Kabur Sejak 2019, Begini Perjalanan Paulus Tannos Hingga Ditangkap KPK di Singapura
Buronan KPK dalam perkara korupsi e-KTP, Paulus Tannos, tertangkap di Singapura
TEMPO.CO, Jakarta -
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi penangkapan
buron perkara rasuah KTP elektronik (e-KTP), , di Singapura. Buronan KPK sejak
2019 itu saat ini sedang menjalani sidang ekstradisi di negeri
singa itu.
"Benar saat ini sedang ada proses ekstradisi untuk tersangka
inisial PT," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto
kepada Tempo, Kamis, 23 Januari 2025.
Pilihan Editor:
Paulus Tannos merupakan Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra.
Perusahaan itu menjadi pemenang dalam tender proyek pada 2011. Selain PT Sandipala, ada juga
perusahaan lainnya yang tergabung dalam konsorsium yakni PT
Sucofindo, PT LEN, dan PT Quadra Solution. Keempat perusahaan
swasta itu dikomandoi oleh Perum Percetakan Negara Republik
Indonesia (PNRI) sebagai koordinator konsorsium.
Perkara korupsi e-KTP ini sudah ditangani KPK sejak 2016 silam.
Akibat korupsi berjamaah ini, negara mengalami kerugian
mencapai Rp 2,3 triliun.
Para terdakwa yang telah dihukum dalam kasus ini di antaranya
adalah mantan Ketua DPR Setya Novanto dan beberapa mantan
pejabat Kemendagri, serta pihak swasta. Paulus Tannos merupakan
tersangka baru yang ditetapkan KPK pada 13 Agustus 2019
berdasarkan hasil pengembangan kasus.
Bersama Tannos, pada 2019 KPK juga menetapkan mantan anggota
DPR, Miryam S Hariyani; mantan Dirut PNRI, Isnu Edhi Wijaya;
dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan
E-KTP, Husni Fahmi.
KPK menyatakan Paulus Tannos berperan penting dalam
kongkalikong pengerjaan proyek e-KTP. Dia disebut melakukan
beberapa pertemuan dengan pihak-pihak vendor termasuk dengan
tersangka Husni dan Isnu untuk merekayasa proyek E-KTP.
Pertemuan-pertemuan itu, disebut KPK, menerbitkan peraturan
yang bersifat teknis, bahkan sebelum proyek dilelang.
Selain itu, KPK menduga Tannos juga melakukan pertemuan dengan
sejumlah tersangka lainnya untuk menyepakati
besaran fee 5 persen sekaligus skema
pembagian fee yang akan diberikan kepada beberapa
anggota DPR RI dan pejabat pada Kementerian Dalam Negeri.
Menurut fakta sidang, perusahaan Tannos diperkaya Rp 145,85
miliar dalam proyek ini.
"Di situ juga disepakati fee sebesar 5 persen sekaligus skema
pembagian beban fee, yang akan diberikan kepada beberapa
anggota DPR dan pejabat Kemendagri," kata Wakil Ketua KPK
periode 2015-2019, Saut Situmorang, pada 13 Agustus 2019.
KPK gagal memeriksa dan menangkap Tannos, karena sebelum
ditetapkan tersangka, tepatnya pada 2017, Tannos dan
keluarganya telah meninggalkan Indonesia dan memilih menetap di
Singapura. Sejak 2019 KPK telah menetapkan Tannos dalam Daftar
Pencarian Orang (DPO).
Sempat ubah kewarganegaraan
Pada 2023, Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan tim penyidik
sudah mengendus keberadaan Paulus Tannos di sebuah negara. Tapi
tidak dirinci, di mana Tannos ditemukan, yang dijelaskan hanya
Tannos sudah berganti kewarganegaraan.
"Paulus Tannos sebagaimana yang sudah kami sampaikan, KPK sudah
menemukannya di luar negeri, kami tidak perlu menyebutkan
negaranya, dan kemudian ternyata yang bersangkutan sudah
berganti identitasnya dan paspor negara lain di wilayah Afrika
Selatan," kata Ali melalui keterangan resminya, Jumat 11
Agustus 2023.
Mutia
Yuantisya dan M
Rosseno Aji berkontribusi
dalam pembuatan artikel ini.