Keterangan Tak Sesuai BAP, Saksi Korupsi Basarnas: Penyidik Buru-buru Pulang Karena Ditelepon Istri
Saksi korupsi truk Basarnas mengatakan penyidik membikin BAP buru-buru karena mau pulang setelah ditelepon istri. Keterangan tak sesuai BAP.
TEMPO.CO, Jakarta - Analis Kepegawaian Ahli Madya Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (), Kundori, dicecar majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi karena memberikan keterangan yang berbeda dengan yang tertera di Berita Acara Pemeriksaan (BPA) saat hadir sebagai saksi dalam persidangan kasus korupsi pengadaan truk Basarnas tahun anggaran 2014.
Di persidangan, hakim anggota Alfis Setyawan mengonfirmasi keterangan Kundori sesuai BAP mengenai uang yang diberikan penyedia jasa kepada Basarnas sebagai ucapan terima kasih karena menang lelang.
“Saudara menjelaskan di sini (BAP) bahwa setiap rekanan yang ditetapkan sebagai pemenang lelang, rekanan itu memberikan jatah berupa uang sebagai ucapan terima kasih. Itu benar?” tanya hakim kepada Kundori di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 16 Januari 2025.
Kundori pun membantahnya dan mengaku tidak tahu-menahu soal adanya pemberian uang. Dia mengatakan sudah mengubah keterangan itu pada 6 Juli 2023. Namun hal ini membuat hakim merasa bingung karena keterangan yang dibacakan sudah tertanggal 6 Juli 2023 dan sudah diparaf oleh Kundori di setiap halaman.
Kundori kemudian berdalih bahwa keterangan itu mungkin belum diganti karena penyidik ingin cepat pulang. “Saya masih ingat penyidiknya mendapat telepon dari istrinya, dan buru-buru pulang, waktu itu sudah jam 7 malam,” kata dia. Namun menurut hakim, alasan tersebut tidak bisa diterima, lantaran semua orang yang diperiksa pasti diberikan kesempatan untuk membaca BAP sebelum menandatanganinya.
Selain itu, Kundori juga mengeklaim pada saat itu penyidik menginginkan Konduri memberikan jawaban yang sesuai dengan keinginan mereka. Menurut Konduri, penyidik mengatakan semua teman-temannya di Basarnas mengetahui adanya pemberian uang tersebut, sehingga tidak mungkin dia sendiri tidak mengetahuinya. Hakim pun meresponsnya dengan meminta jaksa penuntut umum untuk mendalami keterangan Kundori.
Adapun dalam kasus korupsi ini, jaksa penuntut umum mendakwa Anjar Sulistiyono selaku Kepala Sub Direktorat Pengawakan & Perbekalan Direktorat Sarana dan Prasarana Basarnas dan pejabat pembuat komitmen; eks Sekretaris Utama Badan SAR Nasional (Sestama Basarnas) Max Ruland Boseke; dan William Widarta selaku Direktur CV Delima Mandiri sekaligus penerima manfaat PT Trijaya Abadi Prima. Jaksa mengatakan Max Ruland dan Anjar Sulistiyono mengatur William Widarta sebagai pemenang lelang proyek Pengadaan Truk Pengangkut Personel dan Rescue Carrier Vehicle di untuk tahun anggaran 2014.
Harga penawaran proyek itu di-mark-up atau dilebihkan sebesar 15 persen. Rinciannya, 10 persen untuk dana komando dan 5 persen untuk keuntungan perusahaan.
Jaksa penuntut umum, Richard Marpaung, mengatakan Max Ruland Boseke bersama-sama dengan William Widarta dan Anjar Sulistiyono pada Maret 2013 sampai 2014 telah melakukan perbuatan melawan hukum. “Yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp 20.444.580.000 (Rp 20,4 miliar)," ujar Richard di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis, 14 November 2024.