PBHI Desak Kejaksaan Agung Usut Pemasang Pagar Laut di Tangerang
PBHI menilai pemasangan pagar laut di Tangerang itu punya kaitan dengan pulau reklamasi yang letaknya tak jauh dari pagar laut tersebut.
TEMPO.CO, Jakarta - Butuh waktu sekitar 40 menit menggunakan perahu nelayan bagi Julius Ibrani untuk sampai di yang membentang sepanjang 30 kilo meter di perairan Tangerang. Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indoensia itu berangkat dari Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang, Banten pada 13 Januari 2025.
Pagar laut dari bambu setinggi 6 meter tersebut tengah menjadi sorotan. Pasalnya sejumlah masyarakat khususnya nelayan mengaku kesulitan mencari ikan. Untuk menuju ke tengah laut, mereka harus memutar pagar dan memakan waktu 1,5 jam. Keluhan itu juga telah diterima oleh Ombudsman RI.
Julius mendesak agar pemerintah dan kementerian terkait mengusut siapa yang telah memasang pagar tersebut. “Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Kelautan dan Perikanan untuk bertindak tegas tanpa perlu melakukan upaya administratif sebab pemagaran ini jelas dilakukan secara ilegal,” ujar dia, Kamis, 16 Januari 2025.
Adanya pagar itu sudah dikeluhkan masyarakat sejak 2023 lalu. Namun belum ada tindakan tegas dari pemerintah saat itu. Pemerintah baru menyegelnya pada 9 Januari 2025.
Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Keluatan dan Perikanan Pung Nugroho Saksono mengatakan, pagar tersebut melintasi 16 desa dan dinyatakan tidak berizin. Tim Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten telah terjun melakukan pengecekan sejak 1 Oktober lalu. Hasilnya panjang pagar terus bertambah.
Ombudsman turut menerjunkan timnya untuk menyelidiki asal muasal pagar. Mereka menyebut ada potensi kerugian sekitar Rp 16 miliar dari pemasangan pagar laut itu. Kerugian timbul dari berbagai kesulitan yang dialami para nelayan, seperti harus menambah bahan bakar karena jarak yang ditempuh lebih panjang.
Julius menegaskan, pemasangan pagar laut itu selain melanggar hak asasi manusia, melanggar hukum juga bisa merugikan perekonomian negara. Ia meminta Jaksa Agung menindak orang yang melakukan pemasangan pagar tersebut.
Polemik kemudian muncul, ketika sekelompok masyarakat yang mengklaim sebagai Jaringan Rakyat Pantura (JRP) Kabupaten Tangerang mengaku pagar itu didirikan oleh warga setempat. Koordinator JRP Sandi Martapraja di Tangerang mengaku pagar itu dibangun untuk mencegah abrasi. Dan mengklaim bisa memudahkan masyarakat menangkap ikan dan budi daya kerang hijau.
Hal itu bertentangan dengan sejumlah laporan yang masuk ke Ombudsman yang menilai pagar itu justru menjadi penganggu masyarakat. “Tidak logis alasan yang disampaikan, apa iya hasil tangkapan meningkat, tangkapan nambah ada kerang? Kayaknya itu tidak mungkin,” ujar Kepala Perwakilan Ombudsman Provinsi Banten Fadli Afriadi, Rabu, 15 Januari 2025.
Julius mengatakan alasan pagar menghalau ombak tidak berdasar. Ia menduga pemasangan pagar itu berkorelasi dnegan adanya pembuatan pulau reklamasi yang berada tidak jauh dari posisi pagar tersebut.
“Di balik pagar ada pulau reklamasi yang sdang dibuat dan ada mesin eskavator, jadi bisa dilihat motif pemasangaan pagar seperti apa.” ujar dia.
Julius juga menunjukkan video yang memperlihatkan keberadaa pulau reklamasi yang tidak jauh dari posisinya dan berada di balik pagar. Saat ini baik ombudsman maupu KKP tengah menelusuri siapa yang telah membangun tersebut dan apa motifnya.
Pilihan Editor: