Nasib Kesepakatan Gencatan Senjata Gaza Disebut Ada di Tangan Trump, Analis: Tak Dapat Diprediksi
Sifat Donald Trump yang disebut tidak dapat diprediksi akan menentukan apakah pertempuran di Gaza akan dilanjutkan.
TRIBUNNEWS.COM - Analis politik di Middle East Institute di Washington, DC, , mengatakan nasib kesepakatan berada di tangan Presiden Amerika Serikat (AS) terpilih, .
Hassan Mneimneh menyebut, keberanian dan sifat yang tidak dapat diprediksi dapat menyebabkan penafsiran ulang perjanjian tersebut pada tahap kedua dan ketiga.
Menurutnya, tuntutan utama agar Hamas melucuti senjata dan membubarkan diri, membahayakan fase-fase perjanjian di masa mendatang.
Namun, pada akhirnya, sifat yang tidak dapat diprediksi akan menentukan apakah pertempuran akan dilanjutkan.
“Dia (Trump) mengatakan bahwa dia menginginkan perdamaian, tetapi kemenangan dibutuhkan untuk perdamaian – kemenangan dibutuhkan untuk perdamaian,” kata Mneimneh, Jumat (17/1/2025), dikutip dari Al Jazeera.
“Jadi sebenarnya, sinyal-sinyal yang berbeda ini menunjukkan apa yang mungkin kita lihat sebagai penafsiran ulang atas langkah-langkah yang dibutuhkan untuk naik ke langkah kedua dan ketiga,” jelasnya.
Mneimneh menambahkan, di luar pembebasan tawanan dari pihak dan , masih ada pertanyaan serius seperti penyaluran bantuan dan bagaimana mengakhiri permusuhan secara permanen dapat dicapai.
Kabinet Setujui Kesepakatan Gencatan Senjata
Pada Sabtu (18/1/2025), Kabinet menyetujui kesepakatan untuk di yang akan membebaskan puluhan sandera yang ditawan di sana dan menghentikan perang selama 15 bulan dengan Hamas.
Sehingga, kedua pihak selangkah lebih dekat untuk mengakhiri pertempuran paling mematikan dan merusak itu.
Diberitakan AP News, Pemerintah Israel mengumumkan persetujuan tersebut setelah pukul 1 dini hari waktu Yerusalem dan mengonfirmasi bahwa gencatan senjata akan mulai berlaku pada hari Minggu.
Baca juga:
Rapat Kabinet yang berlangsung selama berjam-jam itu berlangsung jauh setelah dimulainya hari Sabat Yahudi, yang merupakan tanda pentingnya momen tersebut.
Sesuai dengan hukum Yahudi, pemerintah biasanya menghentikan semua bisnis pada hari Sabat, kecuali dalam keadaan darurat yang menyangkut hidup atau mati.
Netanyahu memerintahkan satuan tugas khusus untuk bersiap menerima para sandera.
Ke-33 sandera tersebut adalah perempuan, anak-anak, laki-laki berusia di atas 50 tahun, dan orang sakit atau terluka.