SBMI Minta Pemerintah Basmi Mafia Bisnis Pekerja Migran Ilegal

Hariyanto memperkirakan lebih dari 50 persen pekerja migran Indonesia menggunakan jalur ilegal untuk bekerja di Malaysia.

SBMI Minta Pemerintah Basmi Mafia Bisnis Pekerja Migran Ilegal

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Hariyanto Suwarno meminta pemerintah memberantas mafia yang menjalankan bisnis menggunakan jalur . Hal ini untuk mencegah adanya korban selanjutnya.

"Kuncinya adalah ini bisnis penempatan kotor, ada mafia-mafianya di situ, ada oknum-oknumnya di situ yang perlu diberantas," kata Hariyanto Suwarno saat dihubungi Tempo melalui aplikasi perpesanan, Ahad, 2 Februari 2025.

Menurut dia, sudah terlalu banyak pekerja migran Indonesia menggunakan jalur ilegal dan berujung kematian. Hariyanto mengatakan hal ini terjadi karena mekanisme legal untuk dapat bekerja di luar negeri terlalu rumit dan mahal.

"Saya rasa kalau itu (bisnis PMI Ilegal) diberantas, maka kemudian warga negara Indonesia tidak ada pilihan lagi selain mereka berangkat secara prosedural," kata dia.

Hariyanto memperkirakan lebih dari 50 persen WNI menggunakan jalur ilegal untuk bekerja di . "Kalau data Kementerian Luar Negeri 2,5 juta, kemudian data BP2MI pada saat itu adalah 900 ribu, sisanya dari 900 ribu menuju ke 2 juta itu kan sudah dipastikan unprocedural," ucap Hariyanto.

Sebelumnya, lima pekerja migran Indonesia ditembak oleh Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM) di Tanjung Rhu pada pukul 03.00 pagi, Jumat, 24 Januari 2025. Satu orang di antaranya tewas.

Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia (PWNI) Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha menceritakan kronologi penembakan lima warga Indonesia di Tanjung Rhu tersebut. Kronologi penembakan itu diperoleh dari pihak Malaysia.

Judha mengatakan kelima WNI itu ditembak oleh Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM) di Tanjung Rhu pada pukul 03.00 pagi, Jumat, 24 Januari 2025. Dalam rombongan mereka terdapat 26 pekerja migran Indonesia yang berada di satu kapal.

APMM yang berpatroli lantas melakukan penembakan terhadap penumpang kapal saat berada di perairan Tanjung Rhu. Pihak APPM mengklaim penembakan itu dilakukan setelah para penumpang kapal diduga melakukan perlawanan. Insiden ini menyebabkan satu orang WNI meninggal dan empat orang lainnya terluka.

KBRI Kuala Lumpur menanggapi insiden tersebut dengan mengambil langkah untuk memastikan perlindungan terhadap WNI yang terdampak. Kemenlu juga telah mengirimkan nota diplomatik kepada pihak Malaysia untuk mendorong dilakukannya penyelidikan menyeluruh, termasuk menyoroti kemungkinan adanya penggunaan kekuatan berlebihan.

“Kementerian Luar Negeri dan KBRI Kuala Lumpur akan terus memantau perkembangan kasus ini serta memberikan pendampingan kekonsuleran dan hukum guna memastikan terpenuhinya hak-hak WNI dalam sistem hukum di Malaysia,” kata Judha.

Eka Yudha Saputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Pilihan Editor: