KPPU: Rincian Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang Dilakukan Google LLC
KPPU menilai kebijakan Google LLC yang mewajibkan penerapan GPB System dalam berbagai aplikasi termasuk dalam praktek monopoli pasar.
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memutuskan perusahaan Limited Liability Compane (LLC) bersalah atas dugaan monopoli terhadap penerapan Google Play Billing (GPB System) dalam berbagai aplikasi. Karenanya, KPPU menjatuhkan denda sebesar Rp202,5 miliar kepada perusahaan Google LLC.
Menurut Majelis Komisi , Google terbukti melakukan monopoli pasar dengan memenuhi unsur pelanggaran terhadap dua pasal Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
"Menyatakan terlapor terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 17 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999," ujar Ketua Majelis Komisi Hilman Pujana dalam ruang sidang Erwin Syahril di gedung KPPU, Jakarta Pusat, pada Selasa, 21 Januari 2025.
Selain itu, Majelis Hakim juga memutuskan Google melanggar Pasal 25 ayat 1 b yang membuktikan Google menggunakan posisi dominannya untuk membatasi pasar dan pengembangan teknologi. Namun, dalam putusan itu Hilman mengatakan Google LLC tidak terbukti melanggar Pasal 19 huruf a dan huruf b serta Pasal 25 ayat 1 huruf a seperti Laporan Dugaan Pelanggaran (LDP) investigator.
Lebih lanjut, dalam perkara ini Majelis KPPU menjatuhkan sanksi administratif pada Google. "Menghukum terlapor membayar denda Rp202.500.000.000 (Rp202,5 miliar) yang harus disetor ke kas negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha," kata Hilman.
Sebelumnya, sejak 1 Juni 2022, Google LLC mewajibkan developer aplikasi yang mendistribusikan aplikasinya melalui Google Play Store untuk menerapkan GPB System dan menjatuhkan sanksi apabila developer aplikasi tidak patuh berupa penghapusan aplikasi tersebut dari Google Play Store.
Majelis Komisi menilai kebijakan itu berdampak terhadap persaingan usaha tidak sehat yang menghambat pasar jasa penyediaan pembayaran hingga hilangnya pilihan pembayaran bagi konsumen.
Sebelumnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mendefinisikan praktek monopoli sebagai pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.
Sementara itu, menurut UU ini, persaingan usaha tidak sehat merupakan persaingan antarpelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.
Adapun berikut ini bunyi pasal yang dilanggar oleh LLC sebagaimana diputuskan Majelis Komisi KPPU.
(1) Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
(2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila :
- barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya;
- mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama;
- satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Sementara itu, pada Pasal 25 ayat (1) huruf b diterangkan bahwa pelaku usaha dilarang menggunakan posisi dominan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk membatasi pasar dan pengembangan teknologi.
Dian Rahma Fika berkontribusi pada penulisan artikel ini.