Hukum mengucapkan dan merayakan tahun baru Imlek menurut ajaran Islam
Perayaan tahun baru imlek merupakan tradisi yang dirayakan oleh masyarakat Tionghoa di seluruh dunia, termasuk di ...
Jakarta (ANTARA) - Perayaan tahun baru imlek merupakan tradisi yang dirayakan oleh masyarakat Tionghoa di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Tradisi ini menjadi momen penting untuk mempererat hubungan keluarga, berbagi kebahagiaan, dan melestarikan budaya yang telah diwariskan secara turun-temurun.
Bagi umat Islam, penting untuk memahami pandangan syariat terkait keterlibatan dalam perayaan imlek. Hal ini mencakup tindakan seperti memberikan ucapan selamat atau turut merayakannya, sehingga tetap menjaga prinsip-prinsip agama dalam bersikap terhadap tradisi budaya yang berbeda.
Seperti diketahui, Perayaan Tahun Baru Imlek 2025 jatuh pada Rabu, 29 Januari 2025. Momen ini tidak hanya dimanfaatkan untuk berlibur, tetapi juga untuk berbagi ucapan dan kebahagiaan kepada sesama.
Tradisi ini menjadi bagian dari kerukunan sosial dan budaya yang dirayakan oleh berbagai kalangan di Indonesia.
Namun, muncul pertanyaan di kalangan umat Islam mengenai hukum memberikan ucapan selamat Tahun Baru Imlek kepada saudara-saudara yang beragama lain.
Apakah tindakan tersebut diperbolehkan dalam pandangan agama Islam? Berikut penjelasan yang dapat memberikan pemahaman lebih lanjut mengenai hal ini.
Baca juga:
Pandangan ulama tentang mengucapkan selamat tahun baru imlek
Menurut pandangan ulama, mengucapkan selamat pada perayaan yang bukan bagian dari syariat Islam, seperti tahun baru imlek, dianggap tidak diperbolehkan.
Larangan ini didasarkan pada kesepakatan (ijma') ulama yang menyatakan bahwa memberikan ucapan selamat pada syi'ar-syi'ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir merupakan tindakan yang haram.
Ibnul Qayyim rahimahullah juga menjelaskan bahwa memberi ucapan selamat pada hari raya mereka sama saja dengan memberikan selamat atas perbuatan ibadah yang mereka lakukan terhadap simbol-simbol agama mereka, seperti sujud pada salib.
Hal ini dianggap bertentangan dengan prinsip akidah Islam dan bisa menyerupai bentuk pengakuan atas kepercayaan yang bertentangan dengan Islam.
Bahkan, Ibnul Qayyim menegaskan bahwa perbuatan semacam ini memiliki dosa yang lebih besar di sisi Allah dibanding dosa-dosa besar lainnya.
Oleh karena itu, para ulama menghimbau agar umat Islam tetap menjaga prinsip agama dalam bersikap terhadap perayaan yang tidak termasuk dalam syariat Islam.
Baca juga:
Larangan menyerupai kaum lain (Tasyabbuh)
Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
"Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka."
Hadis ini menjadi dasar larangan bagi umat Islam untuk menyerupai atau meniru tradisi dan kebiasaan yang khas dari agama atau kepercayaan lain. Merayakan tahun baru imlek, yang bukan bagian dari perayaan Islam, dianggap sebagai bentuk tasyabbuh yang dilarang.
Baca juga:
Sikap seorang muslim terhadap perayaan non-Muslim
Islam mengajarkan toleransi dengan memberikan kebebasan kepada penganut agama lain untuk merayakan hari raya mereka. Dalam Islam, toleransi berarti menghormati hak orang lain tanpa harus ikut serta atau menunjukkan bentuk loyalitas terhadap perayaan tersebut. Prinsip ini menjaga keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat yang beragam tanpa melanggar batasan syariat.
Namun, toleransi tidak berarti membolehkan segala hal yang dapat meruntuhkan akidah seorang muslim. Toleransi yang benar adalah dengan membiarkan mereka merayakan hari raya mereka tanpa perlu menunjukkan loyalitas (wala') terhadap perayaan tersebut.
Dengan demikian, seorang muslim tetap dapat menjaga akidahnya sambil hidup berdampingan secara damai dengan pemeluk agama lain.
Berdasarkan pandangan ulama dan dalil-dalil yang ada, mengucapkan selamat dan merayakan tahun baru imlek tidak diperbolehkan bagi umat Islam.
Larangan ini bertujuan untuk menjaga kemurnian akidah serta menjauhkan diri dari tasyabbuh, yaitu menyerupai tradisi atau kebiasaan yang khusus berasal dari agama atau kepercayaan non-Muslim.
Sikap terbaik yang dapat diambil adalah menghormati perayaan tersebut tanpa terlibat dalam bentuk apapun, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dengan cara ini, umat Islam tetap dapat menjaga prinsip-prinsip keimanan sambil menjunjung nilai toleransi terhadap keberagaman budaya dan agama di masyarakat.
Baca juga:
Baca juga:
Pewarta: M. Hilal Eka Saputra Harahap
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025