Baju Thrifting Berpotensi Paparkan Bakteri Penyebab Infeksi Kulit dan Darah
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Permintaan pakaian bekas (thrift) meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Banyak konsumen menganggap pakaian bekas sebagai cara lebih murah dan ramah lingkungan untuk menambah koleksi pakaian mereka. Namun,...
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Permintaan pakaian bekas (thrift) meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Banyak konsumen menganggap pakaian bekas sebagai cara lebih murah dan ramah lingkungan untuk menambah koleksi pakaian mereka.
Namun, di balik daya tariknya, penting bagi pembeli untuk memastikan pakaian bekas itu didesinfeksi dengan benar sebelum dikenakan. Pasalnya, pakaian bekas dapat menjadi sarang berbagai penyakit menular.
Para peneliti dari University of Leicester mengungkapkan pakaian dapat menjadi tempat berkembang biaknya banyak patogen infeksius termasuk kuman seperti Staphylococcus aureus (yang menyebabkan infeksi kulit dan darah), bakteri seperti Salmonella, E coli, norovirus dan rotavirus (yang dapat menyebabkan demam, muntah, dan diare) dan jamur yang dapat menyebabkan dan kurap. Setelah melakukan survei terhadap pakaian bekas, khususnya yang dijual di sebuah pasar di Pakistan, peneliti mendeteksi keberadaan dan di banyak sampel yang diambil. Bakteri ini dapat menyebabkan infeksi kulit dan darah. Parasit yang dapat menyebabkan infeksi kulit (seperti dermatitis dan kudis) juga ditemukan pada pakaian bekas.
Tidak hanya itu, penelitian menunjukkan banyak seperti E coli, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus pyogenes dapat bertahan hidup pada pakaian selama berbulan-bulan jika disimpan pada suhu ruangan. Kuman pada pakaian katun atau serat campuran tetap hidup hingga 90 hari.
Namun pada kain poliester, kuman ini hidup hingga 200 hari. Sebagian besar spesies bakteri bertahan lebih baik di kain saat kelembapan udara tinggi. Ini menunjukkan bahwa untuk meminimalisasi pertumbuhan kuman, pakaian harus disimpan di lingkungan yang kering.
"Meskipun sulit untuk mengatakan seberapa besar risiko Anda tertular penyakit dari pakaian bekas, orang-orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah mungkin memiliki risiko terbesar. Jika sistem kekebalan tubuh Anda terganggu, Anda harus lebih berhati-hati sebelum mengenakan pakaian bekas," kata peneliti, Primrose Freestone, dilansir Study Finds, Jumat (15/11/2024).
Peneliti mengatakan kulit manusia secara alami dilapisi oleh jutaan bakteri, jamur, dan virus, yang secara kolektif dikenal sebagai mikrobioma kulit. Ini berarti setiap pakaian yang kita kenakan bersentuhan erat dengan mikroba ini.
Beberapa mikroba umum yang hidup pada kulit termasuk bakteri Staphylococcus (yang menyebabkan infeksi staph), Streptococcus (bakteri di balik strep A), jamur seperti Candida (spesies ragi yang paling sering menyebabkan sariawan), dan virus seperti Human papillomavirus (yang menyebabkan HPV). Mikroba kulit dapat hidup pada asam amino dalam keringat, serta minyak sebasea yang dilepaskan dari folikel rambut dan protein sel kulit, yang semuanya menempel pada pakaian saat kita mengenakannya.
"Setiap individu memiliki mikrobioma kulit yang unik sehingga apa yang normal dan tidak berbahaya bagi seseorang bisa menimbulkan penyakit bagi orang lain," kata peneliti.
Sebagai bentuk pencegahan atas risiko bakteri, peneliti menyarankan untuk mencuci pakaian bekas yang baru dibeli dengan deterjen pada suhu sekitar 60 derajat Celsius. Ini tidak hanya akan membersihkan kotoran dari pakaian, tetapi juga akan menghilangkan kuman dan menonaktifkan patogen.
"Air dingin tidak akan bekerja dengan baik untuk menghilangkan patogen di dalam pakaian. Jadi, jika pencucian dengan suhu tinggi tidak memungkinkan, gunakan desinfektan cucian untuk membunuh kuman yang ada," ujar peneliti.