Alasan Dibalik Pergantian Nama Bank BTPN Jadi SMBC Indonesia
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) kini resmi berganti nama menjadi SMBC Indonesia, efektif per 18 November 2024. Perubahan ini mencakup sejumlah pembaruan, seperti nama bank, logo, kode...
Digital Banking Business Product Head Bank BTPN Waasi B. Sumintardja menunjukan mock up saat acara peluncuran program #LakukanDenganCaramu di Jakarta, Kamis (15/4).
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) kini resmi berganti nama menjadi SMBC Indonesia, efektif per 18 November 2024. Perubahan ini mencakup sejumlah pembaruan, seperti nama bank, logo, kode SWIFT, serta alamat email dan situs resmi.
"Dengan senang hati, kami mengumumkan bahwa BTPN akan bertransformasi menjadi SMBC Indonesia. Pembaruan ini akan kami jadikan komitmen untuk lebih meningkatkan kenyamanan Anda sebagai nasabah. Terima kasih atas dukungan dan kepercayaan selama ini. Kami akan terus berusaha membantu mewujudkan hidup yang #LebihBerarti," tulis SMBC Indonesia dalam keterangan resminya dikutip Selasa (19/11/2024).
Dalam pemberitahuan resmi yang diterima Republika pada Selasa hari ini, dijelaskan bahwa perubahan ini mencerminkan integrasi yang lebih erat dengan SMBC Group dan upaya memperkuat posisi bank dalam mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Meski mengalami transformasi, sejumlah informasi tetap tidak berubah, seperti nomor rekening nasabah, produk dan layanan, serta lokasi cabang. Hingga September 2024, SMBC Indonesia mencatatkan pertumbuhan kredit sebesar 16,08 persen secara tahunan (yoy), lebih tinggi dibandingkan rata-rata pertumbuhan kredit industri perbankan nasional sebesar 10,85 persen (laporan BI).
Total meningkat 16,72 persen menjadi Rp 228,58 triliun, sementara dana pihak ketiga (DPK) naik 4,43 persen menjadi Rp113,39 triliun, didukung oleh peningkatan tabungan sebesar 28,06 persen.
Meski mengalami kontraksi sebesar 4,19 persen menjadi Rp 2,29 triliun akibat kenaikan beban operasional, rasio kecukupan modal (CAR) meningkat menjadi 28,61 persen, menunjukkan permodalan yang kuat. Kualitas kredit juga tetap terjaga, dengan rasio kredit bermasalah (NPL gross) sebesar 1,45 persen, jauh di bawah ambang batas regulator sebesar 5 persen.