persen sejak kampung mereka dikembangkan menjadi eduwisata.
Dampak positif juga dirasakan dari sisi ekonomi. Pendapatan anggota kelompok tani meningkat signifikan, dari Rp3.285.294 per bulan di tahun 2022 menjadi Rp4.788.323 per bulan.
"Kami menjual berbagai jenis kopi liberika, mulai dari honey, luwak liar process, wine, hingga natural process. Omset penjualan mencapai Rp72 juta per tahun," jelas Rindoni.
Keberhasilan Kampung Kopi Luwak tidak membuat mereka berpuas diri. Rencana ke depan, mereka akan membangun sistem pengolahan kopi komunal terpadu dengan mengadopsi sistem pencatatan dari bank sampah.
"Sistem ini bertujuan untuk menjaga kualitas biji kopi liberika. Semua proses pengolahan, mulai dari cherry hingga green bean, dilakukan di rumah kopi Kampung Kopi Luwak," tambah Rindoni.
Kisah sukses Kampung Kopi Luwak menjadi bukti nyata bahwa kolaborasi antara perusahaan dan masyarakat dapat menciptakan kemandirian ekonomi, melestarikan lingkungan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Jadi wisata edukasi
Kopi liberika memang cocok ditanam di Kalimantan Timur yang memiliki dataran rendah. Dahulu, kopi liberika hanya untuk konsumsi lokal. Namun, Rindoni melihat peluang besar di tengah menjamurnya generasi penikmat kopi baru.
"Kopi luwak dari sini lain daripada yang lain," ujar Rindoni bangga.
Kopi luwak Prangat Baru memiliki aroma buah yang kuat dan rasa yang unik. Rasa woody, manis tipis, dan fruity bercampur menjadi satu.
Sensasi rasa yang "clean" setelah diteguk meninggalkan kesan yang mendalam, membuat ingin menyeruput lagi dan lagi.
Tak heran, kopi luwak Prangat Baru dibanderol dengan harga fantastis, Rp4,5 juta per kilogram.
Rindoni bertekad menjadikan kopi luwak Prangat Baru sebagai merek andalan Kalimantan Timur.
Ia optimistis kualitas kopi luwak Prangat Baru mampu bersaing dengan kopi luwak dari daerah lain.
Pj Gubernur Kaltim Akmal Malik sempat singgah di lokasi yang berada pada titik KM 60 jalan poros Samarinda-Bontang itu, menyeruput kopi, dan berbincang tentang potensi ekonomi yang terpendam.
"Rasanya belum ada desa yang memanfaatkan jalan raya ini. Padahal potensinya besar sekali," kata Akmal Malik, sembari melihat geliat lalu lintas di jalur penghubung antar-kabupaten tersebut.
Sebuah rest area representatif dengan UMKM lokal berjajar menawarkan produk unggulan, menjadi persinggahan yang nyaman bagi para pelintas. Itulah mimpi yang ingin diwujudkan di Kampung Kopi Luwak.
Kepala Desa Perangat Baru Fitriati mengungkapkan rest area sudah tersedia, namun masih perlu penataan lanjut. Akmal Malik pun sigap, meminta BBPJN meratakan lahan dan menyerukan gotong royong mewujudkan mimpi tersebut.
Tak hanya infrastruktur, Akmal juga mendorong pemasaran produk lokal, terutama kopi liberika unggulan Kampung Kopi Luwak.
"Pasang informasi di selasar bandara. Taruh di bandara karena hampir semua orang minum kopi," katanya.
Upaya pengembangan
Inisiatif warga mengembangkan perkebunan kopi luwak dan mendirikan Kampung Kopi Luwak sebagai destinasi wisata mendapat sambutan hangat dari anggota DPRD Kutai Kartanegara, Safruddin.
Anggota Komisi I DPRD Kukar ini menyatakan dukungan penuh terhadap para pelaku usaha kopi luwak di wilayah tersebut.
Tergantung dari apa yang mereka butuhkan, DPRD Kaltim akan memperjuangkan aspirasi tersebut.
Kampung Kopi Luwak dapat mendongkrak perekonomian lokal. Kualitas kopi luwak yang sudah dikenal luas menjadi modal kuat untuk menarik wisatawan dan meningkatkan pendapatan masyarakat.
Safruddin mengatakan, dengan pengembangan yang maksimal, kopi luwak dapat menjadi andalan dalam mendongkrak perekonomian Marang Kayu.
Kampung Kopi Luwak ini adalah contoh sukses pemberdayaan potensi desa. Dengan dukungan yang tepat, DPRD Kukar yakin wilayah ini bisa menjadi ikon pariwisata dan produk unggulan dari Marang Kayu.
Kini, Kampung Kopi Luwak telah menjadi destinasi agrowisata andalan Kabupaten Kutai Kartanegara.
Upaya pemberdayaan dari Kampung Kopi Luwak ini telah terekspos hingga mancanegara, bahkan dikunjungi oleh Menteri Desa.
Kampung Kopi Luwak bisa memberdayakan masyarakat dan mengharumkan nama daerah.
Dengan luas lahan mencapai delapan hektare, Kampung Kopi Luwak terus berinovasi. Selain kopi luwak, mereka juga mengembangkan produk olahan kopi lainnya dan menyediakan fasilitas penunjang pariwisata.
Kampung Kopi Luwak bertekad untuk terus bertumbuh dan memberikan manfaat yang lebih luas bagi masyarakat sekitar.
Editor: Sapto Heru Purnomojoyo
Copyright © ANTARA 2025