5 Fakta Perdagangan Karbon Luar Negeri Indonesia yang Diluncurkan 20 Januari

Bursa Karbon Indonesia akan meluncurkan perdagangan karbon luar negeri perdana pada Senin (20/1).

5 Fakta Perdagangan Karbon Luar Negeri Indonesia yang Diluncurkan 20 Januari

Bursa Karbon Indonesia akan meluncurkan perdagangan karbon luar negeri perdana pada Senin (20/1). Ini merupakan pertama kalinya Bursa Karbon Indonesia menawarkan transaksi ke pihak asing sejak diresmikan 18 September 2023.

Transaksi Bursa Karbon Indonesia untuk asing tersebut sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) 98 Tahun 2021 dan Permen (Peraturan Menteri) Lingkungan Hidup Dan Kehutanan (LHK) Nomor 21 Tahun 2022, yang disebutkan tentang mekanisme otorisasi dari Menteri untuk carbon credit yang dapat diperdagangkan ke pihak asing.

Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq menyatakan Indonesia siap menyelenggarakan perdagangan karbon luar negeri.

"Perdagangan karbon tersebut akan diselenggarakan secara  transparan dan kredibel demi mencapai pembangunan global yang berkelanjutan, " kata Hanif dikutip dari Antara, Jumat (17/1).Berikut sejumlah fakta perdagangan karbon luar negeri yang akan diluncurkan pekan depan:

1. Mekanisme

Mekanisme perdagangan karbon akan dikelola oleh Sistem Registrasi Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN-PPI). SRN PPI bertujuan untuk memastikan setiap tahapan perdagangan karbon tercatat secara jelas dan transparan.

Sistem tersebut kemudian akan menerbitkan Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE GRK). Sertifikat ini menunjukkan bahwa suatu proyek telah berhasil mengurangi emisi gas rumah kaca melalui proses yang telah terverifikasi, yaitu pengukuran, pelaporan, dan verifikasi (MRV).

Setiap sertifikat yang diterbitkan akan dicatat di SRN PPI dan dapat diakses oleh publik, sehingga diharapkan dapat menciptakan pasar karbon yang transparan. Sebagai bagian dari inisiatif tersebut, Bursa Karbon yang dikelola oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan mencatat transaksi karbon, baik di pasar domestik maupun internasional. Setiap transaksi karbon yang terjadi di pasar karbon akan tercatat dan dipantau di dalam SRN PPI. 

2. Enam unit karbon siap diperdagangkan

Terdapat enam unit karbon yang siap diperdagangkan secara internasional. Sebanyak tiga karbon tersebut merupakan proyek baru di Bursa Karbon.

Pertama adalah Pembangkit Listrik Baru Berbahan Bakar Gas Bumi (PLTGU) Priok Block 4  milik PT PLN Indonesia Power. Proyek ini mencatatkan unit karbon sebesar 763.653 tCO2e.

Kedua yaitu PLTGU Grati Block 2 milik PT PLN Indonesia Power yang mencatatkan unit karbon sebesar 407.390 tCO2e. Selanjutnya adalah PLTG Muara Tawar Block 2 Proyek yang dikelola oleh PT PLN Nusantara Power dan mencatatkan unit karbon sebesar 30.000 tCO2e.

Sementara tiga proyek lainnya adalahLahendong Unit 5 & Unit 6 milik PT Pertamina Geothermal Energy Tbk, PLTGU Blok 3 PJB Muara Karang, dan Pembangkit Listrik Tenaga Air Minihidro (PLTM) Gunung Wugul.

3. Sempat Terkendala Pasal Perjanjian Paris

Menurut Hanif, perdagangan karbon telah dinantikan berbagai negara. Namun, pelaksanaannya cenderung lambat lantaran terkendala peraturan pada Pasal 6 Perjanjian Paris yang baru dinyatakan operasionalnya saat Conference of the Parties (COP) 29.

Pasal tersebut mengatur prosedur dan metode akuntansi, pelaporan, dan review bagi kerja sama internasional yang akan terjadi transfer unit reduksi emisi karbon sebagai hasil aksi mitigasi. Pasal tersebut juga menetapkan mekanisme serta aturan main perdagangan karbon secara internasional di bawah UNFCCC. 

"Memang kami menunggu akselerasi itu, di dalam perdagangan karbon ini perlu otorisasi, perlu kemudian diakui oleh negara, baru kemudian kami lakukan," kata Hanif.

4. Perdagangan karbon dalam negeri masih sepi

Transaksi Bursa Karbon Indonesia dinilai sepi. Sepanjang 2024, total nilai karbon yang diperdagangkan mencapai Rp19,72 miliar. Nilai tersebut lebih rendah daripada 2023 yang menembus Rp30,90 miliar.

Volume karbon yang ditransaksikan pada periode 12 bulan 2024 bertengger di 412.186 ton CO2 ekuivalen, kembali turun dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 494.254 ton CO2 ekuivalen. Jika diakumulasi, maka total karbon yang diperdagangkan sejak September 2023 sampai akhir 2024 berjumlah 906.440 ton CO2 ekuivalen dengan nilai total Rp50,62 miliar.Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa, Irvan Susandy, mengatakan salah satu faktor keberhasilan bursa karbon di beberapa negara adalah adanya pajak karbon.

Menurut dia, aktivitas pajak bursa karbon akan naik apabila pajak karbon ditetapkan dan nilainya lebih tinggi daripada harga jual beli karbon di pasar.

“Jadi, salah satu yang kami harapkan adalah adanya carbon tax agar bursa karbonnya ramai,” kata Irvan kepada wartawan di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta, Kamis (19/9).

5. Pangsa pasar 

Sementara itu, Kiwoom Sekuritas Indonesia memprediksi beberapa negara industri penghasil emisi karbon tinggi berpotensi menjadi pembeli utama karbon yang diperdagangkan di Bursa Karbon Indonesia atau IDXCarbon.

Head of Marketing, Strategy and Planning Kiwoom Sekuritas Indonesia, Oktavianus Audi Kasmarandana, mengatakan negara-negara industri yang menghasilkan emisi karbon tinggi, seperti Amerika Serikat (AS), akan menjadi pelanggan dari perdagangan karbon di Indonesia. 

"Selain itu, perusahaan dari Uni Eropa, Jepang, hingga Tiongkok menjadi potensi pembeli terbesar untuk kredit karbon di IDX," ujar Oktavianus ketika dikonfirmasi Katadata.co.id, Rabu (15/1).

Oktavianus mengatakan, kendala bursa karbon Indonesia saat ini adalah minimnya likuiditas di pasar, sehingga pelepasan unit karbon kepada investor asing diharapkan dapat mendorong likuiditas dan aktivitas bursa karbon. Daya tarik bursa karbon Indonesia akan lebih tinggi untuk investor asing bilamana regulator memberikan program insentif dan inovasi produk.