Konsumsi Daging di Pasuruan Rendah, Rokok Justru Jadi Prioritas

Konsumsi Daging di Pasuruan Rendah, Rokok Justru Jadi Prioritas. ????Tingkat  konsumsi daging di masyarakat Kabupaten Pasuruan ternyata cukup rendah. Parahnya, rokok justru menjadi komoditas yang lebih diprioritaskan masyarakat. -- Ikuti kami di ????https://bit.ly/392voLE #beritaviral #jawatimur #viral berita #beritaterkini #terpopuler #news #beritajatim #infojatim #newsupdate #FYI #fyp

Konsumsi Daging di Pasuruan Rendah, Rokok Justru Jadi Prioritas

Pasuruan (beritajatim.com) – Tingkat  konsumsi daging di masyarakat Kabupaten Pasuruan ternyata cukup rendah. Parahnya, rokok justru menjadi komoditas yang lebih diprioritaskan masyarakat.

Data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) 2023 mengungkap konsumsi daging, baik sapi maupun ayam, per kapita per minggu di Pasuruan tergolong rendah. Sementara itu, pengeluaran untuk rokok justru jauh lebih tinggi.

Daging, terutama daging merah, merupakan sumber protein hewani yang sangat baik. Protein berperan penting dalam pertumbuhan, perbaikan jaringan tubuh, serta pembentukan sel darah merah. Kandungan zat besi dan vitamin B12 dalam daging juga sangat dibutuhkan tubuh.

“Jika melihat data dari BPS tahun 2023 angka konsumsi daging sapi per kapita per Minggu 0,01 kilogram setara Rp 1.100 per kapita per minggu. Ini juga sama dengan konsumsi daging ayam yang hanya mencapai 0,1 kg atau setara Rp 2.150 per kapita per minggu,” jelas Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dr A. arif Junaedi.

Rendahnya konsumsi daging di Kabupaten Pasuruan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Di antaranya, daging sering dianggap bahan pangan yang mahal.

Sehingga banyak masyarakat yang memilih alternatif protein yang lebih terjangkau seperti tempe dan tahu. Ditambah lagi dengan kebudayaan masyarakat saat ini yang lebih mengutamakan nasi dan sayur untuk makanan pokok.

“Kesadaran akan kesehatan masyarakat juga perpengaruh sehingga membuat sebagian masyarakat memilij mengurangi konsumsi daging merah. Ini karena kandungan lemak jenuh yang berada di daging merah juga cukup besar,” Imbuhnya.

Saat konsumsi daging rendah, pengeluaran masyarakat untuk rokok justru sangat tinggi. Data BPS menunjukkan pengeluaran rokok per kapita per minggu jauh lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran untuk daging.

Kondisi ini sangat memprihatinkan, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Alih-alih mengalokasikan anggaran untuk membeli makanan bergizi, sebagian besar pendapatan mereka justru habis untuk membeli rokok.

Untuk mengatasi masalah ini, perlu dilakukan upaya peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi seimbang. Pendidikan gizi sejak dini dapat membantu masyarakat memahami manfaat dari berbagai jenis makanan, termasuk daging, serta bahaya dari kebiasaan merokok.

“Maka dari itu pentingnya pendidikan terkait kandungan gizi seimbang makanan yang dimakan setiap harinya. Sehingga masyarakat juga memahami manfaat dari berbagai jenis makanan, termasuk daging serta bahaya dari kebiasaan merokok,” terangnya.

Pemerintah dan berbagai pihak terkait perlu bekerja sama untuk memberikan edukasi tentang gizi yang mudah dipahami dan diakses oleh masyarakat. Selain itu, perlu juga dilakukan upaya untuk meningkatkan keterjangkauan pangan bergizi, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah. [ada/beq]