China Kritik Pengenaan Tarif yang Dilakukan Trump, Siap Tempuh Langkah Hukum
REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Pemerintah China mengkritik keputusan pemerintahan Trump yang mengenakan tarif 10 persen pada barang impor dari China pada Ahad (2/2/2025). Meskipun demikian, China tetap membuka kemungkinan untuk berdialog...
REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Pemerintah mengkritik keputusan pemerintahan Trump yang mengenakan 10 persen pada barang impor dari China pada Ahad (2/2/2025). Meskipun demikian, China tetap membuka kemungkinan untuk berdialog dengan Amerika Serikat (AS) agar konflik ini tidak semakin memburuk.
Menurut keterangan resmi dari Kementerian Keuangan dan Perdagangan China, Negeri Tirai Bambu itu akan mengajukan gugatan terhadap tarif Presiden di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). China juga memperingatkan akan mengambil "tindakan balasan" yang belum disebutkan sebagai respons terhadap kebijakan tarif tersebut yang mulai berlaku pada Selasa (4/2/2025).
Namun, respons ini tidak mengarah pada eskalasi yang langsung seperti yang terjadi pada masa perselisihan perdagangan antara China dan Trump di masa jabatan pertama Trump. Pernyataan China kali ini menggunakan bahasa yang lebih hati-hati, sesuai dengan pendekatan yang digunakan dalam beberapa pekan terakhir.
Pada Sabtu (1/2/2025), Trump mengumumkan pemberlakuan tarif 25 persen terhadap impor dari Kanada dan Meksiko serta 10 persen terhadap barang-barang dari China, dengan alasan untuk menanggulangi aliran fentanyl, opioid berbahaya, ke Amerika Serikat.
"Kebijakan tarif tersebut secara serius melanggar aturan perdagangan internasional dan mendesak AS untuk melakukan dialog terbuka dan memperkuat kerja sama", kata Kementerian Perdagangan China seperti dikutip dari Reuters, Ahad (2/2/2025).
Mengajukan gugatan ke WTO merupakan langkah simbolis yang juga diambil China dalam menanggapi tarif terhadap mobil listrik buatan China yang dikenakan oleh Uni Eropa. Selama beberapa pekan terakhir, juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Ning telah menyatakan China percaya tidak ada pihak yang akan menang dalam perang dagang.
Pernyataan China pada Ahad hari ini juga menanggapi isu fentanyl, masalah yang sebelumnya juga didorong oleh pemerintahan pendahulu Trump, Joe Biden, yang meminta China untuk lebih menindak pengiriman bahan kimia prekursor fentanyl yang diproduksi di China.
“Fentanyl adalah masalah Amerika. China telah melakukan kerja sama luas dalam pemberantasan narkoba dengan dan mencapai hasil yang luar biasa," kata Kementerian Luar Negeri China.
Pada Jumat (31/1/2025), Presiden AS Donald Trump juga mengatakan AS "pasti" akan mengenakan tarif pada Uni Eropa (EU). Trump menambahkan, tarif tinggi juga akan diterapkan pada barang-barang dari Meksiko, Kanada, dan China. Trump mengungkapkan bahwa negara-negara Eropa telah memperlakukan AS dengan sangat buruk, dengan menyebutkan biaya tambahan yang dikenakan oleh Uni Eropa, termasuk pajak PPN yang mencapai 20 persen.
Trump juga menjelaskan, tarif baru tersebut merupakan respons terhadap defisit perdagangan yang besar dengan ketiga negara tersebut. Selain itu, dia menegaskan bahwa kebijakan tarif ini bertujuan untuk menanggulangi masalah fentanyl yang berasal dari negara-negara tersebut.
Langkah Trump diperkirakan akan memicu tarif balasan dari negara-negara mitra dagang AS, yang dapat mengganggu perdagangan dua arah senilai lebih dari 2,1 triliun dolar AS per tahun. Kanada dan Meksiko telah menyusun rencana pembalasan terhadap tarif tersebut. Sementara itu, China juga telah berjanji untuk merespons guna melindungi kepentingan perdagangannya, meskipun langkah balasan China lebih berhati-hati.
Juru bicara kedutaan besar Beijing di Washington juga menegaskan, "Tidak ada pemenang dalam atau perang tarif, yang tidak melayani kepentingan kedua belah pihak maupun dunia," tegasnya.
sumber : Reuters