Strategi mencegah TPPO secara konsisten dan menyeluruh
Aset bangsa yang paling menentukan keberlangsungan dan kemajuan suatu negara adalah sumber daya manusia. Sebagian besar ...
Pemerintah sebaiknya memasukkan materi TPPO ke dalam kurikulum
Jakarta (ANTARA) - Aset bangsa yang paling menentukan keberlangsungan dan kemajuan suatu negara adalah sumber daya manusia. Sebagian besar negara maju memiliki kualifikasi SDM yang mumpuni walaupun tidak memiliki sumber daya alam yang melimpah.
Sebagai suatu negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, Indonesia banyak mengalami persoalan terkait sumber daya manusia. Salah satunya adalah Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Sejatinya TPPO telah menjadi agenda pemerintah sejak tahun 2007 dengan diterbitkannya Undang-undang No 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU TPPO), yang masih berlaku hingga kini.
Setahun kemudian ditetapkan Perpres No 69 Tahun 2008 tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO. Pada Perpres 69/2008 yang menjadi Ketua Harian Gugus Tugas Pusat adalah Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan beranggotakan 19 Pimpinan Kementerian/Lembaga (K/L).
Lima belas tahun kemudian, diterbitkan Perpres No 49 Tahun 2023 tentang perubahan kedua atas Perpres No 69/2008 Tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO.
Pimpinan Gugus Tugas Pusat dengan Ketua Harian yaitu Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri), yang beranggotakan 24 Pimpinan K/L.
Dengan adanya perubahan susunan kabinet yang diumumkan oleh Presiden pada 20 Oktober 2024, otomatis terjadi penambahan jumlah pimpinan Kementerian yang terdapat pada Pasal 6 Perpres 49/2023.
Hal ini berarti dari segi kuantitas K/L yang menjadi anggota Gugus Tugas TPPO pada Perpres 49/2023 menjadi lebih dari 30 K/L. Kausanya, beberapa Kementerian dimekarkan setelah dibentuknya Kabinet Merah Putih, termasuk Kemenkumham, .
Sebagai bagian dari gugus tugas TPPO Pusat, Kemen Imipas telah melakukan salah satu langkah proaktif untuk menanggulangi TPPO ,yaitu pembentukan Petugas Imigrasi Pembina Desa (Pimpasa) pada sekitar dua bulan lalu. Saat ini telah dilaksanakan Apel Desa Binaan oleh Pimpasa.
Selain itu, kebijakan lain yang akan ditetapkan ialah penambahan persyaratan administrasi keimigrasian dengan mewajibkan untuk melampirkan syarat mutasi rekening selama satu tahun ke belakang demi mencegah TPPO.
Upaya Ditjenim ini akan berdampak signifikan bila dibarengi dengan krida yang dilakukan pada sektor lainnya.
Memang disadari, penyelesaian TPPO tidaklah mudah karena beragamnya faktor penyebab, termasuk di antaranya teknologi yang semakin canggih seiring dengan perkembangan dunia maya yang begitu pesat. Namun setidaknya upaya pencegahan TPPO dapat dilakukan secara konsisten, bertahap, dan menyeluruh melalui beberapa strategi.
Ketentuan teknis
Secara kuantitas K/L yang terlibat dalam penanganan TPPO terbilang cukup banyak. Di satu sisi dapat memudahkan terpenuhinya informasi yang dibutuhkan.
Namun dari aspek yang lain akan memperpanjang jalur koordinasi antar-K/L, koordinasi antar-instansi menjadi tidak optimal karena pertemuan yang melibatkan kehadiran semua anggota sulit dilakukan. Berikutnya pada tiap pertemuan akan memakan waktu yang lebih lama karena banyaknya jumlah anggota, tidak fokusnya program kerja dan pembagian kerja menjadi tidak maksimal.
Oleh karenanya kuantitas anggota gugus tugas patut dirampingkan dengan mempertimbangkan K/L yang dominan dan berpengaruh secara signifikan saja yang dimazkurkan menjadi anggota gugus tugas TPPO. Tentu saja bertujuan agar gugus tugas TPPO tingkat pusat hingga tingkat daerah lebih agile dalam memudahkan koordinasi sampai ke pelosok desa.
Oleh karena itu sudah sepatutnya disusun kebijakan turunan dari Perpres tersebut terkait ketentuan teknis mengenai pembagian kewenangan dan susunan anggota gugus tugas dari tingkat pusat sampai desa, yang hanya beranggotakan K/L yang signifikan berdampak secara langsung terhadap TPPO agar lebih efektif dan efisien.
Tentu saja dengan pembagian habis tugas termasuk sumber dana bagi K/L yang terlibat di dalamnya. Kausanya, minimnya alokasi anggaran untuk program kerja TPPO merupakan salah satu penghambat dalam upaya penanggulangan.
Kurikulum
Sedikit menyinggung Perpres 19/2023 yang diundangkan pada 22 Februari 2023 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanganan TPPO tahun 2020-2024.
Bila menelisik lebih lanjut, Rencana Aksi ini tidak berjalan sesuai yang telah dicanangkan. Pasalnya pada Maret 2024 mengutip laman resmi DPRD DKI Jakarta dinyatakan kinerja Gugus Tugas TPPO DKI "Jalan di Tempat". Anggota DPRD DKI Jakarta meminta Pemprov DKI Jakarta mengaktifkan kembali kerja Gugus Tugas TPPO yang pernah dibentuk pada tahun 2019.
Tanpa bermaksud mengecilkan rencana aksi dalam penanganan TPPO. Penanganan TPPO pastinya merupakan agenda kerja yang memerlukan durasi lama, berkesinambungan dan diimplementasikan secara masif dan merata ke seluruh pelosok nusantara.
Untuk itulah pemerintah sebaiknya memasukkan materi TPPO ke dalam kurikulum, mulai dari sekolah menengah pertama hingga universitas.
Hal itu mengingat bahwa salah satu modus TPPO yakni para mahasiswa/pelajar yang ditawari magang/bekerja ke luar negeri, namun setibanya di mancanegara mereka dipekerjakan layaknya buruh. Para mahasiswa/pelajar direkrut secara nonprosedural sehingga mengakibatkan mereka tereksploitasi melakukan pekerjaan yang tidak sesuai dengan yang dijanjikan alias menjadi korban TPPO.
Materi TPPO bukan mata pelajaran/mata kuliah baru, namun dapat diselipkan ke dalam kurikulum yang telah ada. Dengan bobot materi TPPO dan gaya bahasa yang disesuaikan dengan dunia pendidikan mulai strata menengah pertama hingga perguruan tinggi.
Jika pelajar telah teredukasi sejak dini, tentu mereka akan berpikir lebih cermat dan mencari informasi seakurat mungkin mengenai penawaran untuk berkiprah di mancanegara.
Demikian pula dengan semakin canggihnya modus perekrutan TPPO melalui dunia maya, korban TPPO dapat diminimalisir dengan edukasi yang disampaikan melalui dunia pendidikan.
Selain itu pencegahan TPPO dapat diinformasikan kepada publik lewat media sosial secara luas, dengan bahasa yang mudah dipahami masyarakat, tentunya. Hal ini dapat ditangani oleh Kementerian Komunikasi dan Digital.
Pengentasan kemiskinan
Jika dicermati dari segi rentang waktu sejak ditetapkannya UU TPPO dan pembentukan Gugus Tugas TPPO berarti sudah sekitar enam belas tahun lebih upaya penanganan TPPO diintensifkan.
Yang menjadi pertanyaan adalah apakah penanganan TPPO lebih dari satu dekade menunjukkan kasus TPPO semakin meningkat atau sebaliknya.
Mengacu pada data yang dilaporkan, tahun 2020 sampai dengan 2023 terdapat peningkatan jumlah korban TPPO.
Faktor penyebab utama TPPO yaitu kemiskinan, terbatasnya lapangan pekerjaan, dan tingkat pengangguran. Pada 2022 kasus paling tinggi adalah modus pekerja migran dengan jumlah korban juga paling banyak.
Sindikat TPPO memasang lowongan kerja di medsos atau melalui agen yang menjanjikan untuk dipekerjakan di mancanegara dengan bergaji tinggi. Tentu saja pencari kerja akan tergiur karena ingin memiliki kehidupan yang lebih baik.
Pengentasan kemiskinan yang dicanangkan oleh Presiden merupakan kunci transenden. Strategi Pemerintah ini merupakan suatu hal yang kategoris dalam penyelesaian TPPO secara jangka panjang.
Memang disadari, pengentasan kemiskinan bukanlah pekerjaan yang mudah. Pasalnya dibutuhkan kebijakan yang membuka ruang bagi golongan marginal untuk mengambil bagian agar lebih bermartabat.
Selama ini telah banyak program pengentasan kemiskinan yang dilakukan oleh Kementerian terkait.
Agar lebih maksimal dan berdampak secara signifikan maka kementerian induk yang menangani pengentasan kemiskinan perlu melakukan laporan dan evaluasi secara berkala minimal 3 bulan/6 bulan sekali kepada Presiden terkait progres akselerasi program pengentasan kemiskinan terutama di kantong-kantong kemiskinan.
Langkah ini dilakukan agar terpantau progres skema pengentasan kemiskinan, apakah implementasi program telah mencapai sasaran sesuai target atau tidak? Hal ini patut dilakukan secara berkala, intens dan fokus pada program kemandirian ekonomi dengan "tidak memberi ikan, tapi berilah kailnya".
Pengawasan
Berdasarkan data terjadinya peningkatan signifikan jumlah kasus TPPO selama periode 2022-2023, dan salah satu pencetusnya adalah setelah masa pandemi COVID-19 diberlakukannya pencabutan larangan pembatasan perjalanan ke luar negeri.
Ditjenim telah melakukan langkah kategoris di antaranya penundaan keberangkatan WNI yang akan ke luar negeri karena terindikasi bekerja secara nonprosedural. Namun tidak tertutup kemungkinan terdapat banyak celah bagi pekerja nonprosedural untuk lolos ke luar negeri.
Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) memperkirakan terdapat lebih dari lima juta pekerja migran ilegal yang bekerja di mancanegara.
Untuk itu, Kementerian PPMI perlu berkolaborasi dengan Kemenlu sebagai upaya memaksimalkan perlindungan pekerja migran ilegal. Pasalnya selama ini Kemenlu telah memiliki portal peduli WNI sebagai karsa melindungi WNI di mancanegara.
Selanjutnya KBRI dapat bekerja sama dengan pemerintah negara setempat (dengan memberikan data lokasi bermukimnya WNI). Sehingga aparat keamanan negara setempat dapat turut membantu mengawasi keberadaan WNI di negara tersebut.
Hal ini untuk meminimalisir WNI sebagai korban TPPO dan mempercepat penanganan korban TPPO tanpa menunggu WNI tersebut melapor ke KBRI.
*) Fenny Julita, alumnus Magister Kebijakan Publik Universitas Indonesia, Analis Keimigrasian Ahli Madya, Ditjen Imigrasi, Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan
Copyright © ANTARA 2025