Membangun optimisme keberlimpahan produksi beras nasional
Produksi beras nasional sepanjang 2024 tercatat mengalami sedikit penurunan, yakni sebesar 2,24 persen atau sekitar 700 ...
Jakarta (ANTARA) - Produksi beras nasional sepanjang 2024 tercatat mengalami sedikit penurunan, yakni sebesar 2,24 persen atau sekitar 700 ribu ton dibandingkan tahun sebelumnya.
Plt Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti menyampaikan data ini di tengah kebijakan pemerintah yang berencana menghentikan impor beras mulai 2025.
Selama periode Januari–Desember 2024, total produksi beras nasional diperkirakan mencapai 30,41 juta ton, lebih rendah dibandingkan produksi 2023 yang sebesar 31,10 juta ton.
Meski begitu, proyeksi awal 2025 memberikan optimisme. BPS memperkirakan produksi beras pada Januari dan Februari 2025 lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Pada Januari 2024, produksi beras nasional hanya 0,87 juta ton. Namun, pada Januari 2025, produksi diperkirakan mencapai 1,20 juta ton.
Sementara itu, produksi Februari 2024 yang hanya mencapai 1,39 juta ton, diproyeksikan melonjak menjadi 2,08 juta ton pada Februari 2025.
Dengan demikian, total produksi beras selama dua bulan pertama tahun ini diperkirakan mencapai 3,28 juta ton, atau meningkat sekitar 1,02 juta ton dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Meskipun tren awal tahun menunjukkan peningkatan produksi, perhatian tetap diperlukan untuk bulan-bulan berikutnya. Tantangan utama yang dihadapi petani adalah kondisi cuaca yang semakin sulit diprediksi.
Jika panen raya bertepatan dengan musim hujan pada Maret hingga Mei 2025, upaya mitigasi perlu segera disiapkan agar hasil panen tidak terganggu.
Salah satu solusi yang perlu diperhatikan di antaranya penyediaan alat pengering gabah. Dalam beberapa tahun terakhir, petani kerap menghadapi kesulitan mengeringkan gabah saat musim hujan. Jika kadar air gabah terlalu tinggi, harga jualnya bisa turun drastis.
Oleh karena itu, kebijakan yang mendukung ketersediaan alat pengering gabah perlu mendapat perhatian serius, sebagaimana pemerintah selama ini gencar menyalurkan bantuan alat dan mesin pertanian seperti traktor.
Keberhasilan sektor perberasan nasional bukan hanya bergantung pada peningkatan produksi di tingkat hulu, tetapi juga pada efisiensi pascapanen dan kestabilan harga di tingkat petani.
Penguatan sinergi antara produksi, pengelolaan hasil panen, dan distribusi menjadi faktor kunci dalam mencapai ketahanan pangan yang berkelanjutan.
Pemerintah perlu memastikan bahwa seluruh rantai produksi, dari hulu hingga hilir, mendapat perhatian yang sama.
Selain kesiapan pascapanen, langkah lain yang juga perlu diperhatikan adalah pengelolaan cadangan beras nasional.
Ketahanan pangan tidak hanya bergantung pada seberapa banyak produksi dihasilkan, tetapi juga bagaimana stok pangan dikelola agar stabil sepanjang tahun.
Dengan adanya sistem cadangan yang kuat, gejolak harga akibat faktor cuaca maupun kondisi pasar global dapat diminimalkan.
Impor beras
Kebijakan pemerintah untuk menghentikan impor beras mulai tahun ini tentu menjadi keputusan yang harus dikawal dengan baik.
Keberhasilan kebijakan ini sangat bergantung pada kesiapan produksi dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan nasional.
Dengan potensi produksi yang meningkat di awal tahun, optimisme tetap perlu dibangun, namun tetap disertai dengan langkah-langkah mitigasi yang konkret.
Dinamika perubahan iklim yang semakin nyata dalam beberapa tahun terakhir mengharuskan pendekatan yang lebih sistematis dalam mengantisipasi potensi gangguan terhadap produksi beras.
Anomali cuaca seperti El Niño dan La Niña bukan lagi hal baru bagi sektor pertanian Indonesia. Oleh karena itu, pemanfaatan teknologi prediksi cuaca dan penguatan infrastruktur irigasi menjadi bagian penting dalam strategi ketahanan pangan jangka panjang.
Salah satu pelajaran dari tahun-tahun sebelumnya adalah perlunya keseimbangan antara produksi dan cadangan beras nasional.
Keputusan impor beras pada 2024 sebesar 4 juta ton menunjukkan bahwa ketika produksi dalam negeri tidak mencukupi, langkah darurat seperti impor menjadi pilihan yang tak terhindarkan.
Namun, dalam kondisi ideal, ketahanan pangan harus dicapai melalui peningkatan produksi dan efisiensi pengelolaan cadangan beras domestik.
Kebijakan penghentian impor beras 2025 menjadi momentum bagi Indonesia untuk semakin memperkuat sektor pertaniannya.
Jika kebijakan ini berhasil, bukan hanya ketahanan pangan yang terjaga, tetapi kesejahteraan petani juga akan meningkat karena harga gabah yang lebih stabil dan menguntungkan.
Pemerintah perlu terus memastikan bahwa petani mendapatkan dukungan yang memadai, baik dari segi teknologi, infrastruktur, maupun akses pasar.
Dalam beberapa tahun terakhir, sektor pertanian telah menunjukkan ketahanan yang cukup baik meskipun menghadapi berbagai tantangan.
Petani semakin terbiasa menghadapi ketidakpastian cuaca dan telah mulai menerapkan berbagai inovasi teknologi dalam budidaya padi.
Namun, untuk mencapai ketahanan pangan yang lebih baik, dukungan kebijakan yang berpihak kepada petani tetap menjadi faktor yang sangat menentukan.
Selain dukungan terhadap produksi, pemerintah juga perlu memperkuat akses pasar bagi petani. Salah satu masalah yang sering muncul adalah harga gabah yang fluktuatif, terutama saat panen raya.
Jika harga terlalu rendah, petani bisa mengalami kerugian dan kehilangan insentif untuk terus menanam padi. Oleh karena itu, kebijakan stabilisasi harga, baik melalui Bulog maupun mekanisme pasar lainnya, perlu terus diperkuat.
Optimisme untuk mencapai swasembada pangan harus dibarengi dengan kesiapan menghadapi berbagai skenario.
Pemerintah, petani, dan seluruh pemangku kepentingan perlu bekerja sama dalam menjaga stabilitas produksi dan distribusi beras.
Dengan langkah-langkah yang tepat, harapan agar produksi beras tahun ini melimpah bukan hanya menjadi target, tetapi bisa benar-benar terwujud.
Langkah konkret yang bisa segera diambil mencakup peningkatan akses petani terhadap teknologi pertanian modern, penguatan infrastruktur pertanian seperti irigasi dan gudang penyimpanan, serta peningkatan akses pembiayaan bagi petani kecil.
Dengan dukungan yang tepat, produksi beras nasional tidak hanya akan meningkat, tetapi juga menjadi lebih tahan terhadap tantangan cuaca dan dinamika pasar global.
Dengan segala tantangan yang ada, semangat untuk mencapai swasembada pangan harus tetap dijaga. Jika semua pihak bekerja sama dan menjalankan perannya dengan baik, ketahanan pangan Indonesia akan semakin kuat.
Kebijakan penghentian impor beras harus diiringi dengan langkah-langkah konkret yang memastikan produksi nasional benar-benar mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri.
Jika hal ini bisa dicapai, Indonesia tidak hanya akan lebih mandiri dalam hal pangan, tetapi juga bisa menjadi salah satu negara yang memiliki sistem ketahanan pangan yang lebih stabil dan berkelanjutan di masa depan.
*) Penulis adalah Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat.
Copyright © ANTARA 2025