Penganiayaan Anggota Perguruan Silat di Surabaya, Polisi Salah Tangkap?

Penganiayaan Anggota Perguruan Silat di Surabaya, Polisi Salah Tangkap?. ????Kasus penganiayaan anggota perguruan silat di Surabaya memanas. Fakta persidangan ungkap dugaan salah tangkap polisi terhadap terdakwa Lukman Fahirul Rafi. -- Ikuti kami di ????https://bit.ly/392voLE #beritaviral #jawatimur #viral berita #beritaterkini #terpopuler #news #beritajatim #infojatim #newsupdate #FYI #fyp

Penganiayaan Anggota Perguruan Silat di Surabaya, Polisi Salah Tangkap?

Surabaya (beritajatim.com) – Kasus penganiayaan anggota perguruan silat Pagar Nusa di Surabaya kini menimbulkan pertanyaan besar. Fakta persidangan di Pengadilan Negeri Surabaya mengungkap adanya dugaan salah tangkap terhadap terdakwa Lukman Fahirul Rafi, yang disebut tidak berada di lokasi kejadian saat insiden berlangsung.

Kasus ini bermula dari konflik antaranggota dua perguruan silat, Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) dan Pagar Nusa, yang memuncak pada 8 Agustus 2024. Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Yustus One Simus Parlindungan dari Kejari Tanjung Perak, disebutkan bahwa terdakwa Louis Safarino Lake bersama Lukman dan beberapa orang lainnya melakukan pengeroyokan terhadap Yoga Ari Fardhani dan Moch. Heru Kurniawan di depan sebuah Indomaret di kawasan Banjar Sugihan, Surabaya.

Dalam sidang, dua saksi meringankan, Eko dan Soni, yang merupakan tetangga Lukman, memberikan kesaksian bahwa saat kejadian, Lukman sedang berada di rumah dan tidur.

“Saat itu saya obrak-obrak Lukman, saya tanya umiknya (ibu Lukman), katanya Lukman tidur. Saya kemudian ke kamarnya dan memang Lukman sedang tidur,” ujar Eko, yang dibenarkan oleh Soni.

Keterangan ini diperkuat oleh terdakwa Louis Safarino Lake, yang menyatakan bahwa Lukman tidak terlibat dalam kejadian tersebut dan menyebut nama-nama pelaku lain yang saat ini masih buron.

“Kalau yang di CCTV yang seperti Lukman itu bukan Lukman, tapi namanya Ahmad. Dia sekarang lari ke Madura,” ungkap Louis.

Terdakwa Louis juga mengungkapkan bahwa ia dipaksa mengakui perbuatannya melalui cara-cara yang tidak manusiawi. Louis mengaku kepalanya ditutup dengan plastik berlapis hingga merasa sesak dan hampir pingsan.

“Ketika mau ditutup kresek kelima, saya sudah nggak kuat karena saya merasa mata saya gelap. Kemudian saya mengakui kalau memukul, padahal saya tidak memukul, saya hanya memegang sabuk,” ujar Louis.

Lukman juga mengaku mengalami kekerasan fisik saat pemeriksaan oleh Kanit Polsek Tandes.

“Saya dipukul kepala saya dengan botol Aqua yang masih ada isinya,” jelas Lukman.

Kuasa hukum terdakwa, Wildan Fikri Hidayatullah, membeberkan sejumlah kejanggalan, salah satunya terkait barang bukti pakaian yang dikenakan pelaku dalam rekaman CCTV.

“Baju di CCTV warna putih, tapi tidak ditemukan di rumah Lukman. Yang di CCTV pakai baju warna putih polos, yang disita hem putih motif garis,” ujar Wildan.

Kuasa hukum terdakwa berharap agar majelis hakim dapat melihat fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan dan memberikan putusan yang adil.

“Harapan kami, hakim bisa membuat putusan yang adil demi kemerdekaan seseorang,” tegas Wildan.

Kasus ini terus menjadi perhatian publik karena menyangkut dugaan pelanggaran prosedur dan kekerasan dalam proses penegakan hukum. Fakta persidangan menunjukkan bahwa pelaku utama masih buron, sementara dugaan salah tangkap terhadap Lukman semakin menguat. [uci/beq]