Lender P2P Lending Gugat OJK ke PTUN
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) oleh sekelompok lender korban platform Peer-to-Peer (P2P) Lending, Senin (20/1).
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) oleh sekelompok lender korban platform Peer-to-Peer (P2P) Lending, Senin (20/1).
Gugatan tersebut terdaftar dengan Nomor 10/HSP/GPTUN-P2P/I/2025 dan berfokus pada permintaan peninjauan kembali atau pencabutan Surat Edaran OJK Nomor 19/SEOJK.06/2023 terkait penyelenggaraan layanan pendanaan berbasis teknologi informasi (LPBBTI).
SEOJK 19/2023 pada Bab IV Mekanisme Penyaluran dan Pelunasan Pendanaan Angka 1 huruf h menyatakan: seluruh risiko Pendanaan yang timbul dalam transaksi LPBBTI ditanggung sepenuhnya oleh Pemberi Dana.
Penyelenggara bertanggung jawab dalam hal terjadi kelalaian atau kesalahan yang disebabkan oleh Penyelenggara dan menimbulkan kerugian bagi Pemberi Dana.
Pengacara kasus, Grace Sihotang, menyoroti regulasi tersebut yang menyebutkan bahwa seluruh risiko pendanaan menjadi tanggung jawab penuh pemberi dana. Gugatan tersebut menilai kebijakan ini tidak adil dan cenderung merugikan lender.
“Ketika terjadi gagal bayar, lender selalu diminta untuk menanggung seluruh risiko. Bahkan ketika ada indikasi kecurangan di platform, aturan ini tetap tidak memberikan perlindungan memadai bagi kami. Kebijakan ini tidak adil,” ujar Grace kepada Katadata.co.id, Senin (20/1).
Sebelumnya, Grace Sihotang dikenal sebagai pengacara yang mewakili para lender Investree yang menjadi korban dugaan fraud yang melibatkan Adrian Gunadi. Ia menilai berbagai kasus fraud yang dihadapi para lender menjadi sulit untuk diselesaikan sebab terbentur dengan regulasi tersebut.
“Kalau hakim kan melihat aturan, jadi teman-teman lender ini tersangkut masalah pengaturan yang dibuat oleh OJK,” tuturnya.
Ia menyampaikan sidang pertama akan berjalan pada Kamis (30/1) nanti.
Adapun lender yang mengajukan gugatan tergabung dalam Komunitas Lender Korban Fintech Peer To Peer Lending yaitu dari Lender PT Investree Radhika Jaya, Lender PT Tanifund Madani Indonesia, Lender PT Igrow Resources dan Lender PT Modal Rakyat Indonesia.
Beberapa poin utama yang menjadi dasar gugatan:
- Kerugian Finansial
Risiko kehilangan dana sepenuhnya ditanggung oleh lender jika terjadi gagal bayar, sementara penyelenggara platform hanya bertanggung jawab jika terbukti melakukan kelalaian atau kesalahan. - Indikasi Fraud
Beberapa kasus di platform P2P Lending melibatkan dugaan kecurangan (fraud) oleh organ internal penyelenggara, yang semakin memperburuk kerugian bagi lender. - Ketidakpastian Hukum
Aturan ini menciptakan ketidakpastian hukum bagi lender, yang merasa tidak mendapatkan perlindungan yang memadai meskipun berpartisipasi dalam ekosistem keuangan berbasis teknologi yang diawasi oleh OJK.
Grace Sihotang mengungkapkan bahwa gugatan ini dilayangkan atas saran Majelis Hakim yang melihat ketidakjelasan regulasi sebagai salah satu akar permasalahan.
“Kasihan sekali lender, yang akhirnya harus menanggung semua kerugian akibat gagal bayar atau fraud. Padahal seharusnya tanggung jawab ini dibagi dengan jelas antara penyelenggara, pemberi dana, dan regulator,” ujar Grace.
Ia juga menilai Regulasi seperti ini membuat banyak orang takut berinvestasi di industri P2P Lending.
Menurut Grace, aturan yang ada saat ini tidak hanya kontradiktif, tetapi juga menghambat pembangunan sektor keuangan berbasis teknologi. Ketidakpastian hukum membuat masyarakat enggan menempatkan dananya dalam ekosistem fintech, yang pada akhirnya merugikan perkembangan industri secara keseluruhan.