100 Hari Pemerintahan Prabowo: Kebijakan Baru Penyaluran Subsidi BBM Jalan di Tempat, Masyarakat Harap Cemas
Di sektor energi, Prabowo belum menuntaskan PR penyaluran subsidi BBM tepat sasaran.
TEMPO.CO, Jakarta - Di tengah ambisi Presiden Subianto mencapai swasembada , Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia, Lily Pujiati menanti upaya konkret pemerintah untuk mensejahterakan rakyat. Ia mempertanyakan kepastian pekerja angkutan, seperti pengemudi ojek online (ojol), tetap mendapat jaminan energi murah melalui subsidi.
Kegelisahan Lily bermula ketika Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Lahadalia melempar wacana pengemudi ojol tak lagi masuk kriteria utama penerima subsidi bahan bakar minyak atau BBM. Saat menyampaikan ini pada 27 November 2024 silam, Bahlil berdalih bahwa ojol merupakan sebuah usaha, bukan transportasi publik, sehingga tak perlu disubsidi. Sontak, polemik muncul ketika Kabinet Merah Putih baru seumur jagung.
Sejak isu itu bergulir, Lily jelas menolak. Menurut dia, pengemudi ojol patut menerima subsidi. “Kami termasuk pekerja informal yang rentan karena tidak ada jaminan kepastian pendapatan, kondisi kerja tak layak, dan tak ada jaminan sosial,” kata dia kepada Tempo, Sabtu, 1 Februari 2025.
Diketahui, tak lama usai wacana ojol tak dapat subsidi BBM menuai polemik, pemerintah berbalik arah. Menteri Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman menyatakan pengemudi ojol termasuk pelaku UMKM, sehingga berhak menerima subsidi.
Akan tetapi, Lily menyebut pernyataan itu tidak cukup menjadi jaminan. Terlebih, Bahlil mengatakan pemerintah masih menggodok skema penyalurannya. Sementara hingga lewat 100 hari pertama Prabowo, skema baru penyaluran subsidi BBM tak kunjung diumumkan. Di sisi lain, pemerintah mengurangi kuota penyaluran BBM subsidi jenis Pertalite menjadi 31,1 juta kiloliter (KL) pada 2025. Adapun pada 2024, pemerintah menetapkan kuota penyaluran Pertalite sebanyak 31,60 juta KL.
“Pernyataan pemerintah untuk memberi subsidi BBM bagi ojol hingga kini hanya sebatas janji karena belum tertuang dalam aturan yang jelas,” kata Lily.
Senada dengan Lily, Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Transportasi dan Jasa Daring Indonesia Igun Wicaksono mengatakan pengemudi ojol masih membutuhkan subsidi BBM. Sebab, penghasilan ojol terbilang kecil akibat besarnya potongan dari aplikator—yang kerap melebihi 20 persen sebagaimana aturan pemerintah. BBM bersubsidi pun menjadi sangat vital untuk menunjang operasional. Ia tak rela pemerintah mencabutnya.
“Kami juga menolak jika subsidi BBM diganti menjadi BLT (bantuan langsung tunai)” kata Igun, Jumat, 31 Januari 2025.
Igun akan terus mengawal janji Menteri UMKM hingga terealisasi ketika skema baru penyaluran subsidi diumumkan. Apalagi pernyataan itu disampaikan langsung oleh Maman melalui pertemuan dengan asosiasi di Kementerian UMKM pada 6 Desember lalu. Igun berharap janji pemerintah tak menjadi omon-omon belaka.
“Akan lebih baik ada payung hukum, legal standing, yang menyebutkan bahwa ojol merupakan kelompok yang berhak mendapatkan subsidi BBM,” tuturnya.
PR Lama, Tak Kunjung Rampung
Perbaikan penyaluran subsidi BBM agar tepat sasaran sudah menjadi pekerjaan rumah pemerintah. Anggota Komisi Energi DPR 2019-2024 Mulyanto mengatakan distribusi BBM tepat sasaran rencananya diimplementasikan di era Presiden Jokowi. Namun pekerjaan itu tak rampung, sehingga diwariskan ke rezim Prabowo yang resmi memimpin sejak 20 Oktober 2024.
“Tapi nampaknya pemerintah tidak serius alias maju mundur terkait dengan kebijakan ini,” kata Mulyanto kepada Tempo, Jumat, 31 Januari 2025. “Tentu masalah distribusi BBM subsidi tepat sasaran ini menjadi catatan di 100 hari (pemerintahan Prabowo) sektor energi.”
Awal Januari lalu, Bahlil Lahadalia mengatakan skema baru penyaluran subsidi BBM akan diumumkan dalam waktu dekat. Sebelumnya, ia juga menyampaikan tiga formulasi yang disiapkan pemerintah untuk penyaluran subsidi energi. Pertama, mengalihkan subsidi BBM menjadi BLT. Kedua, memberikan subsidi pada fasilitas umum. Ketiga, skema yang melibatkan kenaikan harga pada sebagian subsidi berbentuk barang.
Namun pada pertengahan Januari, Bahlil berkata sebaliknya. Skema baru penyaluran subsidi BBM belum akan diumumkan dalam waktu dekat karena data dari Badan Pusat Statistik terkait dengan calon penerima subsidi belum klir. Ketua Umum Partai Golkar itu berujar data calon penerima masih tumpang tindih. Padahal, penyaluran subsidi tepat sasaran adalah penyaluran kepada orang yang berhak menerima. “Jadi, ini yang kami hati-hati dengan datanya,” kata dia.
Adapun menurut Mulyanto, penyaluran subsidi BBM jenis solar melalui kebijakan eksisting berupa digitalisasi oleh Pertamina sudah membaik dan tepat sasaran. Pembina Masyarakat Ilmuwan dan Teknologi Indonesia (MITI) itu mengatakan persoalan yang tersisa adalah kekosongan regulasi untuk penyaluran Pertalite. Artinya, pemerintah mesti secepatnya menerbitkan peraturan.
“Kriterianya sederhana saja, tidak harus njelimet,” ujar Mulyanto. “Misalnya, motor gede dan mobil di atas 1.500 cc tidak boleh menggunakan BBM bersubsidi kecuali angkutan umum dan angkutan sembako.”
Dosen Fakultas Ekonomi UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat mengatakan pemerintah perlu segera memberi kejelasan ihwal skema baru penyaluran subsidi BBM agar masyarakat—terutama kelas menengah ke bawah—tidak cemas. Pemerintah juga harus memastikan ketepatan sasaran penerima.
Kemudian soal rencana pengalihan subsidi energi menjadi BLT, Achmad mengatakan pemerintah harus lebih dulu memastikan keakuratan data penerima. Ia meminta pemerintah mengkaji lagi rencana kebijakan ini.
Poin berikutnya, Achmad mengusulkan agar pengemudi ojol dan kelas menengah tetap mendapat subsidi energi. Meskipun kerap dianggap membebani keuangan negara, menurut Achmad, subsidi energi memiliki multiplier effect bagi perekonomian.
“Subsidi BBM adalah investasi dalam menjaga daya beli masyarakat dan stabilitas ekonomi,” kata dia. “Sebab ketika subsidi berkurang dan harga BBM naik, inflasi bisa meningkat dan melebihi target pemerintah.”
Hanin Marwah dan M. Rizki Yusrial berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: