Tradisi berburu bandeng Imlek, simbol hormonis budaya China - Betawi

Selama puluhan tahun, warga Jakarta keturunan Tionghoa bernama Ekawati menjalankan rutinitas berburu ikan bandeng pada ...

Tradisi berburu bandeng Imlek, simbol hormonis budaya China - Betawi

Jakarta (ANTARA) - Selama puluhan tahun, warga Jakarta keturunan Tionghoa bernama Ekawati menjalankan rutinitas berburu ikan bandeng pada Tahun Baru Imlek.

Tahun ini, perempuan berusia 70-an tahun itu membawa pulang sekitar 15 kilogram ikan bandeng yang dibeli dari pasar ikan di Rawa Belong, Jakarta Barat.

Eka biasanya mengolah ikan bandeng menjadi pindang atau pepes untuk disantap bersama keluarga, digunakan saat sembahyang, dibawa ke makam, atau dihidangkan kepada tamu."Ini menjadi tradisi yang sudah diturunkan dari orang tua, yaitu setiap Imlek harus menyajikan tiga jenis daging, yakni ayam, daging babi, dan ikan bandeng," ujarnya saat ditemui pada Senin (27/1).Berburu ikan bandeng saat Imlek tidak hanya dilakukan masyarakat Tionghoa saja. Aktivitas itu telah menjadi bagian dari tradisi warga Betawi, suku asli Jakarta.Dalam tradisi masyarakat Betawi, olahan bandeng biasanya menjadi hantaran untuk anggota keluarga, tetangga, atau buah tangan pemberian menantu kepada keluarga mertua."Kalau di keluarga kami, bandengnya akan dipakai untuk pengajian saat bulan 'Ruwah' sebelum masuk bulan Ramadan," kata Fatma yang saat ditemui telah membeli beberapa potong ikan berukuran sedang.


Ekawati dan Fatma berburu ikan bandeng di sepanjang Jalan Sulaiman, Rawa Belong, Jakarta Barat, yang sudah puluhan tahun menjadi pusat penjualan ikan saat Imlek. Pasar sementara ini hanya muncul sepekan sebelum Imlek dan hanya menjual satu jenis ikan, yakni bandeng. ANTARA/Xinhua

Sekretaris Jenderal Perhimpunan Indonesia Tionghoa (INTI) Candra Jap mengatakan tradisi makan ikan bandeng saat Imlek ini umumnya hanya ditemui di komunitas Tionghoa di Jakarta dan sekitarnya.

Kebiasaan itu mendapat pengaruh dari tradisi "nganter bandeng" masyarakat Betawi, yakni tradisi menjadikan ikan bandeng sebagai hantaran calon menantu kepada calon mertuanya.

Evi, salah satu pedagang yang telah berjualan selama belasan tahun, mengaku bisa menjual hingga 300 kilogram ikan dalam sehari saat kondisi ramai.

"Rata-rata pembeli adalah ibu rumah tangga yang membeli beberapa ekor, tetapi ada juga dari perusahaan yang bisa membeli sampai puluhan kilogram," kata Evi.

Ikan bandeng juga kaya filosofi kehidupan, terutama karena pelafalan kata "ikan" dalam Bahasa Mandarin adalah "yu", menyerupai kata "yu" yang berarti surplus atau berkelimpahan. Selain itu, duri pada ikan bandeng, yang sangat banyak sehingga harus dimakan dengan hati-hati, mengandung filosofi bahwa kehidupan tidak perlu terburu-buru."Tradisi ini jelas menjadi bukti bahwa (masyarakat) Tionghoa dan Betawi sudah sejak lama hidup berdampingan dan saling memengaruhi baik dari aspek budaya, kesenian, hingga kuliner," ujarnya.

ANTARA/Xinhua


Selain Evi, setidaknya ada lebih dari 30 pedagang ikan bandeng segar tahun ini di Rawa Belong, lebih ramai dari tahun-tahun sebelumnya karena pemerintah setempat mempromosikan kembali tradisi ini melalui "Festival Bandeng Rawa Belong" yang berlangsung pada 27-28 Januari 2025.Penjabat Gubernur DKI Jakarta Teguh Setyabudi mengatakan festival ini bertujuan melestarikan tradisi sekaligus mengembangkan ekonomi lokal dengan mengikutsertakan sejumlah Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)."Tradisi ini menjadi cerminan kebersamaan dan penghormatan terhadap budaya yang penuh makna," katanya dalam sebuah acara yang digelar pada Selasa (28/1) pagi. Selesai

Pewarta: Xinhua
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2025