Kasus Sertifikat KPR Bermasalah Bisa Berdampak pada Program 3 Juta Rumah Prabowo

Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait, mengatakan telah berdiskusi dengan para pengembang dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait perbaikan sistem.

Kasus Sertifikat KPR Bermasalah Bisa Berdampak pada Program 3 Juta Rumah Prabowo

Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait, mengatakan telah berdiskusi dengan para pengembang dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait perbaikan sistem. Hal ini dilakukan untuk mencegah adanya persoalan dalam kepemilikan sertifikat dalam program 3 juta rumah yang tengah disiapkan pemerintah. 

Ia juga telah menyampaikan arahan Prabowo bahwa tujuan akhir dari program KPR 3 juta rumah adalah membuat masyarakat merasa puas. Selain itu, Maruarar menegaskan Tapera dan bank penyalur tidak boleh bekerja sama dengan pengembang yang tidak bertanggung jawab.

“Saya sudah rapat dengan developer dan juga dengan BPKP. Sudah saya sampaikan pesan Presiden. Di ujungnya itu rakyat harus happy,” kata Maruarar kepada wartawan di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (9/2). 

Presiden Prabowo Subianto sebelumnya optimistis target pembangunan 3 juta rumah per tahun selama masa pemerintahannya. Program ambisius ini dapat merupakan kelanjutan Program Sejuta Rumah (PSR) yang diinisiasi presiden sebelumnya, Joko Widodo. Namun, Prabowo mengerek targetnya hingga tiga kali lipat.

Program ini menghadapi tantangan berkaitan dengan sertifikasi kepemilikan rumah. Sebelumnya, PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) mengungkapkan sebanyak 120 ribu unit rumah dengan skema kredit pemilikan rumah (KPR) masih bermasalah akibat sertifikat yang belum terselesaikan. Kondisi ini berdampak pada saldo pokok pinjaman dengan nilai mencapai Rp 3,3 triliun dari 38.144 debitur.

Menghadapi situasi ini, Maruarar optimistis, program Prabowo tidak akan terganggu. Ia mengatakan sejak awal pemerintahan Prabowo yakni  pada periode 20 Oktober 2024 hingga 5 Februari 2025, realisasi penyaluran KPR subsidi mencapai 93.484 unit. 

Dari jumlah tersebut, sebanyak 54.145 unit masih dalam proses pembangunan hingga tahap akad kredit. Sementara 39.399 unit telah disalurkan melalui skema KPR FLPP dan akad Tapera.  

Secara rinci, dari total 54.145 unit yang masih dalam proses, sebanyak 10.232 unit sedang dalam tahap pembangunan. Selanjutnya sebanyak 11.783 unit merupakan stok rumah siap huni. Sebanyak 23.419 unit telah mendapatkan persetujuan kredit, dan 8.717 unit telah memasuki tahap akad kredit.

Sementara itu, Direktur Utama BTN, Nixon Napitupulu, mengakui bahwa masalah pengembang nakal memang nyata. Ia menyebut banyak nasabah KPR yang sudah melunasi cicilan selama 15 bahkan hingga 20 tahun, tetapi sertifikat mereka masih bermasalah.  

Menurut Nixon, pengembang nakal biasanya tidak menyelesaikan pembangunan rumah atau memberikan sertifikat dengan status negatif. Saat ini, BTN bersama Menteri BUMN Erick Thohir tengah berupaya menertibkan developer nakal. Ia juga berharap dukungan dari berbagai pihak agar masyarakat yang menjadi korban bisa mendapatkan sertifikat dengan status yang benar.

Penyebab 120 sertifikat rumah BTN bermasalah

Sebelumnya Sekretaris Perusahaan BTN, Ramon Armando, membenarkan bahwa 120 ribu KPR dengan sertifikat bermasalah itu adalah nasabah bank pelat merah itu. Meski begitu, Ramon menyebut masalah sertifikat itu merupakan situasi pada 2018.  

Menurut Ramon, munculnya kasus 120 ribu sertifikat rumah BTN bermasalah itu timbul disebabkan beberapa kondisi. Salah satu persoalan yang disorot Ramon adalah adanya kendala dari pengembang yang disebabkan sertifikat dalam proses hukum hingga perusahaan developer bubar atau pailit. 

Masalah lain menurut dia berkaitan dengan adanya notaris tidak bertanggung jawab dalam penyelesaian sertifikat. Ada juga persoalan sertifikat hilang atau berada di bank lain dan persoalan penjualan di bawah tangan.  

“Atas persoalan tersebut, Perseroan telah melakukan langkah penyelesaian termasuk perbaikan proses bisnis, sehingga jumlah sertifikat bermasalah posisi 31 Desember 2024 sebanyak 38.144 debitur,” ujar Ramon dalam penjelasan resmi kepada Bursa Efek Indonesia, seperti dikutip Kamis (6/2). 

Lebih lanjut, Ramon mengatakan BBTN selanjutnya berkomitmen menyelesaikan sertifikat yang bermasalah tersebut dalam tiga tahun ke depan hingga 2028. Pada tahun ini perusahaan menargetkan bisa menuntaskan sebanyak 15 ribu sertifikat. Selanjutnya pada 2026 perusahaan membidik penuntasan 13 ribu sertifikat bermasalah, lalu 7 ribu pada 2027.   

“Tahun 2028, akan diselesaikan seluruhnya sehingga posisi menjadi nihil,” ujar Ramon.  

 Ramon mengatakan, BTN telah membentuk divisi operasional kredit yang bertugas untuk selalu menjaga dan memastikan legalitas pemberian kredit. Hal ini dilakukan agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan dan pemberian kredit bisa terpenuhi dan terselesaikan sesuai dengan ketentuan perseroan dan peraturan perundang-undangan. 

BTN menurut Ramon juga telah mengambil berbagai langkah mitigasi untuk mengatasi risiko yang timbul akibat permasalahan sertifikat KPR. Upaya yang dilakukan mencakup pembentukan satuan tugas khusus guna menangani developer dan notaris bermasalah, serta menjalin kerja sama dengan Kementerian ATR/BPN melalui nota kesepahaman (MoU) untuk mempercepat penyelesaian sertifikat.   

Selain itu, perseroan juga melakukan profiling terhadap permasalahan sertifikat berdasarkan kelompok developer. Selanjutnya manajemen menerapkan sistem rating—platinum, gold, silver, dan bronze—yang menilai kinerja developer berdasarkan volume penjualan, tingkat pinjaman bermasalah (NPL), dan kepatuhan dalam pengurusan sertifikat.