Sebut Pagar Laut Dibangun Swadaya, JRP Diperiksa oleh KKP

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaringan Rakyat Pantura (JPR) dilaporkan tengah memenuhi panggilan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada Selasa (21/1/2025). Pemanggilan terhadap JPR tidak lain merupakan bagian dari penyelidikan yang...

Sebut Pagar Laut Dibangun Swadaya, JRP Diperiksa oleh KKP

Suasana pembongkaran pagar laut oleh TNI AL bersama warga di perairan Tanjung Pasir, Teluk Naga, Tangerang, Sabtu (18/1/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaringan Rakyat Pantura (JPR) dilaporkan tengah memenuhi panggilan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada Selasa (21/1/2025). Pemanggilan terhadap JPR tidak lain merupakan bagian dari penyelidikan yang dilakukan KKP terkait kepemilikan di kawasan Kabupaten Tangerang. 

Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Doni Ismanto Darwin mengatakan, saat ini pihak dari JPR sedang memenuhi panggilan. Namun, ia belum bisa menjelaskan terkait pemeriksaan yang dilakukan. "Ini JRP lagi memenuhi panggilan. Nanti aku update," kata dia saat dikonfirmasi Republika, Selasa siang.

Diketahui, KKP telah memberikan tenggat waktu hingga Rabu (22/1/2025) untuk pihak yang memiliki atau bertanggung jawab atas laut di Tangerang untuk menyatakan diri. Pasalnya, KKP bersama TNI AL dan sejumlah pihak terkait lainnya telah sepakat untuk benar-benar melakukan pada Rabu siang.

Ketika ditanya mengenai teknis pembongkaran pagar laut? Doni mengatakan, pihaknya masih melakukan pembahasan. "Sedang dirapatin," ujar dia.

Sebelumnya nelayan yang tergabung dalam JPR Kabupaten Tangerang, Banten, mengeklaim bahwa pagar bambu sepanjang 30,16 kilometer yang terbentang di laut pantai utara (Pantura) di kawasan itu dibangun sebagai mitigasi bencana tsunami dan abrasi. 

Koordinator JRP, Sandi Martapraja di Tangerang, Sabtu (11/1/2025) mengatakan, pagar laut yang kini ramai diperbincangkan di publik adalah tanggul yang dibangun oleh masyarakat setempat secara swadaya. Menurut dia, tanggul laut dengan struktur fisik yang memiliki fungsi cukup penting dalam menahan terjadinya potensi bencana seperti abrasi.

Pertama, mengurangi dampak gelombang besar, melindungi wilayah pesisir dari ombak tinggi yang dapat mengikis pantai dan merusak infrastruktur. Kedua, mencegah abrasi, mencegah pengikisan tanah di wilayah pantai yang dapat merugikan ekosistem dan permukiman. Kemudian mitigasi ancaman tsunami, meski tidak bisa sepenuhnya menahan tsunami.

Ia mengungkapkan, bila kondisi tanggul laut yang baik maka area sekitar pagar bambu dan di sekitarnya dapat dimanfaatkan sebagai tambak ikan, dan ini memberikan peluang ekonomi baru dan kesejahteraan bagi masyarakat setempat.