Anggota Komisi IX Sambut Ide Pendanaan Makan Bergizi Gratis Pakai Zakat: Kenapa Tidak?
Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto, menyambut baik gagasan zakat menjadi salah satu sumber pendanaan untuk program makan bergizi gratis.
TEMPO.CO, Jakarta -
Anggota Komisi IX RI, Edy Wuryanto,
menyambut baik gagasan pendanaan program atau MBG menggunakan
skema . Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) dari
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu berpandangan,
keinginan masyarakat untuk berkontribusi pada peningkatan
sumber daya manusia tidak boleh dibatasi.“Boleh. Why
not (kenapa tidak)?” kata Edy saat ditemui di bilangan
Melawai, Jakarta Selatan, pada Rabu, 15 Januari 2025.
Edy mengatakan, Komisi IX akan mendorong skema pendanaan Satuan
Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di berbagai daerah untuk
program MBG menggunakan berbagai sumber dana. Beberapa sumber
dana yang dimaksud ialah anggaran pendapatan dan belanja negara
(APBN), anggaran pendapatan dan belanja negara (APBD), dan Dana
Desa.
Bahkan, kata Edy, Komisi IX juga menyarankan adanya pendanaan
dari badan usaha milik negara (BUMN) melalui program Tanggung
Jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility
(CSR) masing-masing. “Zakat boleh,” kata dia.
Untuk pertanggungjawaban dana, Edy berujar nantinya Menteri
Keuangan Sri Mulyani bisa mengatur perihal teknisnya. Menurut
dia, itu hanya persoalan administrasi. “Tetapi niat luhur orang
ingin berkontribusi terhadap perbaikan mutu SDM tidak boleh
dibatasi,” ucapnya.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai usulan pendanaan program
MBG menggunakan skema zakat berpotensi menimbulkan masalah atau
perbedaan pendapat di kalangan umat Islam.
“Seandainya dana zakat yang ada diperuntukkan bagi mendukung
program makan siang bergizi anak-anak, maka tentu akan
menimbulkan masalah atau perbedaan pendapat,” ujar Wakil Ketua
Umum MUI Anwar Abbas ketika dihubungi pada Senin, 13 Januari
2025.
Anwar mengutip surah At-Taubah ayat 60 tentang penerima zakat.
Berdasarkan ayat tersebut, zakat hanya diperuntukkan bagi
sejumlah orang dengan kriteria tertentu, salah satunya
orang-orang miskin.
Menurut dia, bila dana zakat dialokasikan untuk memberi makan
siang gratis untuk anak-anak dari keluarga fakir dan miskin,
maka hal itu dinilai tidak akan menimbulkan perbedaan pendapat,
atau ikhtilaf dalam Islam.
Namun, kata Anwar, jika makan siang gratis yang didanai oleh
zakat diperuntukkan pula bagi anak-anak dari keluarga kaya,
maka akan mengundang perbedaan pendapat di kalangan umat
Islam.
“Hal demikian tentu tidak mustahil akan bisa menimbulkan
keresahan di tengah-tengah masyarakat,” ujar Ketua Pimpinan
Pusat (PP) Muhammadiyah itu.
Sebelumnya, ide pendanaan MBG dengan zakat datang dari Ketua
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan Najamuddin. Ia
mengusulkan pemerintah mencari alternatif pembiayaan program
MBG melalui skema zakat, infaq, dan sedekah (ZIS). Sebab,
anggaran dari negara masih belum menutupi total dana yang
dibutuhkan untuk program tersebut.
Sultan mengatakan, dana ZIS berpotensi memenuhi separuh dari
kebutuhan anggaran program MBG. Sehingga dengan keterbatasan
anggaran pemerintah untuk pembiayaan program MBG, partisipasi
dan dukungan pembiayaan dari masyarakat adalah cara yang perlu
dikaji secara serius.
“Tinggal bagaimana pemerintah mampu menyiapkan skema
pengumpulan dana hibah, zakat, infaq dan sedekah tersebut
dengan manajemen yang akuntabel dan transparan,” kata dia dalam
keterangan tertulisnya, Sabtu, 11 Januari 2025.
Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan atau Zulhas
sebelumnya sempat menyebutkan anggaran program MBG sebesar Rp
71 triliun yang tersedia saat ini hanya mencukupi hingga Juni
2025. Bahkan, dana tersebut belum mampu mencakup seluruh anak
sekolah di Indonesia.
“Sekarang Rp 71 triliun cukup sampai bulan Juni. Kalau tahun
depan mau semua dari Januari, maka perlu anggaran Rp 420
triliun,” kata Ketua Umum PAN itu pada Selasa, 7 Januari 2025.
Vedro Imanuel G dan Karunia
Putri berkontribusi dalam penulisan artikel ini.