Indonesia Butuh Rp 1.200 Triliun untuk Bangun Transmisi EBT 50.000 Km
Kementerian ESDM mencatat Indonesia membutuhkan investasi sebesar Rp 1.200 triliun untuk membangun pembangkit dan transmisi Energi Baru Terbarukan (EBT) hingga 10 tahun ke depan.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat Indonesia membutuhkan investasi sebesar Rp 1.200 triliun untuk membangun pembangkit dan transmisi (EBT) hingga 10 tahun kedepan.
Wakil Menteri ESDM, Yuliot Tanjung, mengatakan Indonesia harus mengembangkan transmisi yang cukup panjang untuk dapat memanfaatkan sumber daya listrik yang bersumber dari EBT. Dalam 10 tahun kedepan, Indonesia memerlukan transmisi lebih dari 50.000 kilometer (km), termasuk transmisi tegangan ekstra tinggi sekitar 500 kilowatt (KW) sepanjang lebih dari 10.000 km sirkuit.
Hal tersebut diperlukan karena sumber daya EBT di Indonesia jauh dari pusat industri yang mampu menyerap energi dari pembangkit tersebut.
"Kalau kita lihat dari jumlah investasi yang dibutuhkan untuk pembangunan transmisi ini sekitar Rp 400 triliun," ujar Yuliot dalam pembukaan Electricity Connect 2024, di Jakarta, Rabu (20/11).
Selain untuk transmisi, Yuliot mengatakan, Indonesia juga membutuhkan investasi cukup besar untuk meningkatkan bauran EBT dalam jangka waktu 10 tahun kedepan. Pemerintah bersama dengan PT PLN menargetkan adanya tambahan pembangkit sebesar 68 GW dan 47 GW diantaranya berasal dari pembangkit EBT.
"Dengan total investasi pembangkit listrik itu lebih dari sekitar 800 triliun," ujarnya.
Listrik EBT Lebih Terjangkau
Direktur Utama PT PLN (Persero), Darmawan Prasodjo, mengatakan listrik yang berasal dari EBT sudah lebih terjangkau jika dibandingkan dengan harga yang ditawarkan pada 2015. Stigma mengenai harga energi bersih lebih mahal dibandingkan dengan energi fosil perlahan sudah mulai tergeser.
"Tahun 2015 itu solar (PLTS) harganya 25 sen. Harga energi baru terbarukan semakin murah, dari 25 sen, kita lelang menjadi 10 sen, kita lelang menjadi 7 sen, kita lelang hanya menjadi 5 sen, hari ini sudah bisa dibawah 5 sen," ujar Darmawan dalam pembukaan Electricity Connect 2024, di Jakarta, Rabu (20/11).
Darmawan mengatakan hal serupa juga terjadi pada Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) atau angin juga terus mengalami penurunan harga dalam beberapa tahun terakhir.
Menurutnya, ketika awal terdapat PLTB di Indonesia harga listrik yang dihasilkan sebesar 20 sen per kilowatt hour (KWh) dan saat ini sudah mencapai harga dibawah 12 sen per KWh.
"Demikian pula untuk energi angin, dulu ada sekitar 20 sen, turun ke 13 sen, turun ke 12 sen. Saat ini jauh lebih murah lagi," ujarnya.