Astacita ke-7 menuju penguatan sistem penegakan hukum
Salah satu untuk mewujudkan visi Bersama Indonesia Maju Menuju Indonesia Emas 2045 adalah memperkuat reformasi politik, ...
Semarang (ANTARA) - Salah satu untuk mewujudkan visi Bersama Indonesia Maju Menuju Indonesia Emas 2045 adalah memperkuat reformasi politik, hukum, dan birokrasi serta memperkuat pencegahan dan pemberantasan korupsi dan narkoba. Misi ini termaktub dalam Astacita ke-7 pemerintahan Presiden RI Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Penguatan reformasi sistem politik, hukum, dan birokrasi, khusus bidang hukum, akan bermuara pada penguatan sistem penegakan hukum pada era digital. Oleh karena itu, dalam menjalankan misi penguatan sistem hukum nasional pada era serbadigital ini, perlu penataan peraturan perundang-undangan. Regulasi ini perlu pula menyesuaikan dengan zaman yang tidak terpisah dari kemajuan teknologi.
Kalau perlu merevisi peraturan perundang-undangan, kemudian menyesuaikan dengan kondisi zaman agar tidak ada celah bagi pelaku kejahatan di dunia maya yang lolos dari jeratan hukum.
Hal lain yang patut mendapat perhatian dalam penataan regulasi adalah mencegah norma-norma yang mengabaikan kepastian hukum, rasa keadilan, dan nilai kemanfaatan, serta berlandaskan penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM).
Terkait dengan HAM ini termaktub dalam Astacita ke-1. Pemerintahan Prabowo-Gibran bertekad memperkokoh ideologi Pancasila, demokrasi, dan hak asasi manusia. Keduanya berkomitmen untuk memperkokoh Pancasila sebagai ideologi utama negara dengan penguatan demokrasi dan penegakan HAM.
Pada masa teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang telah menjadi bagian integral dari kehidupan manusia, upaya memanifestasikan misi dalam kemasan Astacita Presiden Prabowo dan Wapres Gibran tidaklah semudah membalikkan telapak tangan.
Butuh proses serta tekad yang kuat untuk mewujudkan penguatan sistem penegakan hukum pada era digital saat ini, antara lain, menginventarisasi peraturan perundang-undangan mengenai kejahatan di dunia maya bertalian dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Apabila menemukan peraturan perundang-undangan terkait dengan satu kejahatan masih ada yang tumpang tindih, sebaiknya segera mengharmonisasikannya agar ada kepastian hukum.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana diubah terakhir dengan UU Nomor 13 Tahun 2022, pembentuk undang-undang (Presiden dan DPR RI) bisa menggunakan metode omnibus serta memperkuat keterlibatan dan partisipasi masyarakat yang bermakna.
Penguatan keterlibatan dan partisipasi masyarakat yang bermakna ini dilakukan secara tertib dan bertanggung jawab dengan memenuhi tiga prasyarat: pertama, hak untuk didengarkan pendapatnya; kedua, hak untuk dipertimbangkan pendapatnya; dan ketiga, hak untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan.
Ambil contoh larangan judi daring (judi online/judol) yang diatur dalam sejumlah undang-undang. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), judol termaktub dalam Pasal 27 ayat (2).
Dalam pasal tersebut menyebutkan bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian.
Merujuk frasa "dengan sengaja", muncul pertanyaan apakah pelaku "tanpa niat" atau "tidak sengaja" melakukan hal itu kemungkinan lolos dari ancaman penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp10 miliar (vide Pasal 45 ayat 3 UU ITE).
Frasa "tanpa hak mendistribusikan, ...." juga menimbulkan pertanyaan apakah yang berhak lantas leluasa membuat konten yang memuat perjudian, kemudian memublikasikan ke media sosial.
Begitu pula ketentuan yang termaktub dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. KUHP yang saat ini masih berlaku terdapat frasa "barang siapa tanpa mendapat izin".
Pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP​​​​​​ yang
akan berlaku pada tanggal 2 Januari 2026 juga memuat frasa
"setiap orang yang tanpa izin". Bisa dikatakan bahwa ada judi
(konvensional maupun daring) yang legal dan ada pula yang
ilegal.
Copyright © ANTARA 2024