KKI: Konsumen harapkan pelabelan BPA galon air minum dipercepat

Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) menyatakan mayoritas konsumen di kota besar seperti Jakarta, Medan dan Bali, ...

KKI: Konsumen harapkan pelabelan BPA galon air minum dipercepat
Namun setelah mendapatkan informasi terkait hal tersebut, mayoritas responden (96 persen) mendesak pelabelan segera diterapkan tanpa menunggu masa tenggang (grace period) 4 tahun

Jakarta (ANTARA) - Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) menyatakan mayoritas konsumen di kota besar seperti Jakarta, Medan dan Bali, menginginkan pemerintah mempercepat implementasi pelabelan risiko senyawa kimia berbahaya Bisfenol A (BPA) pada galon air minum guna ulang.

Ketua KKI, lembaga advokasi hak-hak konsumen, David M.L. Tobing memaparkan survei KKI mendapati 43,4 persen dari responden tidak mengetahui adanya peraturan pelabelan peringatan BPA yang telah ditetapkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

"Namun setelah mendapatkan informasi terkait hal tersebut, mayoritas responden (96 persen) mendesak pelabelan segera diterapkan tanpa menunggu masa tenggang (grace period) 4 tahun, " katanya dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.

Temuan tersebut, menurut dia, perlu disikapi serius oleh berbagai pihak, utamanya pemerintah dan pelaku usaha industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK).

"Mewakili suara konsumen, kami mendesak pemerintah mempercepat implementasi pelabelan BPA. Tak perlu menunggu sampai 2028," katanya.

BPA , lanjutnya, adalah ancaman nyata bagi kesehatan publik dan pelabelan merupakan bentuk transparansi sekaligus pendidikan terbaik untuk konsumen.

Pada April 2024, BPOM resmi mengharuskan industri AMDK memasang label peringatan risiko BPA pada semua galon polikarbonat, galon dari jenis plastik keras yang paling jamak di pasaran, selambat-lambatnya April 2028.

Regulasi itu menyusul temuan lapangan BPOM selama dua tahun berturut-turut yang menunjukkan kontaminasi BPA pada galon bermerek di sejumlah provinsi, termasuk Jakarta, Bandung dan Medan, telah melewati ambang batas berbahaya.

Menurut David, riset KKI awalnya dipicu oleh fenomena maraknya perdebatan di media massa dan media sosial terkait risiko BPA pada kesehatan publik.

Dikatakannya KKI menyayangkan munculnya banjir opini yang seolah ingin mengesankan tak ada yang perlu dicemaskan dari paparan BPA yang bersumber dari plastik kemasan pangan, termasuk galon air minum bermerek.

Padahal, lanjutnya, ada ratusan penelitian ilmiah kredibel seputar risiko kesehatan dari paparan BPA terhadap tubuh manusia. Riset di berbagai negara menunjukkan paparan BPA pada tubuh berkorelasi dengan gangguan sistem reproduksi, penyakit kadiovaskular, penyakit kanker, penyakit ginjal, dan gangguan tumbuh kembang pada anak.

Sementara itu, otoritas keamanan pangan di berbagai negara juga telah mengeluarkan beragam kebijakan untuk mencegah risiko paparan BPA pada kesehatan konsumen, terbaru yakni kebijakan Uni Eropa yang melarang total penggunaan BPA sebagai zat kontak pangan per 1 Januari 2025.

Pada kesempatan itu KKI juga meminta pemerintah menggencarkan edukasi publik terkait risiko BPA pada galon polikarbonat guna meningkatkan transparansi dan perlindungan konsumen.

Survei KKI kurun Oktober-Desember 2024 melibatkan 495 responden dari lima kota besar, yakni Jakarta, Medan, Bali, Banjarmasin, dan Manado. Survei dibarengi dengan investigasi lapangan atas 31 objek usaha, termasuk agen distributor, truk pengangkutan, rumah tangga dan depot isi ulang.

"Kami berharap hasil survei dan investigasi ini dapat memberikan pandangan yang lebih jelas kepada publik mengenai urgensi penanganan persoalan BPA dalam kemasan galon guna ulang," kata David.

Baca juga:

Baca juga:

Pewarta: Subagyo
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2025