Menjaga produksi pangan dengan penuh kesungguhan
Menarik apa yang disampaikan Menteri Pertanian Amran Sulaiman belum lama ini. Tidak ada pangan, tidak ada kehidupan. ...
Tidak ada pangan, tidak ada kehidupan. Tanpa pangan, negara bisa bubar
Jakarta (ANTARA) - Menarik apa yang disampaikan Menteri Pertanian Amran Sulaiman belum lama ini. Tidak ada pangan, tidak ada kehidupan. Tanpa pangan, negara bisa bubar.
Itu sebabnya, sangat penting untuk menjaga ketahanan pangan dengan penuh kesungguhan. Pernyataan ini mengingatkan kembali pada betapa strategisnya peran pangan dalam menjaga stabilitas bangsa.
Pangan adalah kebutuhan dasar yang tidak bisa ditawar-tawar. Dalam sejarah, ketahanan pangan selalu menjadi faktor kunci dalam menjaga keutuhan sebuah negara.
Bangsa yang mampu memenuhi kebutuhan pangannya sendiri akan lebih kuat dan mandiri, sementara negara yang bergantung pada impor akan selalu berada dalam posisi rentan.
Maka swasembada pangan harus diwujudkan secepat-cepatnya, sesuai perintah Presiden Prabowo Subianto.
Tidak boleh ada penundaan, sebab ketahanan pangan adalah fondasi dari ketahanan nasional. Swasembada pangan bukan hanya persoalan ekonomi atau pertanian semata, tetapi juga menyangkut kedaulatan dan harga diri bangsa.
Secara substantif, apa yang disampaikan Mentan Amran tidak jauh berbeda dengan apa yang diingatkan Proklamator Bung Karno sekitar 73 tahun lalu di Kampus Universitas Indonesia, Baranangsiang, Bogor, Jawa Barat.
Saat itu, Bung Karno menegaskan bahwa urusan pangan menyangkut mati dan hidupnya suatu bangsa.
Matinya bangsa dan bubarnya negara, tidak boleh terjadi di negeri ini. Oleh karena itu, setiap pemerintahan yang berkuasa harus menjadikan ketahanan pangan sebagai prioritas utama.
Pangan bukan sekadar bahan konsumsi, tetapi juga elemen strategis yang menentukan keberlanjutan negara.
Itu sebabnya, menjadi sangat masuk akal jika salah satu program prioritas Presiden Prabowo dalam memimpin bangsa dan negara ini adalah mencapai swasembada pangan, energi, dan air.
Ketiga elemen ini saling berkaitan dan menjadi dasar bagi kemajuan suatu negara. Pangan yang cukup, energi yang mandiri, dan ketersediaan air yang terjaga akan menjadi jaminan bagi stabilitas nasional.
Khusus untuk swasembada pangan, hal ini dapat dipahami mengingat swasembada pangan merupakan syarat mutlak terwujudnya ketahanan, kemandirian, dan kedaulatan pangan.
Negara yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pangannya sendiri akan terus bergantung pada impor, yang pada gilirannya akan melemahkan daya saing dan ketahanan nasional.
Dari sekian banyak komoditas pangan, beras dianggap memiliki nilai tersendiri dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.
Beras diposisikan sebagai komoditas politis dan strategis. Tidak heran jika setiap kali harga beras naik atau stok beras menipis, keresahan di masyarakat langsung meningkat.
Beras merupakan sumber kehidupan sebagian besar warga bangsa, sekaligus juga menjadi sumber penghidupan masyarakat.
Jutaan petani menggantungkan hidupnya pada produksi beras. Oleh karena itu, kebijakan yang berkaitan dengan beras harus benar-benar matang dan berpihak kepada kepentingan nasional.
Dalam beberapa tahun terakhir, terlebih setelah didera pandemi COVID-19, banyak bangsa dan negara di dunia yang dihantui oleh terjadinya krisis pangan dunia. Gangguan rantai pasok, perubahan iklim, dan ketidakpastian geopolitik semakin memperburuk situasi.
Badan Pangan Dunia (FAO) sering mengingatkan agar kita jangan pernah sekalipun bermain-main dengan kebijakan pangan. Sekali saja kita keliru, maka akan melahirkan bencana bagi generasi mendatang.
Ketahanan pangan tidak bisa dikelola dengan kebijakan yang reaktif atau sekadar solusi jangka pendek, melainkan harus berbasis pada perencanaan yang matang dan berkelanjutan.
Dalam dunia pangan, istilah swasembada pangan adalah lagu lama. Hebatnya, walaupun tergolong lagu lama, tetapi kalau kini diputar ulang, masih terdengar merdu.
Itu sebabnya, gagasan swasembada pangan kembali menjadi isu sentral yang tidak boleh lagi sekadar menjadi wacana, melainkan harus segera diwujudkan.
Dalam Kampanye Pemilihan Presiden 2024, pasangan Prabowo-Gibran menyusun 17 program prioritas yang akan diimplementasikan bila diberi amanah rakyat untuk mengelola negara dan bangsa ini. Salah satu yang paling utama adalah swasembada pangan.
Program prioritas mencapai swasembada pangan dalam suasana kekinian lebih pas disebut sebagai "bahasa politik" ketimbang sebagai "bahasa pembangunan".
Namun, bahasa politik harus segera diterjemahkan ke dalam aksi nyata. Tidak cukup hanya dengan retorika, tetapi harus ada langkah konkret untuk meningkatkan produksi pangan secara signifikan.
Pangan memang bukan hanya beras. Jagung, kedelai, daging, gula, bawang, dan lain sebagainya merupakan sederet bahan pangan strategis yang nyata-nyata dibutuhkan dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Namun, beras tetap menjadi kunci utama dalam menjaga stabilitas pangan nasional.
Darurat Beras
Sejak akhir tahun 2023, bangsa ini dihadapkan pada suasana "darurat beras". Turunnya produksi beras yang dihasilkan para petani dalam negeri, naiknya harga beras di pasaran, serta fantastisnya angka impor beras yang direncanakan pemerintah.
Hal ini tentu saja membuat dunia perberasan secara nasional mengalami masalah yang rumit untuk dicarikan jalan keluarnya.
Dalam pandangan yang lebih luas, UU Pangan mengamanatkan agar Ketahanan, Kemandirian, dan Kedaulatan Pangan penting untuk diwujudkan.
Namun, jangan pernah dilupakan bahwa kondisi tersebut hanya bisa dicapai jika bangsa ini mampu terlebih dahulu mewujudkan swasembada pangan.
Cukup rasional mengapa Presiden Prabowo menjadikan swasembada pangan sebagai salah satu program prioritas dalam melakoni lima tahun pemerintahannya.
Presiden Prabowo tahu persis bahwa swasembada pangan merupakan syarat mutlak bagi ketahanan nasional. Oleh karena itu, tidak ada pilihan lain selain mewujudkannya.
Akhirnya, penting untuk diingat, kata kunci tercapainya swasembada pangan adalah menghasilkan pangan berlimpah yang dicapai melalui upaya menggenjot produksi setinggi-tingginya.
Produksi pangan yang cukup akan menjadi benteng utama dalam menjaga kedaulatan pangan.
Pemerintah sendiri telah memberi kehormatan dan tanggung jawab penuh kepada Kementerian Pertanian sebagai leading sector dalam upaya peningkatan produksi dan produktivitas pangan.
Tugas ini tidak ringan, tetapi harus dijalankan dengan kesungguhan dan strategi yang tepat.
Tanpa produksi yang berlimpah, swasembada hanya omon-omon saja. Tiga tahun ke depan bukan waktu yang lama.
Ini saatnya untuk bekerja keras, bukan hanya dalam bentuk kebijakan, tetapi juga dalam implementasi nyata di lapangan.
Tidak boleh ada keraguan, tidak boleh ada penundaan. Singsingkan lengan baju, langkahkan kaki, dan bersama-sama menuju swasembada pangan dengan penuh optimisme.
*) Penulis adalah Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat.
Baca juga:
Copyright © ANTARA 2025