Hati-Hati, Lahan Gambut yang Dibuka Jokowi untuk Food Estate Hanya 1 Persen yang Cocok

Lokasi studi Pantau Gambut di proyek food estate Jokowi di lahan gambut di Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah tahun 2024. Hanya satu persen yang cocok untuk...

Hati-Hati, Lahan Gambut yang Dibuka Jokowi untuk Food Estate Hanya 1 Persen yang Cocok
Lokasi studi Pantau Gambut di proyek food estate Jokowi di lahan gambut di Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah tahun 2024. Hanya satu persen yang cocok untuk pertanian. Sumber: Pantau Gambut

Masih ingat lahan food estate era Jokowi di Kalimantan yang pernah menghebohkan? Saat itu heboh karena yang ditanam singkong, yang dipanen jagung.

Tanaman singkong gagal, lalu ditanam jagung menggunakan polybag, yang kemudian diklaim sebagai keberhasilan. Setelah diteliti, lahan yang digunakan ternyata memang tidak cocok untuk pertanian.

“Dari 3 blok eks-PLG Kalimantan Tengah dengan total luas 243.216 hektare, hanya satu persen yang cocok untuk pertanian," ungkap Koordinator Nasional Pantau Gambut, Iola Abas dalam diskusi memperingati Hari Gambut Internasional di Jakarta, Ahad (2/2/2025).

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Dari hasil studi tahun 2024 yang dilakukan oleh Pantau Gambut, terungkap kondisi lahan di lahan gambut yang sudah dibuka hampir seluruhnya tidak sesuai untuk budidaya padi. Pantau Gambut telah melakukan studi pemantauan pada 30 titik lokasi area pengembangan proyek food estate selama periode 2020-2023.

Areal yang digunakan sebagai lahan food estate oleh Jokowi itu adalah lahan proyek Pengembangan Lahan Gambut (PLG) Sejuta Hektare pada akhir masa pemerintahan Presiden Soeharto.

Lokasi penelitian Pantau Gambut spesifik berada di Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah. Metode penelitian menggunakan analisis kehilangan tutupan pohon, kebakaran hutan dan lahan, serta kesesuaian lahan untuk budidaya padi.

Data yang digunakan berasal dari peta kerja proyek, citra satelit, dan pengujian tanah terkait kesuburan serta keasaman lahan gambut. Sebanyak 99 persen lahan rang diteliti memiliki kesesuaian sedang hingga rendah.

"Lahan yang sudah dibuka sebagian besar ditinggalkan dan sebagian lainnya telah berubah menjadi perkebunan kelapa sawit yang dikuasai swasta,” ungkap Iola.

Iola mengatakan, pemerintah harus mengutamakan pendekatan swasembada pangan berbasis lokal yang lebih sesuai dengan kondisi lahan gambut. Belum tentu padi.

Karenanya, harus melibatkan masyarakat setempat sebagai subjek utama pengelolaan lahan tersebut. Bukan dengan korporasi.

Iola mengingatkan, penggunaan lahan untuk pertanian hanya boleh dilakukan pada lahan gambut dangkal (kurang dari satu meter) yang telah dibudidayakan sebelumnya atau lahan telantar. Itu pun harus dilakukan cermat dengan menerapkan teknologi pengelolaan air dan menyesuaikan karakteristik gambut dan jenis tanaman.

“Kalau tidak bisa mengelola, tidak melibatkan ahlinya, maka lahan gambut jangan dibuka sama sekali. Jangan serampangan diubah jadi lahan pertanian. Apalagi lahan gambut lindung yang berfungsi sebagai penyangga ekosistem dan cadangan air,” tegas Iola.

Di diskusi yang sama, Prof Dr Ir Azwar Maas menyatakan, gambut yang masih utuh sebaiknya tidak diganggu. Terutama gambut yang berkubah.

Menurut Azwar, kubah ini sumber air untuk kesehatan tanah sekitarnya terutama pada musim kemarau. "Jika kubah gambut ini ikut dibuat saluran drainase atau kanalisasi maka tidak ada lagi pencadangan air," ujar peneliti gambut Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada itu.

Gambut yang aslinya suka air menjadi tidak suka air dan mudah dibakar. Tumbuhan yang memerlukan air tak dapat hidup wajar dan berproduksi.

Loading...