Penurunan Suku Bunga BI Dikritik, Bisa Tekan Rupiah dan Picu Modal Asing Keluar

Bank Indonesia memotong suku bunga acuan menjadi 5, 75%, memicu debat di tengah ketidakpastian ekonomi global, dengan harapan mendongkrak pertumbuhan namun beresiko pada stabilitas rupiah.

Penurunan Suku Bunga BI Dikritik, Bisa Tekan Rupiah dan Picu Modal Asing Keluar

Bank Indonesia (BI) telah memangkas acuan atau BI-Rate sebesar 25 basis poin menjadi 5,75%. Keputusan ini menuai kritik karena dinilai berisiko terhadap stabilitas rupiah dan dapat menurunkan daya tarik investasi di Indonesia, terutama di tengah ketidakpastian ekonomi dan geopolitik global.

Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda menilai keputusan BI menurunkan suku bunga sebagai langkah yang berani namun penuh risiko. “Saya menilai langkah yang diambil oleh BI cukup berani, namun saya khawatir BI terlalu percaya diri dengan kebijakan ini,” kata Huda kepada Katadata.co.id, Jumat (17/1).

Huda menjelaskan bahwa pemangkasan suku bunga dapat menurunkan cost of fund dan cost of consume masyarakat. Dengan bunga deposito dan simpanan yang lebih rendah, masyarakat diharapkan terdorong untuk meningkatkan konsumsi. Selain itu, bunga kredit yang lebih rendah juga diharapkan dapat memacu pelaku usaha untuk melakukan ekspansi bisnis.

Namun, Huda menyoroti risiko terkait pelemahan nilai tukar . Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025, rupiah dipatok pada level Rp 16.000 per dolar AS, sementara nilai tukar saat ini telah melampaui target tersebut. “Ada ancaman harga-harga barang impor, terutama bahan baku, yang akan meningkat,” ujarnya.

Selain itu, Huda memperingatkan bahwa penurunan BI Rate dapat mendorong investor pasar uang menarik dananya dari Indonesia untuk beralih ke instrumen yang lebih aman, seperti surat utang Amerika Serikat (AS).

Memperburuk Arus Keluar Modal

Sejalan dengan itu, Peneliti LPEM FEB UI, Teuku Riefky, juga mengungkapkan kekhawatirannya bahwa pemangkasan suku bunga BI dapat memperburuk arus modal keluar dan menekan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Tekanan ini turut dipengaruhi oleh ekspektasi kebijakan moneter Bank Sentral AS atau The Fed yang cenderung hati-hati akibat inflasi tinggi di AS serta kebijakan Presiden Donald Trump.

“Saat ini ada kemungkinan 93,1% The Fed akan mempertahankan suku bunga tetap dalam waktu dekat,” kata Riefky.

Ia juga menambahkan bahwa pelemahan rupiah berpotensi menghambat pertumbuhan sektor riil akibat imported inflation. “Hal ini akan membuat harga bahan baku impor semakin mahal, sehingga mendorong peningkatan biaya produksi atau cost of product,” katanya.

Di sisi lain, Staf Bidang Ekonomi di Bank Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto, mengungkapkan bahwa penurunan suku bunga dapat mengurangi daya tarik aset investasi di Indonesia karena imbal hasil yang lebih rendah.

“Kondisi ini berpotensi mengurangi minat investor baru untuk masuk ke pasar obligasi Indonesia. Pada akhirnya, ketika BI membutuhkan likuiditas dolar AS atau mata uang asing, ketersediaannya juga bisa menurun,” kata Myrdal kepada Katadata.co.id, Kamis (16/1).

Myrdal juga menekankan bahwa investor baru cenderung mencari imbal hasil yang tinggi, sehingga daya tarik pasar obligasi Indonesia akan menurun jika imbal hasil menjadi lebih rendah.

Penjelasan Gubernur BI

Gubernur BI Perry Warjiyo, menjelaskan bahwa keputusan ini bertujuan menjaga stabilitas sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi. Faktor eksternal seperti arah kebijakan fiskal AS dan proyeksi penurunan suku bunga Federal Reserve (The Fed) sebesar 25 basis poin telah menjadi pertimbangan utama.

“Arah kebijakan AS terkait defisit fiskal dan kemungkinan suku bunga The Fed turun sekali sebesar 25 bps sudah kami perhitungkan,” kata Perry dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (15/1).

Inflasi domestik yang rendah turut mendukung keputusan ini. Tingkat inflasi Indonesia berada di bawah target 2,5% plus minus 1% dan diperkirakan akan tetap terkendali dalam dua tahun ke depan.

Perry juga menegaskan bahwa nilai tukar rupiah saat ini relatif stabil dan sejalan dengan fundamental ekonomi, meskipun tekanan akibat ketidakpastian global tetap ada.

Dengan inflasi terkendali, BI memiliki ruang untuk menurunkan suku bunga demi menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di tengah tantangan global.