Saksi Korupsi Pengadaan Truk Basarnas Bikin Geram Majelis Hakim
Hakim Pengadilan Tipikor geram dengan keterangan saksi korupsi Basarnas yang hanya bisa bilang tidak tahu dan lupa.
TEMPO.CO, Jakarta - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menegur saksi yang dihadirkan dalam kasus korupsi pengadaan truk pengangkut personel dan Rescue Carrier Vehicle di Badan SAR Nasional () tahun 2024. Saksi atas nama Konduri dihadirkan oleh jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi dalam sidang lanjutan yang digelar pada Kamis, 16 Januari 2025.
Konduri sendiri menjabat sebagai Analis Kepegawaian Ahli Madya di Basarnas. Pada periode 2014-2018, Kundori pernah terlibat sebagai anggota serta ketua Kelompok Kerja (Pokja) pengadaan truk dan RCV.
Mulanya, hakim anggota Alfis Setyawan menggali kesaksian Kundori mengenai pelaksanaan lelang di Basarnas. “Apakah di setiap pengadaan, yang kebetulan saudara terlibat langsung sebagai pokja atau ditunjuk sebagai ketua pokja, ada kebiasaan di Basarnas bahwa penyedia jasanya sudah direncanakan akan dikerjakan oleh suatu perusahaan?” tanya hakim kepada Kundori.
Kundori lalu menjawab tidak tahu dan tidak paham tentang pelaksanaan lelang. Hakim kemudian mencocokkan keterangan Kundori dengan Berita Acara Pemeriksaan, di mana di dalamnya Kundori memberi keterangan bahwa terdakwa Anjar Sulistiyono selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) memberi arahan kepada tim pokja terkait pemenang lelang.
Menurut Kundori, perbedaan keterangan dalam BAP disebabkan oleh kondisi psikologisnya yang gugup dan ingin cepat pulang. Dia juga mengklaim pernyataannya di BAP adalah asumsi. “Artinya saya ini sebenarnya ngawur. Dalam artian, kok langsung nunjuk nama padahal itu belum tentu yang menyuruh dia (Anjar). Karena sedari awal saya nggak paham soal pelaksanan lelang,” kata Kundori.
Hakim lantas menggali dari mana Kundori bisa memiliki asumsi tersebut, namun Kundori kesulitan menjawab. Setelah dicecar lebih lanjut, Kundori mengaku mendengar informasi dari teman-temannya bahwa ada arahan dari PPK. Namun, dia tidak menyebutkan secara spesifik siapa yang memberi arahan. Hakim Alfis lalu bertanya apakah arahan itu terkait dengan pengadaan truk atau RCV. Namun, Kundori mengaku lupa.
Mendengar jawaban tersebut, hakim pun emosi dan menegur Kundori agar tidak main-main di persidangan. “Tadi bisa jelaskan, sekarang lupa. Yang benar di pengadilan ini, kalau lupa ya lupa semua. Dari tadi saudara nggak bisa jelaskan. Jangan ngawur-ngawur disini! Yang jelas! Saudara pikir dagelan di sini?” ujar hakim.
Dalam kasus ini, jaksa penuntut umum mendakwa Anjar Sulistiyono selaku Kepala Sub Direktorat Pengawakan & Perbekalan Direktorat Sarana dan Prasarana Basarnas dan pejabat pembuat komitmen; eks Sekretaris Utama Badan SAR Nasional (Sestama Basarnas) Max Ruland Boseke; dan William Widarta selaku Direktur CV Delima Mandiri sekaligus penerima manfaat PT Trijaya Abadi Prima.
Jaksa mengatakan Max Ruland dan Anjar Sulistiyono mengatur William Widarta sebagai pemenang lelang proyek Pengadaan Truk Pengangkut Personel dan Rescue Carrier Vehicle di untuk tahun anggaran 2014.
Harga penawaran proyek itu di-mark-up atau dilebihkan sebesar 15 persen. Rinciannya, 10 persen untuk dana komando dan 5 persen untuk keuntungan perusahaan.
Jaksa penuntut umum, Richard Marpaung, mengatakan Max Ruland Boseke bersama-sama dengan William Widarta dan Anjar Sulistiyono pada Maret 2013 sampai 2014 telah melakukan perbuatan melawan hukum. “Yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp 20.444.580.000 (Rp 20,4 miliar)," ujar Richard di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis, 14 November 2024.
Amelia Rahima Sari berkontribusi dalam penulisan artikel ini.