Indonesia Ingin Impor Minyak Rusia setelah Jadi Anggota BRICS, tapi Khawatir Sanksi AS ke Moskow

Indonesia bersiap membeli minyak Rusia setelah resmi menjadi anggota BRICS atau blok ekonomi yang dipimpin Brasil, Rusia, India, Cina dan Afsel.

Indonesia Ingin Impor Minyak Rusia setelah Jadi Anggota BRICS, tapi Khawatir Sanksi AS ke Moskow

TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia bersiap membeli setelah resmi menjadi anggota BRICS atau blok ekonomi yang dipimpin Brasil, , India, Cina dan Afrika Selatan. Anggota BRICS saat ini mencakup 40 persen lebih populasi dunia, termasuk di dalamnya negara-negara emerging market di Timur Tengah.Keanggotaan Indonesia diumumkan Brasil sebagai pemegang presidensi tahun ini pada 6 Januari 2025.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan kemungkinan Indonesia akan membeli minyak Rusia dalam waktu dekat. “Ketika kita gabung dengan BRICS, kemudian ada peluang untuk kita mendapatkan minyak dari Rusia, selama itu sesuai aturan dan tidak ada persoalan, kenapa tidak?” ucap Bahlil ketika ditemui di Kantor Kementerian ESDM Jakarta, Jumat pekan lalu, 10 Januari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan,

Selama ini, lanjut dia, Indonesia mengimpor minyak dari Timur Tengah. Bukan berarti tidak ada kemungkinan bahwa minyak itu berasal dari Rusia.

“Jujur-jujur saja. Selama ini kita impor minyak dari Timur Tengah. Mungkin saja, mungkin saja, asalnya mungkin dari sana (Rusia). Tapi, belum pasti, ya,” ucapnya.

Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan pihaknya masih menakar untung-rugi bagi Indonesia membeli minyak dari Rusia.

“Sepanjang itu menguntungkan Republik Indonesia, bisa kita bicarakan. Kalau kita dapat lebih murah 20 dolar AS atau 22 dolar AS, kenapa tidak?” kata Luhut usai konferensi pers di Jakarta, Kamis, 9 Januari 2025.

Direktur Jenderal Minyak & Gas Bumi Kementerian ESDM, Achmad Muchtasyar, akan mempelajari regulasi perdagangan internasional terkait kemungkinan Indonesia membeli minyak di Rusia, menyusul dijatuhkannya sanksi dari AS ke Rusia.

"Nanti kita lihat regulasi perdagangan internasionalnya. Bagaimana (pada prinsipnya) kita tidak melanggar WTO dan tidak melanggar peraturan-peraturan yang berlaku di dunia internasional," kata Achmad di Jakarta, Kamis, 16 Januari 2025.

Menurut dia, minyak merupakan komoditas yang dipengaruhi kondisi geopolitik internasional sehingga harganya menjadi dinamis.

Sanksi AS ke Minyak Rusia

Pemerintah Rusia mengatakan sanksi terbaru Amerika Serikat (AS) terhadap Moskow akan mengganggu stabilitas pasar energi dunia. 

"Tentu saja, keputusan seperti itu hanya akan menyebabkan ketidakstabilan tertentu di pasar energi internasional, pasar minyak," kata Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov kepada wartawan dalam jumpa pers, Senin, 12 Januari 2025.

Pernyataan itu disampaikan beberapa hari setelah Washington mengumumkan langkah-langkah baru untuk terus mengurangi pendapatan Rusia di tengah agresinya ke Ukraina.

Sebelumnya, Departemen Keuangan AS  menjatuhkan sanksi terhadap sektor energi Rusia. Sanksi tersebut menargetkan raksasa minyak Gazprom Neft dan Surgutneftegaz, serta lebih dari 180 kapal,  para pedagang minyak, penyedia layanan, perusahaan asuransi, dan pejabat energi Rusia untuk menghalangi upaya perang Moskow di Ukraina.

Departemen Keuangan AS juga membatasi penyediaan layanan AS untuk ekstraksi dan produksi minyak di Rusia.

Peskov mengatakan Moskow akan memantau dengan cermat konsekuensi dari tindakan AS tersebut dan kemudian mengkonfigurasikan pekerjaan perusahaan-perusahaan Rusia untuk meminimalkan akibat dati sanksi tersebut. 

Menurut Peskov, rute ekspor energi Rusia tidak dapat "diputus" oleh sanksi tersebut.

"Jika sesuatu diblokir di satu tempat, opsi alternatif muncul di tempat lain. Oleh karena itu, pencarian akan dilakukan untuk opsi pekerjaan yang akan meminimalkan konsekuensi sanksi," kata Peskov yang mendefinisikan sanksi tersebut sebagai hal yang "ilegal."

Dalam bagian lain pernyataannya, Peskov menanggapi dampak sanksi terhadap perusahaan energi nuklir milik negara Rusia, Rosatom, dengan mengatakan bahwa perusahaan tersebut akan melanjutkan kegiatan internasionalnya.

"Jelas bahwa AS akan terus mencoba melemahkan posisi perusahaan kami dengan cara yang tidak kompetitif. Tentu saja, kami berharap kami akan dapat menangkalnya," kata Peskov.

Ia menambahkan bahwa pemerintahan Joe Biden yang tinggal menghitung hari akan melakukan segala cara untuk meninggalkan  "warisan terburuk" dalam hal hubungan bilateral dengan Rusia kepada Presiden terpilih Donald Trump, yang akan dilantik pada 20 Januari 2025, dan pemerintahannya.

Sumber: ANTARA, Sputnik-OANA, Anadolu

Pilihan Editor