Media Asing Soroti Indonesia yang Tolak E-Commerce Cina Temu
Media asing menyoroti langkah Pemerintah Indonesia melarang e-commerce asal Cina Temu beroperasi.
Media asing menyoroti langkah Pemerintah Indonesia melarang e-commerce asal Cina Temu beroperasi. Kebijakan ini ditempuh oleh Vietnam, di mana Temu sudah masuk pasar.
“Indonesia meminta aplikasi Temu ditarik dari App Store pada Oktober, dengan tujuan melindungi UMKM," demikian dikutip dari laporan The Guardian, dilansir Rabu (20/11).
Pemerintah Indonesia memang khawatir kehadiran Temu akan berdampak buruk bagi UMKM. Hal ini lantaran e-commerce asal Cina itu mempertemukan konsumen langsung dengan produsen atau tanpa perantara, sehingga harga barang jauh lebih murah.
Media asal Inggris itu juga menyebutkan Vietnam mengancam akan memblokir Temu dan Shein, laman perbelanjaan Cina lainnya. Alasannya, keduanya belum mendapat izin berbisnis di Vietnam.
Temu sudah hadir di Vietnam sejak Oktober, namun masih tahap awal. Bahasa yang tersedia masih bahasa Inggris, bukan Vietnam.
Selain itu, hanya pembayaran dengan kartu kredit yang diterima, bukan dompet digital lokal.
“Hanya dua pemain logistik yakni Ninja Van dan Best Express yang terhubung ke platform Temu,” demikian dikutip dari laman resmi Momentum Works, pada Oktober (8/10).
Temu sudah hadir di 82 negara, termasuk Vietnam, Malaysia, Filipina, Thailand dan Brunei Darussalam.
Pengiriman di Vietnam sekitar 4 - 7 hari, jauh lebih cepat daripada Malaysia dan Filipina 5 - 20 hari. Hal ini karena pengiriman dari Guangzhou, Cina ke Vietnam dapat dilakukan dengan mudah melalui jalur darat.
Menurut co-founder perusahaan riset pasar Cube, Simon Torring, banjirnya produk buatan Cina telah merusak produsen dan penjual lokal. Produsen lokal tidak bisa bersaing dengan kecepatan, kualitas, dan harga yang ditawarkan produk Cina.
“Temu telah menjadi bahan tertawaan bagi setiap regulator. Pemerintah kini mulai khawatir tentang apakah aturan impor lintas-batas harus diubah,” kata Torring dikutip dari The Guardian.
Media asing itu juga menyebut Asia Tenggara menjadi pasar ideal, karena meningkatnya konsumerisme di kelas menengah. Hal ini ditunjukkan dengan analisis Bain & Co yang mencatat penjualan di e-commerce di kawasan ini US$ 160 miliar pada 2024.
CEO Momentum Works Jianggan Li mengatakan ekonomi Cina tengah melambat, sehingga pelanggan di sana mengurangi pembelian Pinduoduo, induk usaha Temu yang beroperasi di Cina.
Di satu sisi, pabrik-pabrik di Cina memiliki kapasitas cadangan, yang mendorong pemasok utama Temu untuk menjual dengan volume tinggi dan biaya rendah, serta memberikan dorongan bagi pasar saat perusahaan tersebut masuk.
"Pertumbuhan ekonomi Cina stagnan dibandingkan 2010-an, tetapi sangat kompetitif. Oleh karena itu, para pemain perlu mencari jalan lain untuk tumbuh seperti ekspansi pasar luar negeri,” kata dia.