Pemerintah Naikkan PPN Jadi 12 Persen, INDEF Ingatkan Dampak ke Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Karena kenaikan satu produk ke produk yang lain akan memiliki implikasi terhadap double counting dalam perhitungan PPN. Di mana ketika barang tersebut

Pemerintah Naikkan PPN Jadi 12 Persen, INDEF Ingatkan Dampak ke Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

TRIBUNNEWS.COM - Peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad menilai wacana pemerintah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen akan menurunkan potensi .

Menurut dia, jika pelaku usaha dibebankan kenaikan dari 11 persen ke 12 persen itu tentunya akan menambah biaya produksi.

"Ketika biaya produksi dibebankan pada produk akhir dan terjadi kenaikan harga yang kemudian dibebankan kepada konsumen, maka otomatis akan terjadi secara masif konsumen akan mengurangi pengeluaran belanja yang lain,” ujar Tauhid dalam keterangannya, Rabu (13/11/2024).

Karena kenaikan satu produk ke produk yang lain akan memiliki implikasi terhadap double counting dalam perhitungan . Di mana ketika barang tersebut berada pada satu tangan ke tangan yang terakhir dikhawatirkan akan menjadi beban.

“Kenaikan PPN tentunya akan memiliki konsekuensinya terhadap penurunan pertumbuhan ekonomi. Di antaranya tingginya inflasi, menurunnya daya beli masyarakat, kemudian memberi efek negatif bagi perusahaan atau industri yang sangat sensitif terhadap kenaikan PPN dari 11 persen ke 12 persen. Dan dikhawatirkan juga akan menurunkan lapangan pekerjaan,” beber Tauhid.

Baca juga:

Lebih lanjut Tauhid mengatakan, jika dipelajari dari kenaikan tahun 2022-2023 dari 10 persen ke 11%, ada tambahan penerimaan negara di atas 100 triliun. Akan tetapi mengakibatkan stagnasi terutama konsumsi masyarakat di tahun 2024, dan ini merupakan efek kenaikan tahun sebelumnya. 

Terkait dengan hal itu, merekomendasikan agar pemerintah untuk menunda terlebih dahulu kenaikan sampai ekonomi dalam negeri cukup pulih dan hambatan dari ekonomi global masih bisa diantisipasi. Sebab, di banyak negara, tidak juga harus sebesar 12 persen. Bahkan Sejumlah negara masih mengenakan tarif hanya 10 persen.

“Upaya lain di antaranya, melakukan ekstensifikasi maupun intensifikasi agar diperluas bukan kepada kenaikan tarif itu sendiri, namun upaya dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melakukan intensifikasi kenaikan tersebut. Apakah penggunaan perluasan basis wajib pajak atau penggunaan teknologi, sehingga itu lebih besar tanpa harus menaikkan tarif dari 11 persen menjadi 12 persen,” katanya.


Rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada tahun depan kembali menjadi sorotan di tengah penurunan daya beli masyarakat.

Kenaikan tarif PPN sudah termaktub dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) untuk naik pada Januari 2025 menjadi 12%, dari yang saat ini telah di level 11%.

Baca juga:

Adapun, PPh badan direncanakan untuk dipangkas dari 22% menjadi 20%. Hal ini dilakukan untuk mendorong daya saing .

Makan Bergizi Gratis Perlu Libatkan UMKM

Tauhid Ahmad mengingatkan pemerintah agar mewaspadai risiko pembengkakan jumlah impor bahan pangan dari kebijakan program makan siang bergizi.

Terlebih, masih cukup banyak bahan pangan yang belum bisa dipenuhi di dalam negeri.

"Rasanya kayaknya sebagian besar (bahan pangan) itu impor ya, misalnya beras. Tanpa ada makan siang gratis saja kita sudah impor, kemarin 2 juta ton, hampir 3 juta ton," ungkap Tauhid.