Dukung Trump, Instagram dan Facebook Ubah Aturan Konten Terkait LGBTQ+

Induk Instagram dan Facebook yakni Meta mengubah standar komunitas terkait konten LGBTQ+. Perubahan dilakukan seiring kebijakan Presiden Amerika terpilih Donald Trump.

Dukung Trump, Instagram dan Facebook Ubah Aturan Konten Terkait LGBTQ+

Induk dan Facebook yakni Meta mengubah standar komunitas terkait konten + atau  lesbian, gay, biseksual, transgender, queer, dan lainnya. Perubahan dilakukan seiring kebijakan Presiden Amerika terpilih Donald Trump yang mengakhiri berbagai kebijakan yang mempromosikan kesetaraan ras dan melindungi hak-hak bagi LGBTQ+.

Perubahan standar komunitas pada platform milik Meta seperti Instagram, Facebook, dan Threads yakni mengizinkan konten tuduhan penyakit mental atau kelainan terkait jenis kelamin atau orientasi seksual, merujuk pada wacana politik dan agama tentang transgenderisme dan homoseksualitas serta penggunaan kata-kata yang tidak serius seperti 'aneh’.

Berdasarkan materi perubahan standar komunitas yang bocor dan dilihat oleh The Intercept, contoh konten yang dimaksud bisa termasuk ‘kaum gay adalah orang aneh’ maupun ‘lihatlah banci itu’.

Namun Meta belum memberikan tanggapan terkait materi yang bocor tersebut.

Meta juga memperbolehkan konten yang mendukung pembatasan berbasis gender pada pekerjaan militer, penegakan hukum, dan pengajaran. Selain itu, mengizinkan konten yang sama berdasarkan orientasi seksual, jika didasarkan pada keyakinan agama.

Namun pedoman komunitas baru Instagram dan Facebook tersebut melarang konten yang menargetkan seseorang atau sekelompok orang, atas dasar karakteristik yang dilindungi.

Selain itu, melarang penghinaan terhadap kecerdasan atau penyakit mental seseorang di Facebook, Instagram, dan Threads. Kebijakan ini sama seperti versi sebelumnya.

Para kreator queer khawatir keputusan Meta mengubah standar komunitas itu membungkam suara, membahayakan penghidupan, dan merusak kesehatan mental LGBTQ+.

"Kebijakan baru Meta terkait perilaku kebencian memberi lampu hijau kepada pengguna untuk menyebarkan retorika kebencian terhadap orang-orang LGBTQ+, sesederhana itu," ujar CEO firma pemasaran The Postcard Agency Jonathan Ochart dikutip dari NBC News, Kamis (16/1).

CEO SPI Marketing di Guilford Connecticut Scott Seitz mengatakan perubahan tersebut membahayakan jaring pengaman sosial yang membantu menjaga kesejahteraan mental pengguna LGBTQ+.

“Dampaknya akan sangat buruk seperti meningkatnya angka bunuh diri, ujaran kebencian, dan diskriminasi yang meluas terhadap perempuan dan berbagai komunitas,” katanya.

Namun beberapa kreator melihat potensi keuntungan dari perubahan standar komunitas tersebut, yang dapat meningkatkan konten politis dalam algoritme, sehingga lebih banyak konten LGBTQ+ yang terekspos.

Kreator seperti SK Smigiel, yang nonbiner dan mengunggah tentang isu gender, bisa mengalami peningkatan jangkauan.

"Saya sudah sangat terbiasa dengan arus interaksi positif dan negatif yang deras di laman saya. Perubahan itu kemungkinan akan meningkatkan interaksi negatif, tetapi tidak sepenuhnya mengecewakan," kata kreator yang tidak disebutkan namanya melalui email ke Thomson Reuters Foundation.

“Menurut saya, visibilitas apapun pada akun kreator LGBTQ+ bisa menjadi hal yang positif,” kata dia. “Namun, saya tahu tidak semua orang merasa seperti ini.”

Tanggapan Meta soal Konten LGBTQ+

Dalam perombakan tersebut, Meta akan menghapus program pemeriksaan fakta. Induk Instagram dan Facebook ini bakal terus menghapus unggahan yang melanggar hukum.

"Kita telah mencapai titik di mana ada terlalu banyak kesalahan dan terlalu banyak penyensoran. Sudah saatnya untuk kembali ke akar kita seputar kebebasan berekspresi," kata CEO Mark Zuckerberg dalam video yang dirilis pada 7 Januari.

Zuckerberg mengakui bahwa perubahan pada filter konten berarti akan muncul konten negatif.

Langkah Meta menghapus program pemeriksaan fakta dapat membuat perusahaan menghadapi sanksi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Layanan Digital atau DSA Eropa. Korporasi dapat didenda hingga 6% dari pendapatan, jika gagal menghapus konten ilegal, seperti ujaran kebencian.

UU Keamanan Digital Inggris juga mengharuskan platform memoderasi konten yang kasar, berdasarkan ras, agama, jenis kelamin, orientasi seksual, disabilitas, atau perubahan gender. Akan tetapi, kebijakan ini baru akan berlaku pada Maret.