KY usul RUU KUHAP sinkronkan aturan penyadapan di luar untuk pidana

Komisi Yudisial (KY) RI mengusulkan agar Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 ...

KY usul RUU KUHAP sinkronkan aturan penyadapan di luar untuk pidana

Jakarta (ANTARA) - Komisi Yudisial (KY) RI mengusulkan agar Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyinkronkan aturan mengenai penyadapan di luar penegakan hukum pidana.

"Mempertegas ketentuan lain yang tidak sinkron dengan aturan yang ada dalam KUHAP, utamanya terkait dengan pengaturan mengenai penyadapan dan pemanggilan paksa di luar kepentingan penegakan hukum pidana," kata Ketua KY Amzulian Rifai pada rapat kerja bersama Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin.

Dia lantas menjelaskan bahwa aturan mengenai penyadapan belum diatur di dalam KUHAP, melainkan tersebar di beberapa aturan perundangan. Misalnya, di Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) atau Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

Merujuk pada aturan tersebut, kata dia, upaya penyadapan dimungkinkan dalam rangka penyelidikan maupun penyidikan dalam penegakan hukum pidana.

Baca juga:

Di samping untuk kepentingan penegakan hukum, dia menyebut upaya penyadapan juga mendapatkan peluang penggunaannya untuk kepentingan penegakan disiplin maupun pelanggaran etik.

Namun, dia mengatakan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial yang di dalamnya ikut memasukkan pula aturan mengenai upaya penyadapan, dalam praktiknya tidak dapat diimplementasikan.

Sebab, lanjut dia, posisi KY bukan institusi penegak hukum, melainkan lembaga yang bertugas untuk melakukan pengawasan terhadap hakim.

"Pelaksanaan ketentuan (penyadapan) ini belum dapat terwujud, mengingat ketidakselarasan aturan yang digunakan sebagai landasan. Aparat penegak hukum bersikukuh bahwa kegiatan penyadapan hanya bertujuan untuk kepentingan penegakan hukum," ujarnya.

"Sedangkan kepentingan yang ada dalam aturan Undang-Undang Komisi Yudisial semata digunakan untuk buktikan dugaan pelanggaran kode etik atau pedoman berlaku hakim," imbuhnya.

Baca juga:

Situasi yang sama, tambah dia, berlaku juga untuk aturan mengenai upaya paksa yang ada di Undang-Undang Komisi Yudisial. Di mana, aturan yang ada tidak memungkinkan untuk memberikan ancaman bagi saksi yang mangkir dalam panggilan.

Untuk itu, dia menegaskan pengaturan mengenai penyadapan dan pemanggilan paksa di luar kepentingan penegakan hukum pidana perlu diatur secara tegas dalam RUU KUHAP agar aturan yang ada selaras satu sama lain sehingga tidak menimbulkan kebingungan bagi masyarakat.

Komisi III DPR RI menggulirkan pembahasan RUU KUHAP yang masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025 pada Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024–2025.

DPR menargetkan KUHAP yang baru nantinya dapat berlaku bersamaan dengan berlakunya KUHP pada tanggal 1 Januari 2026.

Hal tersebut didasarkan pada semangat politik hukum KUHAP haruslah sama dengan semangat politik hukum yang terkandung dalam KUHP.

Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Rangga Pandu Asmara Jingga
Copyright © ANTARA 2025