MA Nyatakan tak Ada Pelanggaran Etik, Kejagung Tetap Usut Suap Hakim

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejakgung) tetap meneruskan penyidikan atas kasus dugaan suap-gratifikasi atas tiga hakim kasasi Gregorius Ronald Tannur, sekalipun Mahkamah Agung (MA) memutus tidak ada pelanggaran kode etik...

MA Nyatakan tak Ada Pelanggaran Etik, Kejagung Tetap Usut Suap Hakim

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejakgung) tetap meneruskan penyidikan atas kasus dugaan suap-gratifikasi atas tiga hakim kasasi Gregorius Ronald Tannur, sekalipun Mahkamah Agung (MA) memutus tidak ada pelanggaran kode etik atas kasasi ini.

Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Harli Siregar mengatakan, justru kesimpulan etik dari pemeriksaan internal MA tersebut, semakin menguatkan adanya dugaan untuk kongkalikong mengatur vonis akhir terhadap Ronald Tannur. Karena, kata Harli, dari temuan etik yang dilakukan MA, terungkap adanya pertemuan antara tersangka Zarof Ricar (ZR), dengan Hakim Agung Soesilo yang menjadi salah-satu pemutus kasasi terhadap Ronald Tannur. 

“Semua informasi akan menjadi masukan dan bahan bagi penyidik di Jampidsus. Termasuk menyangkut adanya pertemuan antara tersangka ZR, dengan Hakim Agung Soesilo. Apakah pertemuan tersebut akan diklarifikasi oleh penyidik? Tentu saja karena itu akan menjadi urgensi, dan kebutuhan penyidik untuk diklarifikasi,” begitu kata Harli, Rabu (20/11/2024).

Harli mengatakan, klarifikasi pertemuan antara ZR dengan Hakim Agung Soesilo tersebut, tentunya untuk menentukan aspek pidananya. “Penyidikan masih terus berlangsung. Dan kita, akan melihat nanti bagaimana perkembangannya,” ujar Harli. 

Penyidikan skandal suap-gratifikasi dalam pengaturan vonis Ronald Tannur masih terus dilakukan oleh penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus). Lima tersangka sudah dijerat dalam kasus ini. Tiga tersangka pertama, adalah para hakim di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jawa Timur (Jatim) yang membebaskan Ronald Tannur lewat putusan peradilan tingkat pertama.

Tiga hakim tersangka itu, di antaranya Erituah Damanik (ED), dan Mangapul (M), dan, Heru Hanindyo (HH). Pengacara Ronald Tannur, Lisa Rahmat (LR) juga ditetapkan tersangka. Menyusul ZR, yang dijerat tersangka terkait perannya sebagai pejabat tinggi di MA, yang pernah dipercaya sebagai kepala badan diklat hukum, dan peradilan MA. Tersangka terakhir, adalah Meirizka Widjaja (MW), ibu kandung dari Ronald Tannur. Lima tersangka tersebut sudah mendekam di tahanan. Dan kelimanya itu, merupakan para tersangka klaster pertama dari skandal suap-gratifikasi vonis bebas Ronald Tannur.

Dalam klaster pertama itu, penyidik Jampidsus melakukan penggeledahan di enam lokasi terpisah di tiga kota, Jakarta, Semarang-Jawa Tengah (Jateng), Surabaya-Jatim. Dan ditemukan uang dalam berbagai mata uang setotal Rp 20,7 miliar. Dari penggeledahan di salah-satu rumah para tersangka itu, ditemukan ikatan-ikatan uang dalam pecahan 100 dolar AS yang dibungkus plastik bening. Gepokan uang asing tersebut, diikat dengan karet gelang kuning yang dilapisi kertas putih dan bertuliskan ‘untuk kasasi’. “US ada 300.000 diambil 3/4/24 62.500. 4/4/24 sisa=237.500,” begitu tulisan yang tertera dalam ikatan uang tersebut.

Dari penyidikan terhadap lima tersangka tersebut, terungkap pula sudah ada uang senilai Rp 3,5 miliar yang diberikan kepada ketiga hakim ED, M, dan HH. Pemberian uang tersebut, berasal dari tersangka LR. LR, adalah teman sosialitas MW. Uang yang diberikan kepada tiga hakim di PN Surabaya tersebut, senilai Rp 1,5 miliar berasal dari MW, dan Rp 2 miliar dari kocek pribadi LR, yang disepakati akan diganti oleh MW. LR juga, terungkap dalam penyidikan adalah teman dari ZR. Dan peran ZR yang memperkenalkan LR kepada seorang pejabat tinggi di PN Surabaya inisial R untuk mengatur komposisi majelis hakim pengadil tingkat pertama kasus Ronald Tannur.

R hingga saat ini belum pernah diperiksa. Dan vonis Ronald Tannur dibacakan pada Juli 2024 lalu dengan putusan bebas, dan menyatakan putra dari politikus Edward Tannur tersebut tak bersalah atas kematian Dini Sera. Ketiga hakim mufakat membebaskan Ronald Tannur dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang meminta Ronald Tannur dipenjara selama 12 tahun lantaran melanggar Pasal 338 dan Pasal 351 ayat (3) KUH Pidana, terkait pembunuhan, dan penganiayaan yang menewaskan Dini Sera, Oktober 2023 lalu. JPU mengajukan kasasi ke MA atas tersebut.