Abidzar dihujat netizen, apa sebenarnya fenomena cancel culture?

Belakangan ini, media sosial ramai membahas pernyataan Abidzar yang mengaku tidak menonton drama Korea "A Business ...

Abidzar dihujat netizen, apa sebenarnya fenomena cancel culture?

Jakarta (ANTARA) - Belakangan ini, media sosial ramai membahas pernyataan Abidzar yang mengaku tidak menonton drama Korea "A Business Proposal" meskipun ia terlibat dalam versi remake-nya.

Menurutnya, ia ingin membangun karakternya sendiri tanpa terpengaruh versi asli. Pernyataannya pun langsung jadi bahan perbincangan dan tak sedikit yang mengkritiknya. Banyak yang menilai sikapnya kurang profesional, terutama karena film yang ia bintangi merupakan remake, yang seharusnya tetap menghormati karya aslinya.

Namun, di sisi lain ada juga yang membela Abidzar dan menganggap pendapatnya sebagai bentuk kebebasan dalam berakting. Fenomena semacam ini sebenarnya bukan hal baru di media sosial.

Seseorang bisa dengan mudah mendapat gelombang dukungan atau justru dihujat habis-habisan hanya karena satu pernyataan yang dianggap kurang sesuai. Inilah yang sering dikaitkan dengan cancel culture. Tapi, sebenarnya apa itu cancel culture? berikut penjelasannya.

Baca juga:

Apa itu cancel culture?

Menurut Britannica, cancel culture atau yang juga dikenal sebagai callout culture adalah tindakan menghentikan dukungan terhadap seseorang, kelompok, organisasi, atau perusahaan karena pendapat atau tindakan mereka yang dianggap tidak pantas oleh sebagian orang. Biasanya, proses "canceling" ini dilakukan dengan memboikot karya atau aktivitas mereka sebagai bentuk hukuman sosial.

Fenomena ini sering dimulai di media sosial, di mana seseorang atau suatu pihak dipermalukan secara publik (called out). Setelah itu, kampanye untuk "membatalkan" apresiasi, kerja sama, atau dukungan terhadap orang yang dianggap berperilaku atau bertindak tidak pantas itu pun terjadi.

Cancel culture bisa menjadi cara masyarakat menuntut pertanggungjawaban, tetapi di sisi lain juga bisa berubah menjadi hukuman sosial yang berlebihan tanpa memberi kesempatan bagi seseorang untuk belajar atau memperbaiki kesalahannya.

Baca juga:

Dampak positif dan negatif cancel culture

Cancel culture menjadi fenomena yang menuai beragam pendapat. Sebagian melihatnya sebagai alat untuk menuntut keadilan, sementara yang lain menganggapnya sebagai bentuk hukuman sosial yang berlebihan. Berikut adalah sisi positif dan negatif dari cancel culture:

Dampak positif cancel culture

1. Mendorong akuntabilitas

Cancel culture memungkinkan individu atau kelompok yang selama ini kurang didengar untuk meminta pertanggungjawaban dari pihak yang bertindak tidak etis, terutama ketika sistem hukum gagal memberikan keadilan.

2. Memberikan ruang bagi suara yang kurang berdaya

Media sosial membuka kesempatan bagi kelompok yang tidak memiliki kekuatan politik atau sosial untuk bersuara dan mengungkap ketidakadilan yang selama ini diabaikan.

3. Bentuk boikot modern untuk perubahan sosial

Cancel culture bisa dianggap sebagai strategi boikot di era digital, seperti yang pernah digunakan dalam gerakan hak sipil, guna menekan pihak yang dianggap melakukan kesalahan dan mendorong perubahan sosial.

Dampak negatif cancel culture

1. Berpotensi menjadi perundungan online

​​​​​​​Dalam banyak kasus, cancel culture berubah menjadi serangan massal yang berujung pada ancaman dan intimidasi, bahkan lebih parah dibandingkan kesalahan awal yang dilakukan seseorang.

2. Tidak selalu membuahkan perubahan nyata

Alih-alih menyelesaikan masalah secara konstruktif, cancel culture sering kali hanya menciptakan kemarahan sesaat tanpa solusi konkret atau perbaikan jangka panjang.

3. Meningkatkan intoleransi terhadap perbedaan pendapat

Fenomena ini berisiko menciptakan lingkungan di mana orang takut mengungkapkan pendapatnya karena khawatir akan dikucilkan, sehingga membatasi kebebasan berekspresi dan mendorong sikap tidak toleran terhadap perbedaan pandangan.

Baca juga:

Baca juga:

Pewarta: Allisa Luthfia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025