Yogyakarta (ANTARA) - Jaringan Gusdurian atau komunitas pengagum
presiden keempat Indonesia, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur,
mengeluarkan sembilan rekomendasi untuk penguatan kebebasan
beragama dan berkeyakinan di Indonesia."Satu, mendorong
pemerintah pusat untuk mengambil inisiatif dan langkah aktif
untuk menghapus atau merevisi berbagai peraturan
perundang-undangan yang bersifat diskriminatif, seperti UU No.
1/PNPS/1965, UU ITE, UU Adminduk, dan lainnya," kata Direktur
Jaringan Gusdurian Alissa Wahid di Gedung Convention Hall UIN
Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Jumat.Putri sulung Gus Dur tersebut
membacakan rekomendasi berdasarkan hasil Simposium Beda Setara
(Best) yang berlangsung 14-15 November 2024 di UIN Sunan Kalijaga
dengan tema "Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) sebagai
Kritik Sosial untuk Kewargaan yang Berkeadilan".Dia mengemukakan,
poin pertama rekomendasi tersebut sebagai wujud nyata dari
komitmen Asta Cita dalam memperkokoh ideologi Pancasila,
demokrasi, dan penghormatan terhadap HAM.Poin kedua, lanjut
Alissa, meminta Kementerian HAM untuk secara proaktif mendorong
penghapusan serta revisi terhadap peraturan perundang-undangan
yang mengandung unsur diskriminasi untuk menciptakan lingkungan
hukum yang lebih inklusif dan adil.Ketiga, kata dia, mendorong
Kementerian PPN/Bappenas melalui Direktorat Hukum dan Regulasi
untuk memperkuat pemetaan serta penetapan kebutuhan regulasi yang
mendukung penguatan jaminan HAM dan kebebasan beragama atau
berkeyakinan (KBB).Berikutnya poin keempat rekomendasi itu
berbunyi, mendorong kepala daerah terpilih untuk memberlakukan
moratorium terhadap penggunaan regulasi diskriminatif dan lebih
berfokus pada penguatan layanan publik yang bersifat inklusif dan
non-diskriminatif.Melalui Forum Komunikasi Pimpinan Daerah
(Forkominda), kata dia, kepala daerah juga diimbau untuk
mengambil langkah proaktif dalam menyelesaikan kasus-kasus
pelanggaran KBB serta mendorong implementasi program-program yang
mempromosikan toleransi dan penghormatan terhadap KBB di
masyarakat.Selanjutnya kelima, mengajak masyarakat sipil untuk
mengadvokasi penghapusan atau revisi kebijakan diskriminatif
seperti UU Cipta Kerja, UU ITE, serta regulasi daerah."Masyarakat
sipil juga dapat memanfaatkan jendela kebijakan seperti
Ranperpres PKUB, Perpres Nomor 58/2023 tentang Penguatan
Moderasi Beragama, dan RPJMN 2025-2029 untuk mengarusutamakan
KBB," ujar dia.Keenam, mengajak masyarakat sipil untuk memperkuat
advokasi regulasi perlindungan bagi pembela HAM, memperluas
jejaring advokasi regional dan internasional, serta mempromosikan
KBB sebagai perspektif kritis dalam program negara, seperti
moderasi beragama dan perda toleransi.Ketujuh, mengajak
masyarakat sipil menggunakan KBB sebagai pendekatan kritis dan
interseksional, serta mengarusutamakan kesetaraan gender,
disabilitas, inklusi sosial, dan lingkungan dalam isu
KBB.Kemudian kedelapan, mengajak masyarakat sipil untuk
mempersiapkan aktor-aktor baru yang berperspektif KBB untuk
mengisi institusi negara dan memperkuat kemitraan kritis dengan
pemerintah guna mendorong jaminan KBB."Terakhir, sembilan,
mengajak masyarakat sipil memaknai ulang konsep negara seperti
kerukunan, harmoni sosial, dan beragama maslahat untuk memperkuat
narasi yang inklusif dan menjamin pemenuhan hak beragama dan
berkeyakinan," tutur Alissa Wahid.
Baca
juga:
Baca juga:
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024