KNEKS Belajar dari Koperasi untuk Mendukung Swasembada Pangan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) Pengembangan Koperasi Produksi Syariah. Acara ini sebagai bagian dari upaya mendukung Asta Cita ke-2, Swasembada...

KNEKS Belajar dari Koperasi untuk Mendukung Swasembada Pangan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) Pengembangan Produksi Syariah. Acara ini sebagai bagian dari upaya mendukung Asta Cita ke-2, Swasembada Pangan. Acara yang berlangsung di kantor KNEKS ini menghadirkan narasumber dari PUM Belanda, Kementrian Koperasi dan Bappenas.

"Koperasi diharapkan dapat mendukung akselerasi pertumbuhan ekonomi dan menjadi motor penggerak perekonomian nasional. Hal itu dilakuan dengan peningkatan produktivitas dan hilirisasi pertanian serta mendukung program-program strategis pemerintah lainnya. Dengan demikian koperasi dapat mendukung Asta Cita yang kedua yakni swasembada pangan," kata Direktur Keuangan Sosial Syariah KNEKS, Dwi Irianti Hadiningdyah, dalam sambutannya, Jumat (17/1/2025).

FGD ini, terbagi dalam dua sesi. Sesi pertama membahas Recommendations for the Development of Production Cooperatives Based on Visits in Indonesia. Untuk pembahasan ini tampil sebagai pembicara adalah Marcel P.K Stalen, Sector Coordinator Horticulture Senior Expert PUM Netherlands; Richard van der Maden, Senior Expert PUM Netherlands; dan Agung Irianto, PUM Representatif Indonesia.

Sedangkan untuk sesi kedua membahas “Kebijakan dan Strategi Pengembangan Koperasi Produksi.”

Pada sesi kedua tampil sebagai narasumber adalah Destry Anna Sari, S.H, selaku Deputi Pengembangan Talenta dan Daya Saing Koperasi Kementerian Koperasi serta Mahatmi Parwitasari Saronto, ST, MSIE Direktur Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi Bappenas.

Pembicara dari PUM Belanda, Richard, menyatakan bahwa di Belanda, koperasi mendominasi pengadaan dan perdagangan sektor pertanian. Meskipun jumlah petani di Belanda jumlahnya berkurang dari tahun ke-tahun, namun produktivitas pertaniannya justru makin meningkat.

Salah satu kunci sukses koperasi di Belanda adalah kesadaran berkoperasi yang tinggi di masyarakat Belanda. Selain itu, ada kesadaran yang tinggi tentang kerja sama antar koperasi bahkan peleburan koperasi, sehingga jumlah koperasi di Belanda tidak banyak, namun volumenya besar-besar bahkan melebihi perusahaan swasta. Menariknya, koperasi di Belanda sama sekali tidak mendapat keistimewaan atau subsidi dari Pemerintah Belanda.

Expert PUM Belanda yang kedua yakni Marcel, setelah menyampaikan perihal peranan Uni Eropa dan dukungannya terhadap koperasi pertanian, mengakhiri presentasinya dengan menyampaikan empat rekomendasi. Rekomendasi ini disampaikan setelah melakukan beberapa FGD dan kunjungan ke lapangan, termasuk beberapa koperasi pertanian di Indonesia.

Rekomendasi pertama adalah meningkatkan fleksibilitas dan kustomisasi hukum bagi masyarakat. Rekomendasi kedua, mempromosikan bisnis yang memiliki nilai tambah.

Untuk rekomendasi yang ketiga, memperkuat akuntabilitas dan keterlibatan anggota. Sedangkan yang terakhir adalah mendukung pembentukan koperasi yang lebih besar dan berskala luas.

Setelah penyampaian materi dari dua expert PUM Belanda, kemudian disampaikan pemaparan materi dari Agung Irianto selaku Representatif PUM Indonesia. Agung menyampaikan lesson learned dari praktik yang dilaksanakan di Kabupaten Bandung, yang merupakan sebagian implementasi dari apa yang direkomendasikan oleh PUM Belanda.

Program yang dimaksud adalah Cooperative Incubation Program. Program ini bertujuan untuk melatih koperasi agar inovatif dan kreatif, menjadikan koperasi sebagai entitas tertinggi dari suatu model bisnis dan berkolaborasi bahkan merger untuk menciptakan market yang lebih besar.

Untuk sesi yang kedua, diawali dengan pemaparan dari Destry Anna Sari (Sari) dari Kementerian Koperasi. Sari menyatakan bahwa inkubasi koperasi menjadi kewajiban sehingga perlu dituntun sejak awal hingga akhir dan perlu dimonitor setelahnya. Ia menyampaikan bahwa pada pemerintahan sekarang, koperasi sudah menjadi mainstreaming, sehingga tidak hanya perlu didukung oleh Kementerian Koperasi saja.

Terkait koperasi pertanian, maka daya ungkitnya perlu ditingkatkan dengan meningkatkan kualitas koperasi yang ada menajdi offtaker bagi para petani anggota koperasi tersebut.

Mahatmi Parwitasari Saronto (Ami) dari Bappenas menjadi pemateri terakhir. Ami menyampaikan bahwa arah kebijakan pembangunan saat ini adalah untuk peningkatan produktivitas UMKM dan koperasi dalam rangka peningkatan lapangan kerja yang berkualitas. Diproyeksikan adanya peningkatan rasio volume usaha koperasi terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) dengan angka 1,20% pada tahun 2029 hingga mencapai 5,00% pada tahun 2045. Untuk mewujudkan volume usaha koperasi setara dengan perusahaan swasta maka diperlukan adanya pilot project.

Salah isu strategis yang muncul pada sesi diskusi adalah terkait person in charge (PIC) untuk koperasi syariah di Kemenkop. Di periode sebelumnya, tidak ada pejabat khusus yang menjadi PIC untuk koperasi syariah. Sari selaku Deputi Pengembangan Talenta dan Daya Saing Koperasi Kementerian Koperasi menyatakan bahwa PIC tersebut akan berada di bawah kedeputiannya.

Bagus Aryo, selaku Deputi Direktur Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) KNEKS menyambut positif atas hal tersebut. Bagus menyatakan bahwa sebaiknya posisi tersebut merupakan pejabat eselon II sehingga dapat mengakselerasi pencapaian target koperasi syariah sesuai rancangan RPMJN serta MEKSI 2025 – 2029.

Pada FGD ini disepakati adanya kolaborasi lintas instansi dan lembaga yaitu KNEKS, Bappenas, dan Kemenkop serta PUM, untuk menciptakan koperasi yang inovatif, dan kompetitif di pasar global. Dengan demikian koperasi pertanian khususnya, dapat berkontribusi maksimal pada pencapaian Asta Cita ke-2, yakni Swasembada Pangan.