KPK Sita Uang Rp 100 Juta dan 6 Apartemen Senilai Rp 20 M Milik Eks Dirut PT Taspen Antonius Kosasih

Penyidik KPK juga menyita enam unit apartemen diduga milik mantan Direktur Investasi sekaligus Direktur Utama PT Taspen, Antonius Kosasih.

KPK Sita Uang Rp 100 Juta dan 6 Apartemen Senilai Rp 20 M Milik Eks Dirut PT Taspen Antonius Kosasih

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan serangkaian penggeledahan terkait pengusutan kasus dugaan korupsi investasi fiktif (Persero) tahun anggaran 2019.

Pada Kamis (16/1/2025) dan Jumat (17/1/2025), penyidik melakukan penggeledahan di sekitar Jabodetabek.

Baca juga:

Penggeledahan menyasar empat lokasi, yaitu dua rumah, satu , dan satu bangunan kantor.

"Dari hasil penggeledahan tersebut, telah melakukan penyitaan berupa uang tunai dalam mata uang rupiah dan mata uang asing yang apabila dirupiahkan sekitar senilai Rp 100 juta, termasuk juga penyitaan terhadap dokumen-dokumen atau surat-surat serta barang bukti elektronik (BBE) yang diduga punya keterkaitan dengan perkara," ujar Juru Bicara , Sabtu (18/1/2025).

Tak hanya itu, penyidik juga menyita enam unit diduga milik mantan Direktur Investasi sekaligus Direktur Utama , Antonius Nicholas Stephanus Kosasih (ANSK). 

Enam unit yang berhasil disita diperkirakan senilai Rp 20 miliar.

"Pada minggu ini pula, telah melakukan penyitaan terhadap enam unit yang berlokasi di Tangerang Selatan senilai kurang lebih Rp 20 miliar. Enam unit tersebut diduga milik tersangka ANSK dan diduga punya keterkaitan dengan perkara yang sedang kami tangani," kata Tessa.

KPK menetapkan dua orang tersangka dalam kasus ini, yakni Antonius Kosasih dan mantan Direktur Utama PT Insight Investments Management (IIM) Ekiawan Heri Primaryanto (EHP). Keduanya sudah ditahan KPK.

Baca juga:

Dalam konstruksi perkaranya, dan pihak-pihak terkait lainnya diduga telah merugikan keuangan negara sejumlah sekira Rp 200 miliar, atas penempatan dana investasi (Persero) sebesar Rp1 triliun pada reksadana.

Dalam hal ini, proses pemilihan manajer investasi dilakukan sebelum adanya penawaran sehingga melanggar prinsip-prinsip good corporate governance (GCG) sesuai Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Selain itu, penempatan investasi tersebut seharusnya tidak dilakukan, karena berdasarkan ketentuan kebijakan investasi yang diatur dalam Peraturan Direksi, untuk penanganan sukuk dalam perhatian khusus adalah hold and average down dan penjualan di bawah harga perolehan.

Atas penempatan dana atau investasi yang melawan hukum tersebut, diduga terdapat beberapa pihak yang mendapatkan keuntungan, antara lain PT IIM sekurang-kurangnya sebesar Rp78 miliar; PT VSI sebesar Rp2,2 miliar; PT PS sebesar Rp102 juta; PT SM sebesar Rp44 juta; serta pihak-pihak lain yang terafiliasi dengan .

Atas perbuatannya, dan Ekiawan Heri Primaryanto disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.