Outlook 2025: Tekad Setop Impor demi Swasembada Pangan

Pemerintahan Prabowo bertekad menyetop impor empat komoditas sebagai langkah awal mencapai swasembada pangan. Bagaimana proyeksinya pada tahun 2025?

Outlook 2025: Tekad Setop Impor demi Swasembada Pangan

TEMPO.CO, Jakarta - Belakangan ini Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan atau Zulhas lantang menyerukan tekad setop empat komoditas demi mewujudkan pangan. Per 2025 Zulhas ingin swasembada pangan dimulai dari menghentikan impor untuk beras, gula, garam, dan jagung pakan ternak. Ia meramu sejumlah strategi untuk menggenjot produktivitas pertanian demi menambal kebutuhan konsumsi domestik.

“Ada aturan yang kita rapikan, kerjas ama dengan perguruan tinggi untuk membuat bibit unggul, HPP kita naikkan, Bulognya kita perkuat, optimasi lahan yang ada, dan membangun lahan yang baru,” ujar Zulhas kepada wartawan usai pembukaan Rapat Kerja Nasional Badan Karantina Indonesia di Mercure Convention Centre Ancol, Jakarta Utara, pada Kamis, 16 Januari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan,

Zulhas percaya diri swasembada pangan bisa tercapai dengan kerja sama multi sektor dari kementerian dan lembaga yang dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinator Bidang Pangan. Soal indikator keberhasilan swasembada pangan itu sendiri, pernah diungkap oleh Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi.

Arief mengatakan swasembada pangan tercapai tatkala hasil pertanian dalam negeri mampu memenuhi kebutuhan konsumsi nasional. Ia merujuk definisi Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) pada 2009 yang mencirikan swasembada dengan kemampuan memenuhi 90 persen kebutuhan oleh produksi domestik.

Target produksi dan strategi pemerintah untuk swasembada pangan

Di tahun pertama kepemimpinan Presiden Subianto, pemerintah menargetkan jumlah produksi beras mencapai 32,8 juta ton. Angka tersebut meningkat hampir 2 juta ton dibanding hasil produksi pada 2024 yang tercatat sebesar 30,34 juta ton. Merujuk Kerangka Sampel Area Padi Badan Pusat Statistik (BPS), potensi produksi beras pada Januari dan Februari 2025 masing-masing sebesar 1,2 juta ton dan 2,08 juta ton.

Proyeksi produksi padi tahun ini lebih besar dibanding realisasi produksi beras pada periode yang sama tahun lalu, yakni 0,86 juta ton pada Januari dan 1,35 juta ton pada Februari. Sedangkan produksi beras nasional cenderung terus menurun sejak enam tahun lalu. Misalnya pada 2018 produksi beras nasional sebesar 33,9 juta ton, tapi kemudian jeblok menjadi 30,34 juta ton pada 2024.

Kendati begitu Arief memastikan stok beras awal tahun ini aman berkat realisasi impor 3,6 juta ton tahun lalu. “Kami harus bicara bahwa produksi turun. Kalau sekarang stok beras 2 juta ton aman, itu ya karena impor. Bukan karena kita produksinya berlimpah,” ujar Arief saat dihubungi Tempo, Sabtu, 28 Desember 2024. Menurut data BPS, sepanjang 2024 pemerintah mengimpor 4,85 juta ton beras yang tercatat sebagai impor tertinggi dalam tujuh tahun terakhir.

Pemerintah, kata dia, ingin mendongkrak produksi beras lewat optimalisasi 350 ribu hektare sawah dan mencetak 750 ribu hektare sawah baru. Strategi yang sama juga diterapkan untuk komoditas jagung. Kementerian Pertanian menyiapkan 3,7 juta hektare lahan untuk meningkatkan produksi jagung. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan penanaman itu dimulai di Merauke, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Aceh, Jambi, dan seterusnya.

Sepanjang 2024, Amran mengklaim pemerintah telah menyelesaikan tahap pertama program optimasi lahan rawa seluas 40 ribu hektare di Kabupaten Merauke. Dari 40 ribu hektare itu, 35 ribu hektare di antaranya sudah ditanami sedangkan 5 ribu hektare sisanya dalam proses olah lahan. “Program ini ditargetkan dapat meningkatkan indeks pertanaman hingga mencapai IP 300,” ucap Amran, Ahad, 3 November 2024 dalam keterangan tertulis.

Dalam 100 hari pertama bertugas sebagai Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan menelurkan sejumlah kebijakan dan program untuk mempercepat swasembada pangan pada 2027. Beberapa kebijakan yang diumumkan Zulhas meliputi:

  • Kenaikan harga pokok penjualan (HPP) gabah kering panen untuk beras dari Rp6 ribu menjadi Rp6.500 per kilogram yang mulai berlaku pada 15 Januari 2025. HPP jagung naik dari Rp5 ribu menjadi Rp5.500 setiap kilogram per 1 Februari 2025. Kebijakan itu bertujuan untuk meningkatkan penyerapan hasil pertanian.
  • Revitalisasi 61 bendungan serta pembangunan perbaikan saluran irigasi
  • Pengembangan bibit padi baru yang bekerja sama dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dengan target uji coba di 13 lokasi pada 2025.
  • Pembuatan rancangan Peraturan Presiden untuk memangkas distribusi pupuk agar bisa langsung diterima petani
  • Penambahan penyuluh pertanian dari 37.771 orang menjadi 72.774
  • Penyiapan anggaran ketahanan pangan Rp144,6 triliun untuk 2025

Untuk mendukung pencapaian swasembada pangan, Prabowo merancang strategi nasional yang dapat mempercepat produksi pertanian, mengurangi ketergantungan impor, dan menciptakan sistem distribusi yang lebih efisien. TEMPO/Tony Hartawan

Bagaimana pandangan dari peneliti di bidang pertanian?

Pada tahun 2025 Kementerian Pertanian secara khusus menganggarkan Rp10 triliun untuk bantuan alat dan mesin pertanian guna mewujudkan swasembada pangan. Alsintan yang akan disalurkan ke seluruh Indonesia di antaranya berupa traktor roda 4, traktor roda 2, combine harvester, rice transplanter dan pompa air. Menurut Peneliti dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Eliza Mardian, bantuan mesin-mesin canggih itu belum tentu meningkatkan produktivitas petani.

Pasalnya, alsintan berukuran besar tidak cocok untuk mayoritas lahan petani yang luasnya kurang dari 0,5 hektare. Ia menemui langsung petani di Kabupaten Cianjur yang akhirnya menganggurkan mesin panen karena mustahil mengangkutnya ke sawah sendirian. “Jangan sampai teknologi yang ada tidak sesuai dengan kebutuhannya,” ujar Eliza saat dihubungi pada Rabu, 14 Januari 2025.

Tahun ini pemerintah mengalokasikan anggaran pendapatan belanja negara (APBN) untuk ketahanan pangan sebanyak Rp144,6 triliun. Jumlah itu meningkat dibanding tahun 2024 yang dipatok Rp108,8 triliun. Namun, dengan produktivitas padi yang terus menurun, Eliza menilai ada yang keliru dari kebijakan pemerintah dalam mencapai swasembada pangan.

Pilihan kebijakan itu, kata Eliza, semestinya tidak hanya berfokus pada peningkatan produksi saja, melainkan harus juga meningkatkan kesejahteraan para petaninya. “Tidak hanya orientasi ke kuantitas, namun kesejahteraan petani yang didukung dengan infrastruktur memadai,” ujar Eliza. Ia setuju dengan rencana pemerintah yang hendak merevitalisasi irigasi dan membangun ekosistem riset solid untuk menghasilan benih padi unggul.

Ia juga usul agar pemerintah membangun mesin penggilingan padi di level gabungan kelompok tani. Siasat itu, kata dia, bertujuan agar petani mendapat harga adil dan tidak bergantung pada bandar sehingga dengan sendirinya termotivasi untuk meningkatkan produktivitas. Terakhir, ia ingin agar ada jaringan koperasi dan UMKM yang menyerap hasil pertanian lokal.  

Kendati ia melihat peluang Indonesia bisa berhenti stop impor beras, lain halnya dengan gula yang justru dikhawatirkan menjadi bumerang. Dengan 63 persen kebutuhan gula dipasok dari luar negeri, ia menyebut penghentian impor bisa mengerek naik harga di pasar sehingga mencekik kelas menengah yang daya belinya melemah.

Pemerintah perlu bekerja keras merevitalisasi mesin pabrik gula agar bisa meningkatkan rendemen tebu Indonesia yang hanya sekitar 7 persen, Eliza menyebut itu sangat timpang dibanding rendemen Thailand yang mencapai 11,82 persen. Ia mewanti-wanti penghentian keran impor gula perlu dilakukan secara bertahap, bila pemerintah gegabah dengan mengeluarkan kebijakan tidak berbasis ilmiah, impor justru bisa mengakibatkan kelangkaan.

Swasembada pangan 2025, bualan semata atau realistis diwujudkan?

Kepala Biotech Center Institute Pertanian Bogor Dwi Andreas Santosa mengkritik rencana pemerintah mendongkrak produktivitas hasil bumi lewat pembukaan lahan atau ekstensifikasi. Andreas mengingatkan kegagalan program food estate di pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Andreas mencatat, program swasembada komoditas pangan di pemerintahan Presiden ke-6 dan ke-7 itu justru membuat Indonesia mengimpor beras secara besar-besaran. Andreas mengatakan total impor beras di era Jokowi 13,15 juta ton, jauh melampaui era SBY 9,21 juta ton.

Untuk mencegah terulangnya kegagalan proyek itu, Andreas mengusulkan pemerintah mengubah target swasembada pangan. Alih-alih menyetop impor serentak berbagai komoditas, Andreas menyarankan agar laju impor pangan dikendalikan. “Jika pemerintah mampu mempertahankan impor pangan sebesar 29 juta ton tanpa mengalami kenaikan pada 5 tahun mendatang, itu sudah prestasi yang luar biasa,” kata Andreas saat dihubungi pada Ahad, 12 Januari 2025.

Sebagai Menko Pangan, Zulhas tak pantang mundur dari keputusan menghentikan impor beras, gula, garam hingga jagung pakan. Ketua Partai Amanat Nasional (PAN) itu menyadari keraguan sejumlah pihak terhadap kebijakan tersebut. Saat memberi sambutan di pembukaan Rakernas Badan Karantina pada Kamis 16 Januari 2025, ia membenarkan saat ini Indonesia belum bisa serta merta swasembada komoditas, tapi ia tetap nekad melarang impor bermodal keyakinan. “Saya sampaikan, swasembada pangan tidak ada halangan apapun,” ujar dia.

Riani Sanusi Putri, Oyuk I. Siagian dan Han Revandra berkontribusi pada penulisan artikel ini.

Pilihan Editor: