LPSK akan Lindungi Justice Collaborator Kasus Judol
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) membuka pintu lebar-lebar bagi saksi kasus judi online (judol) untuk meminta perlindungan. Sebab keterangan mereka diharapkan dapat membongkar perkara judol. Hal...
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) membuka pintu lebar-lebar bagi saksi kasus judi online (judol) untuk meminta perlindungan. Sebab keterangan mereka diharapkan dapat membongkar perkara judol.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua LPSK Antonius PS Wibowo atas pengungkapan kasus judol yang menjerat oknum pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). "LPSK siap memberikan perlindungan jika ada saksi maupun pelaku yang berniat menjadi justice collaborator (saksi pelaku)," kata Antonius di Jakarta pada Kamis (14/11/2024).
Antonius meyakini peran Saksi Pelaku akan sangat membantu tugas penyidik untuk mengungkap aktor besar di belakang kasus judol. Saksi Pelaku dimaksud bisa berasal dari pegawai Komdigi sendiri untuk kasus yang baru saja diungkap pihak kepolisian.
Namun, Antonius menyebut tidak tertutup kemungkinan Saksi Pelaku adalah para pegawai judol yang telah tertangkap sebelumnya, dan mau membantu penegak hukum. "Caranya dengan memberikan keterangan untuk mengungkap bandar besar dari judi online," ujar Antonius.
Secara kewenangan, Antonius menjelaskan LPSK diberi mandat untuk melindungi saksi/ korban. Salah satunya dengan memberi hak kerahasiaan identitas. Kerahasiaan identitas merupakan cara untuk membuat saksi aman saat bersaksi.
"Perlindungan fisik juga dapat diberikan, selain kerahasiaan identitas, bahkan saksi yang menjadi terlindung LPSK juga dapat pendampingan khusus hingga ditempatkan di Rumah Aman," ujar Antonius.
Merahasiakan identitas saksi, sampai saat ini, diakui Antonius, masih menjadi “pekerjaan rumah” bersama para Aparat Penegak Hukum (APH) untuk membangun kesamaan pemahaman. Bukan hanya LPSK yang merahasiakan identitas saksi, namun juga hendaknya hal itu dilakukan pada proses penyelidikan hingga persidangan.
Maka, Antonius berpesan, regulasi mengenai kerahasiaan identitas harusnya diperluas tidak hanya saksi/korban yang berhubungan dengan anak dan kasus terorisme namun juga saksi/ korban tindak pidana yang masif dan merugikan banyak orang.
“Sudah saatnya APH serempak dapat melindungi kerahasiaan saksi yang mengungkap kasus,” ucap Antonius.
Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) mengumumkan penonaktifan terhadap sebelas pegawai yang telah ditahan oleh pihak kepolisian terkait kasus judi online (judol). Keputusan ini diklaim langkah awal dari Kemkomdigi dalam menjaga integritas dan kredibilitas institusi.
Pasca mencuatnya kasus ini, Kemkomdigi memelototi transaksi pegawainya guna mencegah keterlibatan dalam judol. Guna menunjang pengawasan ini, Kemkomdigi bekerjasama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam pemberantasan judol. Rizky Suryarandika.