Soal Efisiensi Anggaran, Akademisi Dorong Adanya Kebijakan Penyeimbang
Soal Efisiensi Anggaran, Akademisi Dorong Adanya Kebijakan Penyeimbang. ????Presiden Prabowo Subianto melakukan pemangkasan belanja negara hingga Rp 306 triliun pada tahun 2025 sebagai upaya efisiensi anggaran. -- Ikuti kami di ????https://bit.ly/392voLE #beritaviral #jawatimur #viral berita #beritaterkini #terpopuler #news #beritajatim #infojatim #newsupdate #FYI #fyp
![Soal Efisiensi Anggaran, Akademisi Dorong Adanya Kebijakan Penyeimbang](https://beritajatim.com/wp-content/uploads/2025/02/IMG-20241118-WA0142_11zon_11zon-1.jpg)
Surabaya (beritajatim.com) – Presiden Prabowo Subianto melakukan pemangkasan belanja negara hingga Rp 306 triliun pada tahun 2025 sebagai upaya efisiensi anggaran. Nantinya, penghematan yang diperoleh akan dialokasikan untuk mendanai program prioritas, termasuk makan bergizi gratis (MBG).
Alih-alih hemat, kebijakan ini justru dinilai dapat menimbulkan dampak negatif yang luas. Sebab, pemotongan ini berpotensi menghambat pengembangan SDM, mengurangi kualitas pendidikan dan riset, serta memperlambat pembangunan infrastruktur.
Akademisi dari Universitas Muhammadiyah Surabaya, Fatkur Huda, mengatakan pemangkasan ini berisiko memperburuk kesejahteraan masyarakat dan memperbesar ketimpangan sosial, terutama jika tidak disertai kebijakan penyeimbang yang tepat.
“Jika tidak diantisipasi dengan kebijakan penyeimbang, penghematan yang dilakukan bisa berujung pada penurunan kesejahteraan masyarakat dan memperbesar ketimpangan sosial,” kata Fatkur, Senin (10/2/2025).
Ia menjelaskan bahwa pemotongan anggaran ini berpotensi membawa dampak negatif yang cukup besar terhadap berbagai sektor, termasuk pertumbuhan ekonomi, pembangunan SDM, dan kesejahteraan masyarakat.
Salah satu dampak yang dirasakannya adalah pemotongan anggaran di sektor pendidikan, khususnya pada Kemendikdasmen dan Kemendiktisaintek.
Pemangkasan ini diperkirakan akan menghambat pengembangan SDM karena berkurangnya dana untuk program beasiswa, pelatihan guru, dan riset. Huda menyebutkan bahwa hal ini dapat memperlebar kesenjangan akses pendidikan, terutama bagi masyarakat kurang mampu.
“Melemahnya ekosistem riset dan inovasi dapat memperlambat perkembangan teknologi dalam negeri, yang justru akan menurunkan daya saing Indonesia di tingkat global,” ujarnya.
Selain itu, pemangkasan anggaran di sektor infrastruktur berpotensi memperlambat pembangunan dan pemeliharaan fasilitas publik. Menurut Fatkur, hal ini akan berdampak langsung pada sektor konstruksi dan tenaga kerja, yang bisa berisiko kehilangan pekerjaan.
Menurutnya, dunia usaha juga terancam kehilangan kepercayaan terhadap stabilitas ekonomi jika pemotongan anggaran ini tidak disertai dengan strategi yang jelas. “Investor bisa kehilangan kepercayaan terhadap stabilitas ekonomi jika pemotongan anggaran tidak disertai strategi yang jelas,” imbuhnya.
Di sisi lain, meskipun pemerintah memastikan pemotongan anggaran tidak akan menyentuh belanja pegawai dan bantuan sosial, terbatasnya anggaran operasional dapat mengganggu kualitas layanan publik. “Hal ini bisa berpengaruh besar pada pelayanan administrasi, pendidikan, dan kesehatan, terutama di daerah-daerah terpencil,” sebut Dosen Ekonomi Syariah UM Surabaya tersebut.
Jika kebijakan ini tidak diimbangi dengan langkah penyeimbang yang tepat, Fatkur mengingatkan bahwa penghematan yang dilakukan dapat berujung pada penurunan kesejahteraan masyarakat dan semakin besar ketimpangan sosial. [ipl/kun]