Kontribusi dan Tanggung Jawab Jatim Bikin Rakyat Kenyang

Kontribusi dan Tanggung Jawab Jatim Bikin Rakyat Kenyang. ????Ada tiga program prioritas bidang ekonomi dari rezim Presiden Prabowo Subianto: Kedaulatan pangan, kedaulatan energi, dan hilirisasi minerba. -- Ikuti kami di ????https://bit.ly/392voLE #beritaviral #jawatimur #viral berita #beritaterkini #terpopuler #news #beritajatim #infojatim #newsupdate #FYI #fyp

Kontribusi dan Tanggung Jawab Jatim Bikin Rakyat Kenyang

Ada tiga program prioritas bidang ekonomi dari rezim Presiden Prabowo Subianto: Kedaulatan pangan, kedaulatan energi, dan hilirisasi minerba. Ketiga sektor ekonomi itu semuanya ada di Jatim: Pangan, energi, dan hilirisasi minerba.

Jejak historis Jatim jadi backbone pangan nasional berlangsung lama, jauh sebelum swasembada beras ditorehkan rezim Orde Baru yang diganjar apresiasi FAO (Badan Pangan Dunia) di Roma Italia pada 1984. Beras, jagung, kedelai, daging, daging ayam, kambing, susu segar, telur, dan lainnya semua tersedia di Jatim.

Demikian pula dengan sektor energi. Lapangan minyak dan gas (migas) Blok Cepu di Kabupaten Bojonegoro, dengan operator ExxonMobil dari Amerika Serikat (AS), punya kapasitas lifting lebih dari 170 ribu barel minyak per hari. Ini blok migas dengan tingkat lifting terbesar kedua di Indonesia setelah Blok Rokan di Provinsi Riau di bawah operator PT Pertamina (Persero).

Selain itu, Jatim punya blok gas dengan tingkat produksi besar, seperti lapangan Jambaran Tiung Biru (JTB) di Bojonegoro, Blok West Madura di Bangkalan, dan sejumlah lapangan offshore di laut Sampang dan Kangean, Sumenep, serta beberapa blok lainnya.

Hilirisasi mineral dan batubara (Minerba) dengan skala produksi dan fabrikasi paling besar dan monumental adalah proyek smelter PT Freeport Indonesia (PTFI) di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Java Integrated Industrial Estate (JIIPE) di Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik. Smelter ini berdiri di lahan seluas 100 hektar, menelan investasi sekitar Rp53 triliun lebih.

Smelter PTFI dirancang dengan kapasitas pengolahan konsentrat tembaga sebesar 2 juta ton per tahun, menjadikannya tempat pengolahan tembaga terbesar di dunia. Hasil pengolahan smelter PTFI akan ditambahkan dengan kapasitas pengolahan smelter yang telah beroperasi, PT Smelting, dengan kapasitas pengolahan 1 juta ton konsentrat tembaga setiap tahun. Setelah Smelter PTFI beroperasi, korporasi ini mampu mengolah 3 juta ton konsentrat tembaga per tahun.

Presiden Jokowi saat meresmikan smelter PT Freeport Indonesia (FI) di Gresik mengatakan, penerimaan negara dari PT Freeport Indonesia bisa tembus Rp80 triliun. Sumber penerimaan itu berasal dari dividen, royalti, Pajak Penghasilan (PPh) badan dan karyawan, pajak daerah, hingga bea keluar.

“Hitung-hitungan saya penerimaan negara masuk Rp80 triliun dari Freeport Indonesia,” kata Jokowi pada September 2024.

Smelter PTFI merupakan single line design pengolahan katoda tembaga terbesar di dunia yang akan memproses 1,7 juta ton konsentrat tembaga per tahun. Selain itu, ada produk sampingan lumpur anoda yang dapat diproses lebih lanjut menghasilkan produk bernilai tinggi, seperti emas dan perak murni batangan, platinum group metals, asam sulfat, terak, gipsum, dan timbal. Tembaga dari smelter ini akan menjadi salah satu bahan utama ekosistem kendaraan listrik (electric vehicle ecosystem).

Backbone Sektor Pangan

Di antara provinsi dengan tingkat demografi tinggi di Pulau Jawa, produksi tanaman pangan Jatim mencatat jumlah terbesar dan tertinggi, baik berupa beras, jagung, kedelai, sapi, ayam, telur, dan lainnya.

Pada 2023, produksi padi Jatim sebesar 9.710.661,33 ton. Hal itu menempatkan Jatim di peringkat pertama produksi nasional padi atau sebesar 17,98 persen dari produksi nasional. Artinya, hampir 18 persen produksi padi di Indonesia disumbang petani Jatim.

foto beritajatim
Beberapa pekerja memanen padi di sebuah lahan pertanian di Kabupaten Bondowoso. (Deni Ahmad Wijaya/BeritaJatim.com)

Luas panen padi pada 2023 mencapai 10,21 juta hektar, dengan kapasitas produksi sebesar 53,98 juta ton Gabah Kering Giling (GKG). Jika dikonversikan menjadi beras untuk konsumsi pangan rakyat, maka produksi beras pada 2023 mencapai 31,10 juta ton.

Kedelai merupakan komoditi pangan strategis yang kebutuhannya terus meningkat. Pada Desember 2023, BPS mencatat produksi kedelai dalam negeri mencapai 555 ribu ton, sedang kebutuhan nasional mencapai 2,7 juta ton. Permintaan terbesar kedelai ada di Pulau Jawa, sekitar 60 persen untuk tahu, tempe, dan industri pangan lainnya. Dalam konteks ini, Jatim menempati ranking pertama penghasil kedelai dan kontribusinya mencapai 40 persen dari kebutuhan nasional.

Demikian pula dengan jagung. Tingkat produksi komoditas pertanian yang produk hilirnya sangat beragam ini sangat besar di Jatim. Jatim menempati peringkat pertama produksi jagung secara nasional. Provinsi ini mampu memenuhi kebutuhan jagung sebesar 31,98 persen di pasar nasional.

Data yang ada menunjukkan pada 2023, tingkat produksi jagung Jatim sebesar 4.795.780,82 ton dan 2024 diperkirakan sebesar 4.494.968,78 ton. Bandingkan dengan Jawa Barat (Jabar), di mana pada 2023 tingkat produksi jagungnya sebanyak 577.185 ton dan 2024 diperkirakan sebesar 596.508 ton. Untuk Jawa Tengah (Jateng), pada 2023 sebanyak 2.174.484,30 ton dan 2024 diperkirakan sebesar 2.586.896,14 ton.

Demikian halnya dengan sapi potong (pedaging). Pada 2023, tingkat populasi sapi potong di Jatim sebanyak 5,07 juta ekor. Jumlah tersebut mengalami kenaikan dibanding tiga tahun sebelumnya, di mana pada 2020 tingkat populasi sapi potong di Jatim sebanyak 4,8 juta ekor, 2021 dengan 4,928 juta ekor, dan 2022 dengan 4,922 juta ekor.

Sedangkan jumlah ayam pedaging (potong) di Jatim pada 2021 sebanyak 386,12 juta ekor (2021) dan tahun 2022 dengan 378,59 juta ekor.

Untuk sapi perah yang sangat penting manfaatnya guna memenuhi kebutuhan protein hewani rakyat, populasinya di Jatim pada 2019 sebanyak 287,1 ribu ekor, 2020 dengan 293,5 ribu ekor, sebanyak 305,7 ribu ekor pada 2021, dan di 2022 sebanyak 282,3 ribu ekor.

Di sisi lain, sumber protein hewani lainnya yakni kambing, tingkat populasinya di Jatim juga besar. Jumlah kambing di Jatim dalam empat tahun terakhir sebagai berikut: 3,5 juta ekor di 2019, 3,6 juta ekor pada 2020. Lalu pada 2021 sebanyak 3,7 juta ekor dan 2022 dengan 3,5 juta ekor.

Tingkat populasi ayam kampung di Jatim pada 2020 sebanyak 37,57 juta ekor dan di 2021 dengan 36,83 juta ekor. Sedangkan untuk ayam petelur di Jatim pada 2021 sebanyak 110,52 juta ekor dan 2022 dengan 89,37 juta ekor.

Tingkat populasi ayam petelur di Jatim itu jauh lebih banyak dibanding provinsi lainnya. Misalnya, di Jabar pada 2021 populasi ayam petelur sebanyak 49,56 juta ekor dan 2022 dengan 47,56 juta ekor. Di Jateng, pada 2021, tingkat populasi ayam petelur sebanyak 55,10 juta ekor dan 2022 dengan 56,29 juta ekor.

Di sektor perikanan, total produksi perikanan tangkap di Jatim 2023 mencapai 590.685,8 ton. Produksi perikanan tangkap di provinsi ini tertinggi secara nasional, melebihi wilayah-wilayah di Timur Indonesia, seperti Maluku dengan 587.988 ton dan Sulawesi Tengah dengan 568.393,4 ton.

Tak hanya perikanan tangkap, budidaya perikanan yang meliputi berbagai jenis ikan dan udang di Jatim, tingkat produksi dan nilai finansialnya juga sangat besar. Jatim dikenal sebagai wilayah penghasil ikan bandeng, kerapu, lele, nila, mujaer, udang, dan lainnya.

Terpenting Rakyat Kenyang

Cita ideal mewujudkan kedaulatan pangan itu tak gampang digapai. Sekadar contoh sederhana, rezim Orde Baru Soeharto butuh tempo sekitar 14 tahun untuk menggapai swasembada beras yang berujung ganjaran penghargaan dari FAO pada 1984.

Keberhasilan ini, di samping secara akademik telah menggugat kemapanan teori Dualisme J Boeke dan teori Involusi Clifford Geertz, sekaligus membuka mata dunia bagaimana negara berkembang seperti Indonesia, dalam tempo relatif singkat dapat meningkatkan produksi pangan secara signifikan, terutama beras.

“Hanya dalam tempo 14 tahun (1970-1984), produksi padi bisa dipompa dari 1,8 ton per hektar menjadi 3,01 ton per hektar. Pengalaman Jepang, untuk meningkatkan produksi padi dari 2 ton per hektar jadi 3,28 ton per hektar membutuhkan waktu 68 tahun (1880-1948). Pengalaman Taiwan hampir serupa. Untuk meningkatkan produksi padi dari 1,38 ton per hektar menjadi 3,1 ton per hektar, negara ini membutuhkan tempo 57 tahun (1913-1970),” kata Khudori (2008) dalam bukunya yang berjudul: Ironi Negeri Beras.

Di halaman lain dari bukunya, Khudori (2008) menulis bahwa setelah 1990, impor beras Indonesia terus menanjak. Jika pada 1965, persentase impor beras mencapai 9 persen (819.000 ton) dari total suplai 8,8 juta ton beras, maka pada 1996 impor beras mencapai 1,090 juta ton (3,26 persen) dari total suplai sebanyak 33,216 juta ton.

Lalu pada 1998, impor beras mencapai 7,1 juta ton atau 22,81 persen dari total suplai 31,118 juta ton, Sedangkan di 1999, impor beras mencapai 5,014 juta ton atau 15,59 persen dari total suplai beras nasional.

“Sejak era Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Deptan (kini Kementan) tidak selincah dulu, karena tidak punya tangan dan kaki di daerah. Tanpa keterlibatan daerah, target produksi pertanian hanya akan ada di atas kertas,” tulis Khudori.

Pengalaman menunjukkan, swasembada beras 1984 diraih menggunakan kebijakan dengan cara apapun. Swasembada beras (pangan) adalah segala-galanya. Tak hanya kemauan politik, pemerintah merekayasa kelembagaan dan memberikan dukungan dana penuh. Setiap departemen bekerja bak orkestra untuk mewujudkannya di bawah satu dirijen: Presiden Soeharto.

“Revolusi hijau awal Orde Baru disokong empat pilar utama: bibit unggul, asupan kimiawi, inovasi kelembagaan, dan tekad rezim Orba untuk membuat rakyat kenyang. Swasembada dicapai 15 tahun kemudian,” tulis Khudori.

Fakta menunjukkan dalam 5 tahun terakhir (era Presiden Joko Widodo/Jokowi), impor beras terus berlangsung. Impor beras di 2023 menjadi yang terbesar dalam 5 tahun terakhir, sebesar 3,06 juta ton atau mengalami peningkatan 613,61 persen dibanding 2022.

Di 2022 impor beras Indonesia mencapai 429,21 ribu ton. Pada 2021 sebesar 407,74 ribu ton dan 2020, impor beras berada pada angka 356,29 ribu ton. Nilai tersebut mengalami penurunan dibanding 2019 yang mencapai 444,51 ribu ton.

Sepanjang 2024 ini, dari Januari hingga September volume impor beras mencapai 967,92 ribu ton atau naik 44,97 persen dari sebelumnya 667,69 ribu ton pada periode sama 2023.

Sedang total impor jagung Indonesia sepanjang tahun ini mayoritas berasal dari Argentina sebanyak 351,14 ribu ton. Lalu, Brasil seberat 256,83 ribu ton, Amerika Serikat 3,29 ribu ton, Pakistan 13,07 ribu ton, dan Thailand 315,46 ton.

Melihat potret dan realitas di atas, rezim Prabowo Subianto mesti melakukan ‘revolusi’ besar-besaran dalam policy pangan nasional. Menekan impor pangan mesti dibarengi dengan kebijakan pro petani. Maksudnya, apresiasi dan insentif yang diberikan kepada petani harus lebih konkrit dan nilainya lebih besar. Sebab, tanpa keberpihakan kepada petani, wong cilik, sangat sulit mewujudkan kedaulatan pangan dalam tempo cepat.

Para pemburu rente dari implementasi policy impor pangan merupakan realitas yang tak mungkin dinafikan. Pemburu rente juga harus disikat habis. Mereka tak mungkin ikhlas ketika swasembada pangan itu dicapai dalam tempo cepat, karena bakal mematikan lahan mereka mencari keuntungan pribadi.

Apresiasi dan insentif tak hanya diberikan kepada petani. Penting juga diperhatikan adalah apresiasi kelembagaan. Bagi daerah (provinsi, kabupaten/kota) yang selama bertahun-tahun memberikan kontribusi besar pada stok dan ketersediaan pangan nasional (berbagai komoditas), mereka selayaknya diberikan penghargaan. Sebab, kerja keras, ikhtiar, konsistensi, inovasi, dan improvisasi mereka besar manfaat dan kontribusinya untuk mewujudkan kedaulatan pangan.

Ainur Rohim,
Direktur Utama dan Penanggung Jawab beritajatim.com