Mencetak Generasi Mulia dengan Sistem Pendidikan Islam
Tidak ada yang tidak berubah kecuali perubahan itu sendiri, begitu kata Filsuf Yunani Heraclitus. Termasuk yang sangat mudah berubah di dunia pendidikan kita adalah kurikulum. Ganti menteri ganti kurikulum....
Tidak ada yang tidak berubah kecuali perubahan itu sendiri, begitu kata Filsuf Yunani Heraclitus. Termasuk yang sangat mudah berubah di dunia pendidikan kita adalah kurikulum. Ganti menteri ganti kurikulum. Pemeo tersebut sudah menancap kuat di benak masyarakat. Termasuk wacana yang dilontarkan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Prof. Dr. Abdul Mu'ti tentang Deep Learning. Orang awam langsung mengira itu adalah kurikulum terbaru pengganti Kurikulum Merdeka, padahal bukan. Pak Menteri sendiri menjelaskan bahwa Deep Learning adalah sebuah metode pembelajaran. Terkait kurikulum yang sudah berjalan di era Nadiem Makarim apakah masih berlanjut atau tidak, masih dikaji di kementerian.
Membangun pendidikan memang tak semudah membangun gedung yang bisa dilakukan cepat dan terlihat hasilnya. Membangun pendidikan adalah membangun peradaban, butuh waktu lama dan perencanaan yang matang. Sudah lama Indonesia bongkar pasang kurikulum tujuannya untuk memperbaiki kualitas pendidikan di negeri ini.
Sejak Indonesia merdeka sudah ada 12 kali perubahan kurikulum. Yaitu Kurikulum Rencana Pelajaran 1947, Kurikulum Rencana Pendidikan 1964, Kurikulum Sekolah Dasar 1968, Kurikulum PPSP 1973, Kurikulum Sekolah Dasar 1975, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994, Kurikulum 1997, KBK 2004, KTSP 2006, K-13 2013, dan terbaru Kurikulum Merdeka 2022.
Semua Kurikulum di atas memiliki kelemahan dan kelebihan sendiri-sendiri. Sedangkan terkait output yang dihasilkan, masyarakat sendiri bisa menilai. Termasuk gen Z dan gen alpha saat ini juga merupakan output dari kurikulum, di samping ada faktor lain yang membentuk karakter mereka yaitu orang tua dan lingkungan baik lingkungan sekitar maupun media.
Meskipun memiliki karakteristik berbeda di setiap kurikulum, ada persamaan mendasar pada kurikulum-kurikulum tersebut yang sangat penting menjadi perhatian kita bersama. Yaitu sama-sama berbasis sekuler (pemisahan agama dari dunia). Memang ada sekolah agama namun pada kenyataannya agama dipelajari sebagai ilmu pengetahuan sebagaimana ilmu-ilmu dunia yang lain. Sehingga ilmu agama kehilangan esensinya untuk membentuk kepribadian mulia dan bertakwa.
Penanaman nilai-nilai agama (Islam) sangatlah penting. Apalagi penduduk Indonesia mayoritas muslim sudah sepatutnya agama dijadikan jalan hidup. Seseorang yang paham agama akan bisa menyelesaikan setiap problem kehidupan sesuai dengan solusi yang benar yang diridhoi Allah swt. Karena Islam tidak hanya mengatur ibadah ritual tetapi juga mengatur hubungan sesama manusia dan dirinya sendiri. Ia akan takut berbuat dosa dan senantiasa beramal baik. Ia akan menggunakan ilmunya untuk kemaslahatan umat, bukan sekedar menjadikan dirinya sendiri hidup enak dan mapan.
Akan sangat bahaya jika generasi ini hanya dicetak menjadi SDM yang unggul secara sains dan teknologi demi tuntutan pasar global, tetapi lemah dari sisi keterikatan pada ajaran agama. SDM semacam itu justru berpotensi mengancam negeri ini melalui berbagai perilakunya kelak yang tidak lagi memperhatikan standar agama berupa halal dan haram. Masih kecil saja hari ini banyak anak yang berani melakukan tindakan kriminal, bagaimana jika mereka besar nanti?
Maka solusinya harus mengganti sistem pendidikan sekuler ini dengan sistem pendidikan Islam. Sekali lagi bukan pendidikan agama yang saat ini ada di sistem sekuler. Tapi sistem pendidikan Islam yang dicontohkan Rasulullah saw.
Dalam Islam, pendidikan dapat dimaknai sebagai proses manusia menuju kesempurnaan sebagai hamba Allah Swt. Karena itu dalam sistem pendidikan Islam, akidah Islam harus menjadi dasar pemikirannya. Penancapan akidah dilakukan sejak usia dini. Bahkan akidah Islam ditanamkan lebih dulu sebelum siswa mempelajari ilmu umum. Tujuan inti dari sistem pendidikan Islam adalah membangun generasi yang berkepribadian Islam, selain menguasai ilmu-ilmu kehidupan seperti matematika, sains, teknologi, dll.
Dalam Islam, penguasa bertanggung jawab penuh atas penyelenggaraan pendidikan warganya. Sebabnya, pendidikan adalah salah satu di antara banyak perkara yang wajib diurus oleh negara secara serius. Negara wajib menyediakan fasilitas yang layak. Memberikan pendidikan gratis di setiap jenjang karena pendidikan adalah kebutuhan dasar rakyat, tidak boleh dikomersilkan. Tenaga pendidik juga harus dihargai karena mereka adalah sumber ilmu dan teladan bagi siswa.
Selain memperbaiki di sistem pendidikannya, negara juga wajib membentuk lingkungan keluarga dan masyarakat yang kondusif karena generasi tidak hanya dibentuk di sekolah. Untuk itu perlu penerapan seluruh sistem Islam, diantaranya sistem pergaulan, sistem ekonomi, sistem sanksi, dan media yang sesuai dengan aturan Islam.
Alhasil gonta-ganti kurikulum maupun metode pembelajaran, harus dibarengi perubahan mendasar terkait paradigma pendidikan itu sendiri. Selama asasnya tetap sekuler, sangat dimungkinkan outputnya tidak akan jauh berbeda. Sebaliknya, generasi mulia akan lahir dalam sistem pendidikan Islam. Wallahu'alam bi ashowab
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.